(duniaindustri.com) – Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri pada periode Juli 2013 mencapai US$ 259,540 miliar atau setara dengan Rp2.946,29 triliun mengacu pada kurs tengah BI sebesar Rp 11.352 per dolar AS. Utang tersebut merupakan akumulasi utang pemerintah dan bank sentral serta sektor swasta.
Besarnya jumlah utang luar negeri itu bisa mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap kurs global terutama dolar AS. Duniaindustri.com menilai pemerintah, bank sentral, dan swasta akan membutuhkan banyak kurs asing untuk memenuhi kewajiban tersebut sehingga dapat melemahkan rupiah.
Menurut data BI, tercatat uang dengan denominasi dolar AS memiliki porsi paling besar. Hingga periode Juli 2013, utang dengan denominasi dolar AS mencapai US$ 176,947 miliar atau Rp 2.008,34 triliun.
Sementara utang dalam denominasi yen Jepang setara dengan US$ 32,505 miliar atau Rp 368,931 triliun. Utang luar negeri menggunakan euro senilai US$ 6,36 miliar atau setara Rp72,242 triliun.
Nilai tukar rupiah mencatatkan pelemahan terbesar dalam sepekan terakhir. Mata uang rupiah melemah 0,8% menjadi Rp 11.446 per dolar AS. Ini merupakan pelemahan terbesar sejak 11 September 2013.
Di pasar offshore, nilai kontrak rupiah di pasar non deliverable forwards (NDF) untuk pengantaran satu bulan ke depan tak banyak mencatatkan perubahan di posisi Rp 11.245 per dolar AS. Artinya, posisi rupiah di pasar NDF lebih perkasa 1,7% dibanding pasar spot. Sepanjang sebulan belakangan, kontrak NDF rupiah sudah melemah 2,2%.
Salah satu penyebab pelemahan rupiah pada awal pekan ini adalah adanya spekulasi bahwa perusahaan lokal meningkatkan pembelian dolar AS untuk memenuhi pembayaran impor dan utang dolar AS di akhir bulan.(*)