Latest News
You are here: Home | Umum | Cegah Krisis Berkelanjutan Akibat Pandemi Covid-19
Cegah Krisis Berkelanjutan Akibat Pandemi Covid-19

Cegah Krisis Berkelanjutan Akibat Pandemi Covid-19

Duniaindustri.com (Juni 2021) – Sejumlah pakar menyerukan beberapa rekomendasi kepada pemerintah untuk mencegah Bangsa Indonesia terjebak dalam krisis berkelanjutan akibat pandemi COVID-19 dan varian baru yang menyerang.

Demikian peringatan yang disampaikan berbagai pakar dalam diskusi Zoominari Kebijakan Publik Narasi Institute yang dihadiri oleh Guru Besar Ekonomi IPB Prof Didin S Damanhuri, Pengkaji Kebijakan & Inovasi, IPMI Business School dan Research Affiliate Harvard Kennedy School, Sidrotun Naim PhD,  Managing Director PEPS Anthony Budiawan, Bursah Zarnudi, Ekonom Senior Fadhil Hasan dan berbagai tokoh lainnya, akhir pekan lalu.

Mereka membicarakan pentingnya perubahan penanganan Covid19 baik perubahan kelembagaan, pengorganisasian maupun sikap mental penyelenggara negara. Untuk menghindari Indonesia menjadi negara terburuk penanganan COVID19 di dunia, Guru Besar Ekonomi IPB Prof Didin S Damanhuri meminta pemerintah membentuk lembaga independen yang khusus menangani Covid-19. Didin meminta adanya lembaga permanen bukan seperti yang ada sekarang ini.

“Saya kira pemerintah harus berani mengambil keputusan lembaga permanen yang independen ini seperti saat menangani bencana Tsunami Aceh dan jangan kemudian bekerja kayak sambilan gitu. Yang terakhir tiga macam ini kayak sambilan. Nyambi Kepala BNPB, BUMN, Menko Marves,” ujar Didin dalam diskusi virtual Narasi Institute bertopik Quo Vadis Tata Kelola Penanganan COVID19, Jumat (9/7/2021).

Didin melihat hingga sejauh ini wewenang penanganan Covid-19 selalu berpindah tangan, mulai dari di bawah kendali Kepala BNPB, Menteri BUMN, hingga Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves) sehingga sejauh ini penanganan pandemi di Indonesia tergolong buruk, padahal situasi ancaman kasus sudah sangat mengerikan.

“Karena itu, konsekuensinya harus ada keputusan yang menjawab realitas itu. Jadi, apabila untuk penanganan Covid-19, tidak ada salahnya tersentralisasi kembali. Misalnya kepala daerah jadi subordinasi yang dipimpin langsung oleh presiden,” ujar Didin.

Didin juga meminta pemerintah mengesampingkan urusan lain yang tidak relevan dengan penanganan Covid-19, termasuk oligarki bisnis, pemilu 2024, pembangungan infrastruktur, pemindahan ibukota dan sebagainya. “Semua pihak tidak ingin dirugikan, tapi kan harus ada sebuah institutional building yang kepentingannya nasional, jadi rakyat keseluruhan yang dipikirkan. Tidak lagi kepentingan yang politis. Ini bahaya sudah di depan mata. 5 bulan lalu kita tidak terbayang akan jadi yang tertinggi di dunia, kini kita tertinggi,” ujar Didin.

Didin menyampaikan seharusnya Indonesia berkaca pada penanganan Covid-19 di Amerika Serikat (AS), sebagai negara yang juga memiliki penduduk besar seperti Indonesia. Tahun lalu, AS merupakan negara tertinggi angka kasus Covid-19. Namun kini, di bawah pemerintahan Joe Biden, AS telah mampu melakukan herd immunity terhadap 80 persen populasi negaranya.

“Ekonomi Amerika sudah positif dan secara gradual sudah nomor 8, bukan yang tertinggi sekarang. Jadi, saya kira Indonesia perlu mengaca pada Biden dala mengambil langkah, karena Amerika sama-sama negara dengan penduduk yang besar,” kata Didin.

