Duniaindustri.com (Juli 2021) – Sejumlah ekonom dan pengamat menilai pemerintah wajib mewaspadai perubahan laju perekonomian imbas pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Jika pemilihan prioritas kebijakan cenderung tidak terarah, justru akan membuat penanganan pandemi terkesan lamban dan memicu ekonomi tersengal-sengal. Yang dibutuhkan lebih pada kejelasan penanganan pandemi dengan batas dan waktu tertentu untuk kembali menata pemulihan ekonomi.
Fadhil Hasan Ekonom Senior menilai aspek ekonomi lebih mendominasi dibandingkan kesehatan dalam penanganan pandemi COVID-19 menyebabkan pandemi dan ekonomi malah akan terseok-seok. Hal tersebut disampaikan dalam Zoominari Kebijakan Publik Narasi Institute, Jumat (23/7).
“Penanganan akibat pandemi Covid-19 lebih menitikberatkan pada akibat bukan sebab. Karenanya, aspek ekonomi lebih mendominasi dibandingkan dengan kesehatan. Itu pun dilakukan dengan tidak fokus, dan dengan tata kelola yang lemah. Akibatnya, pandemi Covid 19 masih belum tertangani dengan baik dan ekonomi pun terseok-seok,” ujar Fadhil Hasan pada zoominari bertema meneropong pertumbuhan ekonomi triwulan III imbas PPKM Darurat.
Fadhil mengatakan ada dua penyebab Indonesia kedodoran dalam penanganan pandemi sekaligus ekonomi yaitu keengganan Pemerintah menerapkan UU karantina kesehatan dan munculnya varian baru yang lebih ganas.
“Dua hal yang menunjukkan hal tersebut. Pertama, pemerintah enggan menerapkan UU Karantina Kesehatan, dan lebih memilih berbagai aturan baru yang menghindarkan pemerintah memenuhi dari kewajibannya memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan, aturan penanganan pandemi Covid 19 seperti PSBB dengan segala modifikasinya dan PPKM, dengan segala variannya membuat penanganan pandemi Covid 19 tidak berjalan sebagaimana diharapkan. Kedua, ketika terjadi penyebaran varian Delta yang lebih membahayakan dan mematikan, pemerintah memilih mengikuti saran dan masukan dari kelompok pengusaha yang lebih khawatir akan dampak ekonomi dibandingkan mengikuti anjuran kalangan dan ahli kesehatan yang menyarankan karantina wilayah. Akibatnya, krisis diperkirakan berjalan panjang dan berliku tanpa kejelasan kapan akan berakhir,” ujar Fadhil Hasan.
Fadhil mengatakan bahwa PPKM menyebabkan tiga hal yaitu ekonomi kecil melemah, daya beli masyarakat turun, dan kelompok menengah menahan konsumsinya. “Pada bidang ekonomi dengan adanya PPKM, maka kita melihat dampaknya sebagai berikut; a. ekonomi rakyat berbasis UMKM mengalami kematian; b. daya beli kelompok menengah bawah menderita karena restriksi yang diterapkan dan berbagai layoff yag diberlakukan; c. kelompok masyarakat menengah atas kembali menahan konsumsinya. Hal ini diperparah dengan lambatnya berbagai program bantuan sosial yang diberikan pemerintah karena birokrasi dan mungkin ketidakcukupan anggaran,” ujar Fadhil Hasan.
Fadhil memprediksi ekonomi tidak langsung cepat bergerak setelah PPKM level 4 dinyatakan selesai pada akhir Juli 2021 nanti karena ekonomi butuh terkendalinya kasus covid. “Diperkirakan PPKM Darurat (Level) akan diakhiri pada akhir Juli 2021. Namun diperlukan waktu untuk kembali kepada kegiatan ekonomi normal dengan asumsi bahwa pandemi Covid 19 sudah tertangani dengan lebih baik. Berdasarkan pengalaman sebelumnya ketika pemerintah menerapkan PSBB pada pertengahan Maret 2020 dimana kemudian pertumbuhan ekonomi triwulan I 2020 turun sebesar 2% an dibanding triwulan I 2019, nampaknya hal ini akan terjadi lagi. Pertumbuhan ekonomi akan terpangkas tajam dibandingkan dengan prediksi awal berkisar 4%-5%. Berbagai lembaga internasional dan nasional sudah menngkonfirm hal tersebut,” katanya.
Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ), mengatakan pertumbuhan ekonomi 2021 akan positif namun tidak sesuai harapan pemerintah yaitu 4,1%-5,1% karena kebijakan PPKM Darurat yang praktik di lapangan sangat lemah.
“Pertumbuhan ekonomi 2021 bisa positif di angka 2 sampai 3 persen, karena dorongan ekspor dan harga komoditas yang membaik namun bila varian delta dan varian baru tidak terkendali lagi maka ekonomi bisa negatif 1-2 persen,” kata Achmad.
Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif CORE Indonesia, menilai dikotomi kebijakan ekonomi dan kesehatan dalam pemberlakukan PPKM darurat tidak tepat. “Seolah sekarang ini prioritas ekonomi jangka pendek di atas ekonomi jangka panjang. Prioritas kesehatan adalah prioritas ekonomi jangka panjang seharusnya di atas ekonomi jangka pendek,” ujar M Faisal.
M Faisal memprediksi bahwa target 3.5-4.0 persen masih terlalu tinggi imbas PPKM Darurat. “Kalau dari kami, perkiraan kalkulasi kami termasuk yang sudah direvisi kemarin menjadi 3,7 – 4,5 persen itu juga masih terlalu tinggi. Kami sudah prediksikan bahwa di 2021 ini hanya 3-4 persen, tapi dengan adanya lonjakan kasus kita masih percaya pada range itu, tapi sekarang lebih mengarah ke tiga persen,” jelas Faisal.
Prof Didin S Damanhuri, Guru Besar Ekonomi IPB mengatakan penangganan COVID-19 dengan munculnya varian delta tidak bisa lagi dilakukan melalui adhoc, harus kelembagaan permanen. “Hari ini ekosistem tata kelola Governance Indonesia ini buruk. Pendekatan ad hoc sangat menonjol dalam pengelolaan tim covid nasional menyebabkan tata kelola penanganan COVID bermasalah sehingga belum mampu meredam angka posotif dan kematian. Perlu kelembagaan permanen,” ujar Prof Didin S Damanhuri.
Dia mengingatkan bahwa sebelum pandemi tata kelola ekonomi dan politik kita memang sudah bermasalah, oleh karena itu perlu leadership yang kuat dan pendekatan baru untuk pemulihan ekonomi.
“Kemarin tidak ada kepemimpinan nasional yang firm termasuk statemen-statemen yang keluar di awal pandemi bahkan mengatakan Indonesia tidak akan kena covid 19. Indonesia membutuhkan leadership dan pendekatan supply side daripada pendekatan demand silde,” ujar Didin.
Waspadai Mafia Farmasi
Fuad Bawazier, Menteri Keuangan 1998, mengingatkan bahwa kebijakan yang ada saat ini sangat reaktif dan tidak antisipatif terhadap krisis yang terjadi akibat pandemi baik di sisi kesehatan maupun ekonomi sehingga yang terjadi adalah high cost economy untuk mempertahankan kekuasaan. “Pemerintah saat ini berusaha melanggengkan kekuasaan dengan high cost economy akhirnya sangat reaktif dan tidak antisipatif terhadap krisis yang terjadi akibat pandemi baik di sisi kesehatan maupun ekonomi,” ujar Fuad Bawazier.
Fuad Bawazier berharap Presiden harus segera menghentikan vested interest atas penanganan pandemi ini termasuk kepentingan kepentingan bisnis dunia farmasi. “Dunia farmasi itu seperti dunia narkoba tapi legal. Ada obat kanker paru-paru yang di sini sangat mahal di India murah apalagi dalam hal vaksin ini, karena vaksin ini bisnis milyaran dolar, harus diwaspadai mafia farmasi,” ujar Fuad Bawazier.
Fuad Bawazer percaya Indonesia belum mampu kendalikan Covid 19. “Kondisi covid kita saat ini masih mencekam meskipun ada pejabat yang mengatakan covid ini sudah terkendali. Ada klaim klaim yang menyesatkan yang miss leading. Positif rated kita masih tinggi, dimana terkendalinya,” tanya Fuad Bawazier.
Aviliani ekonomi senior mengatakan bahwa perlu realokasi anggaran APBN 2021 yang lebih baik lagi untuk mencegah perlambatan ekonomi imbas PPKM Darurat. “Banyak orang miskin di daerah yang tidak dapat bantuan sosial karena mereka bekerja di sektor informal. Kalau kita tanya pemerintah daerah mereka mengatakan ini urusan pemerintah pusat, kasihan kan mereka,” ujar Aviliani.
Aviliani usul pendekatan penanganan COVID berdasarkan regionalisasi dan daerah terdampak bukan secara keseluruhan wilayah besar seperti saat ini se Jawa-Bali. “Daerah harus diberikan dana yang cukup untuk menangangi COVID di wilayahnya sehingga pendekatannya menjadi terisolasi sehingga tidak melumpuhkan ekonomi nasional. (*/tim redaksi 08/Safarudin/Indra)
Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:
Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 230 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di siniDatabase Riset Data Spesifik Lainnya:
- Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 230 database, klik di sini
- Butuh 25 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
- Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
- Butuh 11 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
- Butuh 17 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
- Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
- Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
- Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
- Butuh copywriter specialist, klik di sini
- Butuh content provider (online branding), klik di sini
- Butuh market report dan market research, klik di sini
- Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
- Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customize direktori database perusahaan, klik di sini
Duniaindustri Line Up:
detektif industri pencarian data spesifik
Portofolio lainnya:
Atau simak video berikut ini: