Latest News
You are here: Home | Umum | Biaya Produksi Industri Naik 25%
Biaya Produksi Industri Naik 25%

Biaya Produksi Industri Naik 25%

Duniaindustri (Januari 2013) – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan pengusaha telah menghitung biaya produksi yang tahun ini naik 20% hingga 25% dibandingkan 2012. Kenaikan biaya produksi bisa memicu lonjakan harga jual yang dibebankan kepada konsumen.

Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Kadin Natsir Mansyur mengatakan perhitungan biaya produksi yang naik itu telah memperhitungkan adanya kenaikan upah minimum dan tarif dasar listrik (TDL) serta beban biaya logistik.

“Tahun ini naik 20% hingga 25%, naik terus dari tahun lalu tanpa ada penyelesaian dari pemerintah,” katanya.

Menurut Natsir, perlu ada kebijakan seimbang untuk mendorong turunnya daya saing produksi dalam negeri yang lemah.
Dia menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia yang gemilang harus bisa didukung oleh faktor penunjang seperti hasil manufaktur dan pertanian yang signifikan.

Namun nyatanya, hasil manufaktur dan pertanian Indonesia tidak juga beranjak naik. Akibatnya, impor barang modal, bahan baku termasuk barang konsumsi membanjiri pasar lokal.

“Misal pertumbuhan ekonomi naik 6,8%, signifikan angkanya. Tetapi produksi pangan dan manufaktur kita tidak naik secara signifikan, tetap saja impor. Terus impor sepanjang kita tidak siap dengan produksi dalam negeri kita,” ujarnya.
Kadin menilai defisit neraca perdagangan Indonesia sudah berada dalam kondisi gawat darurat. Pemerintah diminta untuk lebih berhati-hati dalam mengelola neraca perdagangan.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, defisit neraca perdagangan yang buruk, mencapai sekitar US$ 1,3 triliun (per November 2012), disebabkan oleh pertumbuhan impor yang selalu jauh lebih besar dibanding ekspor.
Defisit neraca perdagangan produk industri juga terus membesar, terutama dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Pertumbuhan impor yang paling tinggi, yakni lebih dari 50% total produk impor Indonesia didominasi oleh produk makanan minuman, otomotif, tekstil, besi baja dan mesin.

Kenaikan biaya produksi yang cukup tinggi tahun ini dapat mengganggu target Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang menargetkan pertumbuhan industri manufaktur pada 2013 mencapai 7,1% dengan peningkatan investasi pada sektor otomotif, industri pupuk, dan industri kimia serta semen. Pertumbuhan industri manufaktur sebesar 7,1% di 2013 akan ditopang arus investasi yang diperkirakan sebesar Rp 223 triliun.

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, meskipun kondisi perekonomian di Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa masih diwarnai ketidakpastian, pemerintah optimistis kinerja sektor industri manufaktur akan tumbuh 7,1% di 2013. “Tantangan yang akan dihadapi masih berkisar pada minimnya infrastruktur dan tingginya biaya investasi,” ujarnya.

Untuk mengatasi hambatan di sektor industri, pemerintah telah mengoptimalkan pemberian insentif fiskal seperti pengurangan pajak dalam bentuk tax holiday, tax allowance, bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP), pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

“Selain itu, pemerintah akan menyelesaikan masalah hambatan investasi seperti masalah tata ruang wilayah,” kata Hidayat.
Pertumbuhan industri manufaktur juga didukung penetrasi pasar ekspor baru. “Pembukaan pasar ekspor ke Timur Tengah, Afrika, Eropa Timur dan Amerika Latin harus dilakukan produsen manufaktur. Pengendalian impor melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib,” ujarnya.

Hidayat menyatakan pemerintah meminta seluruh instansi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta memakai produk dalam negeri. “Penggunaan produk dalam negeri bisa meningkatkan permintaan produk manufaktur nasional,” tandasnya.
Menperin memperkirakan nilai investasi pada industri manufaktur (nonmigas) di Indonesia mencapai Rp 223,64 triliun pada 2013. Angka tersebut jauh meningkat dibandingkan prediksi pencapaian hingga akhir 2012 sebesar Rp 160 triliun.

Menurut dia, investasi pada industri manufaktur sebesar itu dengan asumsi total target investasi yang dicanangkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencapai Rp 390,3 triliun pada 2013. Penanaman modal asing (PMA) yang masuk sebesar Rp 272,6 triliun dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) Rp 117,7 triliun.

Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat mengakui, investasi baru sangat diharapkan untuk menjadi salah satu penopang pertumbuhan. Kemenperin telah memproyeksikan, industri manufaktur nonmigas nasional tumbuh 7,13% pada 2013 dibandingkan perkiraan pencapaian hingga akhir 2012 sebesar 6,75%.

Hidayat menyampaikan, investasi pada manufaktur nonmigas hingga akhir tahun 2012 bisa mencapai Rp 160 triliun. Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan target awal tahun sebesar Rp 120 triliun. Optimisme itu disampaikan berdasarkan laporan investasi BKPM sepanjang Januari-September 2012.

Dia memaparkan, pada Januari-September 2012, investasi pada manufaktur nonmigas sebesar Rp 115,42 triliun. PMA sebesar US$ 8,59 miliar (Rp 77,31 triliun) dan PMDN Rp 38,11 triliun.

Investasi PMA pada industri manufaktur nonmigas berkontribusi sekitar 47,09% terhadap total investasi PMA di Indonesia sepanjang Januari-September 2012. Sedangkan investasi PMDN berkontribusi 58,02% terhadap total investasi PMDN nasional.
Guna mendukung pertumbuhan tahun 2013, lanjut Hidayat, pihaknya merekomendasikan beberapa kebijakan, antara lain optimalisasi pemberian insentif fiskal, seperti tax holiday, tax allowance, bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP), pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), hingga pembebasan bea masuk (BM).

“Saya menargetkan, tahun 2013, pengurusan permohonan pemberlakukan insentif tax holiday atas lima investor bisa selesai. Tidak seperti tahun ini yang memang jauh dari target,” katanya.

Beberapa investor yang mengajukan insentif tax holiday di antaranya Foxconn dan Mitsubishi. Foxconn berminat membangun megaindustri manufaktur produk TI dan elektronik di Indonesia. Sedangkan Mitsubishi bekerja sama dengan Eramet dan PT Antam Tbk akan membangun smelter pengolahan bauksit di Halmahera senilai US$ 5 miliar.

Sementara itu, produsen aluminium asal Uni Emirat Arab, Dubai Aluminium, tertarik membangun pabrik pengolahan bauksit menjadi alumina di Indonesia. Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kemenperin Panggah Susanto mengatakan, perusahaan tersebut akan studi kelayakan dalam 34 bulan ke depan.(Tim redaksi 02/03/berbagai sumber)

Rekomendasi
Industri manufaktur merupakan sektor padat karya yang perlu didukung pertumbuhannya untuk menopang penyerapan tenaga kerja serta menghasilkan devisa ekspor. Salah satu tantangan bagi industry manufaktur di 2013 adalah kenaikan upah pekerja serta ancaman  pemutusan hubungan kerja. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) mengancam sejumlah industri padat karya karena kenaikan standar upah buruh yang signifikan di berbagai daerah di Indonesia. Dua industri padat karya itu antara lain sektor tekstil dan produk tekstil serta alas kaki.