Akan tetapi, orang-orang yang akan dibebankan wewenang dalam lembaga tersebut harus dipastikan kredibilitasnya. Bahkan, Didin menambahkan, publik juga harus mengetahui proses penentuan orang-orang yang akan diberikan otoritas lembaga penanganan Covid-19 itu. Karena menurutnya tata kelola penanganan Covid-19 hingga sejauh ini penuh dengan bias dan kepentingan yang masuk dalam berbagai keputusan.

“Di balik itu (penanganan Covid-19), ada bisnis besar menurut investigasi beberapa media. Jadi, ini memang tantangan besar. Karena Indonesia akan krisis berkelanjutan dengan penyakit ini,” tukasnya.

Anthony Budiawan, Managing Director PEPS, mengatakan bahwa cara kerja pemerintahan dalam penangganan COVID19 saat ini merupakan pemerintah campuran orde Lama dan orde baru digabung menjadi orde laba.

“Cara pemerintahan saat ini seperti pemerintahan orde lama dan orde baru yang disingkat menjadi pemerintahan orde laba yang tidak capable, bermain main dengan nyawa, tidak tanggung jawab terhadap rakyat. Ini sudah menjadi kartel bisnis laba karena DPR sama sekali tidak bersuara, pemerintah yang tidak mengerti nasib rakyat di masa pandemi,” ujar Anthony Budiawan.

Anthony melihat kasus terburuk COVID hari ini di dunia adalah Indonesia karena cara penanganan prioritas ekonomi dibandingkan kesehatan adalah keliru besar. “Kemarin, dengan alasan ekonomi, pemerintah membuka tempat hiburan dan perbelanjaan menjelang lebaran, menyelenggarakan pilkada diberbagai daerah yang semua itu membuat peningkatan pendemi hari ini, sehingga kemarin itu salah besar cara penanganannya,” katanya.

Sidrotun Naim, Pengkaji Kebijakan & Inovasi, IPMI Business School dan Research Affiliate Harvard Kennedy School mengatakan bahwa krisis covid ini bersifat nasional namun sense of crisis dari pemerintah belum ditunjukan dan terkesan ditutupi demi ekonomi. “Krisis ini bersifat nasional tetapi sense of crisis dari pemerintah ini missleading. Dari krisis, kita belajar bahwa kalau terjadi krisis itu jangan ditutupi, publik malah harus diedukasi terkait apa yang harus dikerjakan,” ujar Sidratun Naim.

Sementara itu, Fadhil Hasan, ekonom senior mengatakan Indonesia sudah dari awal salah, harusnya menerapkan UU karantina wilayah sedangkan konsekuensi pendanaan bisa menggunakan SILPA yang cukup besar. “Indonesia sudah dari awal salah, harusnya menerapkan UU karantina wilayah bukan menerapkan istilah-istilah baru seperti PSBB, PPKM Darurat yang tidak ada dasar hukum formalnya sedangkan konsekuensi pendanaan dari UU karantina bisa menggunakan SILPA yang jumlahnya Rp385 triliun di 2020, Jakarta membutuhkan Rp7 triliun per bulan,” ujar Fadhil Hasan.(*/berbagai sumber/tim redaksi 08/Safarudin/Indra)

Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:

Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database

* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 228 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini

Database Riset Data Spesifik Lainnya:

  • Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 228 database, klik di sini
  • Butuh 25 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
  • Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
  • Butuh 11 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
  • Butuh 17 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
  • Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
  • Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
  • Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
  • Butuh copywriter specialist, klik di sini
  • Butuh content provider (online branding), klik di sini
  • Butuh market report dan market research, klik di sini
  • Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
  • Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customize direktori database perusahaan, klik di sini

Duniaindustri Line Up:

detektif industri pencarian data spesifik

Portofolio lainnya:

Buku “Rahasia Sukses Marketing, Direktori 2.552 Perusahaan Industri”

Atau simak video berikut ini: