Latest News
You are here: Home | Umum | China Main Curang, Target Industrialisasi RI Terganggu
China Main Curang, Target Industrialisasi RI Terganggu

China Main Curang, Target Industrialisasi RI Terganggu

Duniaindustri (April 2011) – Pernyataan mengejutkan datang dari Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu yang mengakui terjadi ketimpangan dalam perdagangan antara Indonesia dan China. Temuan tim independen Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menunjukkan bahwa terdapat perdagangan yang timpang sebagai imbas dari penerapan perdagangan bebas Asean-China.

“Temuannya menunjukkan bahwa ada perdagangan yang tidak fair,” kata Mari Elka.

Ketimpangan perdagangan itu bisa terlihat dari tren meroketnya impor dari China seperti produk mainan anak, tekstil, sepatu, baja, dan elektronik. Hal itu diperparah dengan tudingan produk impor China yang masuk ke Indonesia dijual secara dumping. Sejumlah asosiasi industri pernah melaporkan hal tersebut.

Namun, pemerintah masih akan melanjutkan kebijakan ACFTA. “Kami sudah punya kesepakatan bilateral dengan China untuk menjaga supaya hubungan itu win-win,” ujar Mari.

Padahal, kalangan pengusaha mengusulkan agar tujuh jenis produk  industri yakni besi dan baja, tekstil dan produk tekstil (TPT), kosmetika, mainan anak, alas kaki, lampu, dan loudspeaker diawasi tren impornya pasca implementasi perjanjian perdagangan bebas Asean-China.

Dirjen Basis Industri Manufaktur (BIM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto mengatakan, dari tujuh produk tersebut, terdapat lima jenis produk utama yang mengalami lonjakan impor yang signifikan. Kelima produk itu adalah besi dan baja, TPT, mainan anak, kosmetika, dan alas kaki.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan, selama Februari 2011 perdagangan Indonesia dengan China juga mencatat defisit US$ 324,5 juta. Defisit neraca perdagangan nonmigas dengan China pada periode Januari-Oktober 2010 mencapai US$ 5,3 miliar. Angka itu mengalami peningkatan sebesar US$ 1,4 miliar dibandingkan periode yang sama tahun 2009 senilai US$ 3,9 miliar.

Kondisi itu akan mempengaruhi target Indonesia menjadi negara industrialis pada 2020. Bahkan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Wirjawan berharap Indonesia bisa tumbuh menjadi negara industrialis yang mampu mengelola sumber daya alam sehingga mempunyai nilai tambah ekonomi. “Jangan hanya menjadi trader, yang hanya menjual produk-produk dari negara luar,” kata Gita  .

Indikasi trader sudah terjadi saat ini ketika banyak pengusaha hanya menjual produk China yang berharga murah. “Di Pasar Tanah Abang sudah banyak yang melakukan aktivitas tersebut,” katanya.

Pemerintah sebenarnya sudah bermimpi bahwa Indonesia akan menjadi negara industri maju baru di tahun 2020. Namun, mimpi itu seakan terus menjauh dengan persaingan tidak sehat dari produk China.(Tim redaksi/03)