Duniaindustri.com (November 2017) – Tren penjualan ritel secara online dinilai perlu didata secara komprehensif. Tujuannya sebagai perbandingan dan justifikasi terhadap gejala penurunan sektor industri ritel yang membuat sejumlah perusahaan ritel terpaksa menutup gerainya.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menanggapi isu melemahnya daya beli masyarakat dan tutupnya sejumlah gerai ritel kepada pers di Jakarta, akhir pekan lalu. Menurut dia, bertumbangannya sektor ritel saat ini menjadi tren dunia, karena seiring dengan semakin majunya teknologi, perdagangan kini bergeser dari perdagangan fisik ke perdagangan elektronik (e-commerce).
“Mungkin ada masalah dengan daya beli, tapi kita juga tolong perhatikan di AS sektor ritelnya juga tumbang, banyak toko tutup karena e-commerce. Artinya ini tren dunia yang suatu saat akan masuk Indonesia dan mungkin gejalanya sudah mulai di Indonesia,” ujar Bambang.
Bambang juga menuturkan, Badan Pusat Statistik (BPS) saat ini belum bisa menangkap transaksi online atau informal, padahal jumlahnya banyak. Ia akan meminta BPS ke depannya bisa mencatat denyut konsumsi, khususnya konsumsi dalam bentuk online, yang sebenarnya dari masyarakat.
“Sekarang kita mana tahu. Kalau ada datanya berarti BPS punya, ini kan orang hanya memperkirakan. Yang pakai Tokopedia, Lazada, dan sebagainya itu mungkin yang kelihatan, yang lewat Instagram, Facebook, memangnya ketangkap sama BPS atau otoritas,” kata Bambang.
Sebelumnya, kehadiran era digital dan mobilitas tanpa batas mengundang malapetaka bagi industri ritel khususnya department store dan convenience store. Satu per satu ritel department store seakan tidak kuat menahan penurunan penjualan dan sepinya pengunjung, menyusul derasnya tren pergeseran belanja konsumen.
Kabar terbaru, PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI)–salah satu pemain besar di department store–menyatakan, gerai departement store Lotus dan Debenhams akan tutup pada Oktober 2017 dan akhir tahun ini. “Keputusan untuk menutup gerai-gerai tersebut diambil setelah mempertimbangkan perubahan tren ritel secara global,” kata Head of Corporate Communication Mitra Adiperkasa Fetty Kwartati melalui keterangan resmi di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dia menambahkan, di seluruh dunia, tren berbelanja generasi millenial telah beralih dari departement store dan memilih untuk berbelanja di specialty store. Hal ini juga terjadi di Indonesia.
Sejalan dengan tren pasar saat ini, Mitra Adiperkasa akan terus berinvestasi pada bisnis active, fashion, dan Food & Beverage. Indonesia juga melihat pertumbuhan signifikan industri e-commerce yang berdampak pada offline store.
Oleh sebab itu, Mitra Adiperkasa telah meluncurkan gerai online, yakni MAPEMALL dan akan secara intens berupaya mengembangkan bisnis O2O sebagai bagian dari visi perusahaan untuk menjadi pemain ritel omnichannel terdepan di Asia.
“Selain itu, hal yang lebih penting adalah terlihatnya perkembangan positif dari berbagai inisiatif perusahaan. Hasil kinerja yang positif untuk semester pertama tahun ini telah diikuti denga kinerja keuangan yang kuat di kuartal tiga, ditandai dengan pertumbuhan penjualan yang signifikan,” paparnya.
Mitra Adiperkasa percaya inisiatif strategis ini akan menunjang pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang dan meningkatnya nilai pemegang saham.
Menurut dia, saat ini, Mitra Adiperkasa tengah melakukan konsolidasi bisnis departement store perusahaan dan fokus pada gerai SOGO, SEIBU, dan Galeri Lafayette.
PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) juga akan menutup dua gerainya di Pasaraya Manggarai dan Pasaraya Blok M. Corporate Secretary & Legal Director PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), Miranti Hadisusilo, mengatakan penutupan cabang tersebut dilakukan karena pemasukannya tidak sesuai yang diharapkan. Hal itu lantaran pengunjung di kedua cabang tersebut terbilang sepi.
Dia mengakui, kinerja keuangan dari kedua gerai tersebut jarang sekali mengantongi untung. Miranti menjelaskan, kedua gerai tersebut beroperasi sejak 2015. Biasanya satu gerai Matahari sudah balik modal dalam waktu 1 tahun. Namun hingga kini kedua gerai itu belum mencapai titik balik modal atau Break Even Point (BEP).
“Untuk cabang lainnya masih dalam keadaan sehat dan mampu meraup penjualan yang positif,” kata dia. Hingga akhir Juni Matahari mengantongi penjualan sebesar Rp 10 triliun dari jumlah toko sebanyak 156 cabang.(*/berbagai sumber/tim redaksi 06)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: