Duniaindustri (Maret 2012) — Indonesia berpeluang menarik investasi hingga US$ 26,8 miliar di sektor petrokimia sampai 2013. Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, beberapa rencana investasi itu diharapkan terealisasi paruh kedua tahun ini atau tahun 2013.
Rencana investasi tersebut di antaranya, Honam Petrochemical Corp asal Korea Selatan akan membangun refinery senilai US$ 5 miliar. Selanjutnya, proyek kerjasama investasi PT Chandra Asri Petrochemical Tbk dengan Siam Cement Group senilai US$ 1,5 miliar di industri petrokimia.
Kemudian, investasi Aramco dan Kuwait Petroleum Corporation (KPC) membangun refinery masing-masing senilai US$ 8 miliar. “Tahun ini atau tahun depan, beberapa konstruksi sudah bisa dimulai. Urusan KPC di Kementerian Keuangan sudah selesai. Soal negosiasi dengan Kementerian Energi akan saya kawal. Untuk Aramco kemungkingan bisa memulai tahun depan,” kata Menperin.
Pemerintah juga sedang menyusun rancangan kawasan industri petrokimia berbasis gas di Tangguh, Papua Barat. Saat ini sedang dilakukan studi lanjut atas rencana tersebut. Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian Dedi Mulyadi mengungkapkan, British Petroleum (BP) sudah menyampaikan minatnya ikut serta dalam investasi di kawasan industri petrokimia Tangguh tersebut.
“Kami baru menyusun master plan untuk pembangunan dan pengembangan kawasan itu. Kemungkinan, Oktober 2012 baru bisa selesai. Investor, saat ini yang berminat ada BP,” kata Dedi.
Dirjen Basis Industri Manufaktur Kemenperin Panggah Susanto mengatakan, pengembangan kawasan industri Tangguh tinggal menunggu kepastian pasokan gas dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Kami sudah menyurati ESDM. Begitu ada jawaban kepastian soal gas, proyek ini bisa jalan. Total investasi yang potensial masuk ada sekitar US$ 4,3 miliar,” kata Panggah.
Dia menuturkan, pembangunan tahap pertama industri petrokimia di wilayah tersebut butuh pasokan gas minimal 382 mmscfd. Dia memproyeksikan, untuk industri metanol dibutuhkan pasokan gas sekitar 138 mmscfd, urea sekitar 182 mmscfd, serta amoniak sekitar 60 mmscfd.
“Pembangunan pabrik methanol kira-kira butuh investasi US$ 800 juta. Ditambah dengan hilirnya, pabrik polipropilena yang butuh investasi US$ 500 juta, jadi total US$ 1,3 miliar. Kemudian, untuk dua pabrik amoniak dan urea diperkirakan menelan investasi US$ 2 miliar. Sedangkan, utilisasi dan sarana pelabuhan butuh US$ 1 miliar. Jadi, total US$ 4,3 miliar,” papar Panggah.(Tim redaksi 05)