Duniaindustri.com (Agustus 2017) – Sejumlah pengamat dan praktisi teknologi informasi dan komunikasi menilai perkembangan pesat teknologi dan pergeseran preferensi konsumen akan membawa dampak positif serta negatif. Salah satu dampak negatif yang akan muncul adalah efisiensi berupa pengurangan tenaga kerja yang tergantikan seiring dengan kemajuan teknologi itu sendiri.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengakui teknologi ibarat pisau bermata dua, perkembangannya membawa dampak positif dan negatif. Di satu sisi perkembangan teknologi menghadirkan beragam inovasi. “Tapi di sisi lain, investasi (untuk inovasi) menjadi mahal, mungkin ada tenaga kerja yang berkurang, sebagai konsekuensi,” kata Heru.
Pernyataan Heru ini mengomentari tren efisiensi yang terjadi di industri teknologi informasi dan komunikasi global. Tren efisiensi sebelumnya telah disampaikan analis dari Global Equities Research, Trip Chowdhry. Dia memperkirakan akan ada sebanyak 369 ribu pekerja di sektor teknologi global yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam tahun ini.
“Efisiensi IT meningkat signifikan dan berakibat mereka yang bekerja mengkonfigurasi middleware, bekerja untuk database, mengelola dan mengintegrasikan proses backend, secara khusus kehilangan pekerjaannya,” kata Chowdhry.
Selain karena perkembangan teknologi yang makin cepat, lanjut dia, preferensi konsumen juga cepat berubah. “Sesuatu yang kemarin terlihat keren, hari ini sudah tampak usang,” kata Chowdry sambil mencontohkan Yahoo, Linkedin, dan Yelp yang mulai dianggap old fashion.
Menyadari hal itu, Heru Sutadi menilai efisiensi menjadi tantangan ke depan, bagaimana sisi lain dari perkembangan teknologi bisa disiasati industri teknologi informasi. “Memang semua pihak tak bisa menutup mata bahwa pengurangan tenaga kerja harus dilakukan,” ujarnya.
Di sisi lain, lanjut dia, daya saing produk suatu perusahaan juga menentukan seberapa jauh efisiensi yang akan dilakukan. Heru menilai keputusan Microsoft misalnya memutus hubungan kerja 4% karyawannya lebih disebabkan karena daya saing yang kian tumpul. “Itu karena basis pasar kian menurun, ada Android, OS Safari, teknologi baru. Sehingga teknologi lama kurang disukai,” pungkas Heru.
Senada dengan Heru, Praktisi Industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Hermawan Sutanto menilai pengurangan jumlah pekerja di sektor ini bisa dimaklumi, karena tuntutan perubahan secara berkelanjutan. “Industri teknologi adalah industri yang paling dinamis dengan banyak perubahan yang terjadi secara kontinyu. Pelakunya juga harus mampu bergerak dinamis mengikuti trend perubahan teknologi,” kata Hermawan.
Hermawan melihat efisiensi merupakan cara tersendiri dari pelaku industri, terutama untuk berinvestasi di bidang yang lebih sesuai dengan prediksi di masa depan. Ada trend yang berubah dan waktu perubahannya tak menentu di industri TIK.
Berbeda dengan industri minyak dan gas misalnya, hanya berubah ketika mencari sumber daya baru, saat yang lama sudah menipis atau habis. “Efisiensi sebenarnya adalah cara untuk berinvestasi ke bidang yang lebih sesuai dengan prekdiksi trend teknologi masa depan dengan efisiensi di bidang-bidang yang lebih tradisional,” kata Hermawan.
Namun, lanjut dia, kebijakan untuk pengurangan jumlah pekerja tidak berlaku surut, sebab ada bidang lain yang diisi dari keputusan untuk memecat tenaga kerja. Buktinya, kata Hermawan, perusahaan teknologi yang bertahan tetap membuka lapangan pekerjaan baru. Mereka fokus mengisi ruang untuk trend yang menjanjikan di masa mendatang. Misalnya saja yang saat ini digandrungi yakni bisnis server cloud, maka industri berlomba mencari tenaga kerja yang kompeten mengembangkan bisnis ini.
“Buktinya perusahaan tekonologi yang bertahan tetap membuka lapangan pekerjaan baru, tapi di bisnis yang mereka prediksikan jadi trend di masa mendatang. Bisa dicek jumlah karyawan mereka relatif hampir sama,” pungkas Hermawan.
Bukan hanya praktisi dan pemerhati, pemerintah pun mendorong industri teknologi informasi serta operator telekomunikasi untuk melakukan efisiensi dan konsolidasi. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara memberi sinyal agar operator telekomunikasi berkonsolidasi. Sebab kerugian terus diderita oleh operator telko, khususnya yang baru bergabung di sektor tersebut. Nah, konsolidasi ini salah satu solusi guna memangkas kerugian mereka.
“Untuk menyelamatkan mereka, saya bantu cutting loss, kalau rugi berhenti sampai situ saja tapi namanya ego, ya sudah makan saja itu ego,” kata pria yang akrab dipanggil Chief RA itu, belum lama ini.(*/tim redaksi 04)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: