NASIB 1.500 KARYAWAN TERANCAM
Duniaindustri.com (Februari 2016) – PT United Tractors Tbk (UNTR), emiten alat berat dan tambang batubara yang juga menjadi anak usaha PT Astra Internasional Tbk (ASII), menyiapkan sejumlah opsi untuk memangkas jumlah tenaga kerja. Strategi itu dilakukan seiring anjloknya harga komoditas dunia, teritama batubara, yang memberikan dampak signifikan terhadap kinerja keuangan perseroan.
Bahkan, United Tractors harus mengambil keputusan pahit untuk melakukan penyesuaian terhadap kapasitas produksi yang berdampak pada pemangkasan jumlah tenaga kerja seiring dengan menurunnya produksi tambang perseroan.
Emiten yang bergerak di bidang jasa kontraktor penambangan dan pertambangan batu bara ini dipaksa untuk mengecangkan ikat pinggang seiring dengan kelamnya industri tambang saat ini yang belum pulih juga harganya. Dalam siaran persnya di Jakarta, Direktur United Tractors Iwan Hadiantoro menerangkan untuk penyesuaian tenaga kerja perseroan memiliki beberapa pilihan seperti, pengaturan waktu kerja, lalu tidak memperpanjang kontrak yang telah habis masa kontraknya. “Kami juga ada program pengunduran diri secara sukarela atau voluntary resignation,” ujarnya.
Menurut Iwan, program pengunduran diri secara sukarela yang diberikan perseroan ini telah berakhir dan ditutup pada akhir tahun 2015 lalu. Namun demikian, rencana perseroan dan grup perusahaan tersebut tidak akan mempengaruhi kelangsungan usaha. Soal opsi pengunduran diri secara sukarela untuk efisiensi, United Tractors dikabarkan harus merumahkan sekitar 1.500 dari 23.000 karyawan di sektor pertambangan.
Menanggapi isu tersebut, Sekretaris Perusahaan United Tractors Sara K Lubis mengatakan, itu hanya estimasi. Pasalnya, perseroan tidak menyebutkan jumlah resmi angkanya. Namun yang pasti, lanjut Sara, persentasenya kecil dan jumlahnya tidak bisa sebutkan. “Untuk yang kontrak, itu bervariasi jatuh temponya. Jadi, apabila jatuh tempo tidak diperpanjang lagi,” jelasnya.
Dia juga menegaskan, pengurangan karyawan lumrah terjadi di industri komoditas dan opsi ini adalah pilihan terbaik bagi semua pihak baik dari segi karyawan maupun perusahaan ditengah anjloknya harga komoditas dunia, seperti sektor pertambangan. “Perlu dilihat ini lumrah terjadi di industri komoditi, tujuannya ‘win-win solution’, Jadi dari sisi perusahaan tetap tercapai efisen yang bagus, dari segi karyawan yang mengundurkan diri positif bagi mereka karena secara moral lebih baik mengambil penawaran, dibandingkan dirumahkan saja,” kata Sara.
Tahun ini, United Tractors tidak mematok target bisnis cukup agresif. Bahkan perseroan memproyeksikan penurunan 10% produksi batubara dan penurunan 15% overburden anak usaha PT Pamapersada Nusantara. Menurut manajemen UNTR, target penurunan produksi 10% dianggap tepat. UNTR juga menurunkan target penjualan alat berat dari 2.100 unit pada tahun lalu menjadi 2.000 unit pada tahun ini.
Analis Mandiri Sekuritas, Ariyanto Kurniawan pernah bilang, manajemen UNTR kini sulit melakukan negosiasi dengan menaikkan tarif kontrak kepada produsen batubara. Hal itu menyebabkan target margin kotor lebih rendah untuk Pamapersada. Selain itu, perseroan masih melanjutkan program efisiensi untuk menahan dampak penurunan tarif kontrak. Salah satu langkah efisiensi adalah menggelar program pensiun dini untuk 1.500 karyawan dari total keseluruhan 23.000 karyawan. “Dengan asumsi Rp 300 juta hingga Rp 500 juta per karyawan, potensi beban satu waktu dari program pensiun dini antara Rp 450 miliar hingga Rp 750 miliar atau 7%-11% dari laba bersih tahun 2015 yang diprediksi konsensus di angka Rp 6,6 triliun,” kata Ariyanto.(*/berbagai sumber/tim redaksi 05)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: