Duniaindustri.com (Februari 2017) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan bahwa Astra Honda Motor (AHM) dan Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM)terbukti melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang No 5 Pasal 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam industri sepeda motor jenis skuter matik 110 – 125 cc di Indonesia.
Kedua perusahaan itu divonis terbukti melakukan pelanggaran terutama Pasal 5 ayat (1) UU No 5 Tahun 1999. Dalam pasar 5 ayat 1 disebutkan, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
Demikian putusan KPPU sesuai perkara 04/KPPU-I/2016 tentang dugaan kartel seperti tertulis dalam halaman resmi KPPU. Majelis komisi persidangan yang dipimpin oleh Tresna Priyana Soemardi serta anggota, R Kurnia Sya’ranie dan Munrokhim Misanam, menilai semua unsur dalam Undang-Undang No 5 Pasal 5 Tahun 1999 telah terpenuhi.
Akhirnya, putusan majelis komisi adalah YIMM dan AHM terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Undang-Undang No 5 Pasal 5 Tahun 1999. Majelis komisi juga menghukum YIMM dengan denda Rp 25 miliar dan AHM Rp 22,5 miliar.
Denda yang diterima YIMM lebih berat dengan penilaian majelis komisi karena telah memanipulasi data di persidangan. Oleh sebab itu, hukuman buat YIMM sudah termasuk ditambah 50 persen dari besaran proporsi denda. Sedangkan denda yang dikenakan untuk AHM telah dipotong 10 persen karena dinilai kooperatif oleh majelis hakim.
Perkara ini berawal dari penelitian dan ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan mengenai dugaan pelanggaran Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing sebagai terlapor I dan PT Astra Honda Motor sebagai terlapor II. Objek perkara adalah industri sepeda motor jenis skuter matik 110 – 125 CC di Indonesia.
Bahwa terkait kewenangan KPPU, Majelis Komisi menilai Perilaku Terlapor dalam 3 hal, yakni tentang pertemuan di lapangan golf, tentang email tanggal 28 April 2014, dan email 10 Januari 2015. Atas penilain 3 hal tersebut, Majelis Komisi berpendapat bahwa berdasarkan fakta persidangan email 10 Januari 2015 adalah Email yang dikirimkan Saksi Sdr. Yutaka Terada yang pada saat itu menjabat sebagai Direktur Marketing Terlapor I dengan menggunakan alamat email teradayu@yamaha-motor.co.id dan dikirimkan kepada Dyonisius Beti selaku Vice President Direktur Terlapor I dan Majelis Komisi menilai adanya fakta bahwa email tersebut merupakan komunikasi resmi yang dilakukan antar pejabat tinggi Terlapor I (top level management Terlapor I). Oleh karena itu mengingat kapasitas pengirim dan penerima email serta media yang digunakan yaitu email resmi perusahaan, maka Majelis Komisi tidak serta merta mengabaikan fakta tersebut sebagai alat bukti.
Majelis Komisi berpendapat penentuan 110 cc – 125 cc sudah sesuai dengan konsep product definition dalam teori antitrust yang mana suatu produk perlu didefenisikan sesempit/sedetil mungkin dan mempertimbangkan karakteristik produk, jangkauan pemasaran serta perilaku para terlapor yang dipermasalahkan dalam perkara a quo;
Majelis Komisi menilai unsur Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terpenuhi:
1. Unsur Pelaku Usaha terpenuhi;
2. Unsur Perjanjian terpenuhi;
3. Unsur Pelaku Usaha dan Pelaku Usaha Pesaing terpenuhi;
4. Unsur Menetapkan Harga atas suatu Barang dan/atau Jasa Yang Harus Oleh Konsumen atau Pelanggan terpenuhi;
5. Unsur Pasar Bersangkutan terpenuhi.(*/berbagai sumber/tim redaksi 03)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: