Latest News
You are here: Home | Tekstil | Tekstil Hulu dalam Kondisi Darurat, Produsen Mengadu ke Jokowi
Tekstil Hulu dalam Kondisi Darurat, Produsen Mengadu ke Jokowi

Tekstil Hulu dalam Kondisi Darurat, Produsen Mengadu ke Jokowi

Duniaindustri.com (September 2019) – Digempur produk impor hingga dalam kondisi darurat, produsen tekstil hulu ‘mengadu’ ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kondisi darurat itu tergambar dari utilisasi (tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang) industri turun tajam, neraca perdagangan produk menuju defisit, hingga penutupan lini produksi sejumlah pabrik.

“Kami dari Apsyfi menyampaikan dalam pertemuan dengan Presiden Jokowi bahwa industri sedang dalam kondisi darurat. Kami usulkan langkah penyelamatan melalui safeguard dengan besaran yang menjamin industri pulih,” kata Sekjen Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSYFI), Redma Gita Wirawasta, kepada Duniaindustri.com di Jakarta, Jumat (20/9).

Menurut dia, kondisi darurat itu bertolakbelakang dengan profil industri tekstil hulu di Indonesia yang menempati peringkat ke-5 terbesar di dunia untuk poliester dan peringkat ke-3 terbesar di dunia untuk rayon. “Kapasitas polyester Indonesia 1,7 juta ton (ke-5 terbesar dunia) dan rayon (800 ribu ton) terbesar ke-3 dunia,” ujarnya.

Namun, lanjut dia, utilisasi produksi dalam negeri setiap tahunnya terus turun hingga saat ini hanya 55%, anjlok drastis dibanding posisi2018 sebesar 68%. Pelemahan itu akibat turunnya konsumsi bahan baku produsen benang dan kain yang berakibat pada tutupnya 2 perusahaan hulu di tahun 2017 dan penghentian beberapa lini produksi di tahun 2019.

“Penurunan konsumsi bahan baku produsen benang dan kain disebabkan oleh semakin banjirnya produk impor benang, kain hingga pakaian jadi di pasar domestik,” paparnya.

Dia menambahkan pada 2018 neraca perdagangan garmen surplus US$ 7,7 miliar, namun neraca perdagangan untuk tekstilnya defisit US$ 4,5 miliar. Dengan demikian, surplus total neraca perdagangan TPT hanya tinggal US$ 3,2 miliar, padahal pada 2007 neraca perdagangan TPT mencapai US$ 7 miliar. Demikian juga di semester I 2019, neraca perdagangan garment masih US$ 3,5 miliar. Sedangkan untuk tekstilnya masih defisit US$ 1,8 miliar sehingga neraca perdagangan total TPT hanya US$ 1,8 miliar,” paparnya.

Di pasar domestik, Redma menjelaskan, konsumsi tekstil dan produk tekstil (TPT) yang diserap masyarakat tumbuh rata-rata 4,7% dari periode 2008 sebesar 5,23 kilogram menjadi 8,13 kg per kapita pada 2018. Namun rata-rata pertumbuhan impor TPT yang mencapai 10,4% menyebabkan pertumbuhan konsumsi masyarakat hanya dinikmati oleh produk impor dan mengurangi pangsa pasar produk lokal di pasar domestik.

Utilisasi produksi semester 1 2019 untuk produsen serat hanya 55%, benang 50%, kain 40% bahkan garment ikut turun menjadi 70% karena produsen lokal mulai diserang oleh pakaian jadi impor melalui e-commerce.

Redma menjelaskan usulan langkah kebijakan tanggap darurat untuk menyelamatkan industri TPT melalui revisi Permendag No 64 tahun 2017. Barang yang sudah dapat diproduksi di Indonesia (HS 52, 54-63) hanya dapat diimpor oleh produsen (APIP) sebagai bahan baku yang tidak dapat diperjualbelikan dengan jumlah terbatas (kuota). Sedangkan untuk yang belum bisa diproduksi (HS 50,51,53) bisa diberikan izin untuk API-U melalui PLB setelah dilakukan Verifikasi Surveyor di pelabuhan asal muat barang (menghindari pelarian HS, under invoice dan volume).

Selain itu, perlu pengenaan safeguard sementara selama 3 tahun dari hulu ke hilir dengan besaran bea masuk yang menjamin industri dalam negeri bisa pulih dan sehat agar bisa kembali menguasai pasar domestik disertai upaya perbaikan untuk meningkatkan dayasaing.

Sebelumnya, Ketua Umum IKATSI, Suharno Rusdi memperkirakan saat ini ada sekitar 1,5 juta bal benang dan 970 juta meter kain stok yang menumpuk di gudang-gudang industri tekstil karena tidak bisa terjual. “Kira-kira senilai Rp. 30 triliun atau setara dengan 2 sampai 3 bulan stok,” tegas Rusdi dalam keterangan tertulis yang diterima Duniaindustri.com di Jakarta, Rabu (28/8).

Tingginya stok ini membuat industri tekstil kesulitan memutar modal kerja nya karena siklus modal kerja disektor tekstil sangat cepat. “Kalau dibiarkan berlarut dan stoknya lebih banyak maka dalam 2 sampai 3 bulan kedepan akan ada perusahaan yang tidak mampu membayar upah karyawan bahkan tidak mampu bayar pesangon,” tambahnya. “Hanya beberapa perusahaan yang bermodal kerja kuat saja yang mampu bertahan,” tegasnya.

Kemudian Suharno menjelaskan bahwa IKATSI telah menyampaikan secara resmi kepada beberapa Menteri terkait. “Intinya kami meminta pemerintah mengubah kebijakan perdagangan agar lebih pro produk dalam negeri dan bisa menguasai pasar domestik, sambil kita tingkatkan dayasaing agar bisa lebih bersaing untuk ekspor,” jelasnya.

Hasil analisa Tim IKATSI yang disampaikan ke pemerintah menyebutkan7 point utama untuk meningkatkan dayasaing yaitu Bahan Baku, energi, SDM, Pasar, Teknologi, Fiskal-Moneter dan Lingkungan. “Tahun ini kita butuh penyelamatan industri dulu, kita minta pemerintah stop impor kecuali impor untuk tujuan ekspor, dalam tiga tahun kedepan kita minta pemerintah terapkan trade remedies untuk mensubstitusi impor dan mendorong investasi dan dalam 5 tahun kedepan kita harus kerjakan agenda peningkatan daya saing yang 7 point tersebut plus harus ada undang-undang ketahanan sandang,” jelas Rusdi. (*/tim redaksi 05/Safarudin/Indra)

 

Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:

Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Annual report

* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 171 database, klik di sini

** Butuh competitor intelligence, klik di sini

*** Butuh copywriter specialist, klik di sini

**** Butuh content provider (branding online), klik di sini

***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini

Database Riset Data Spesifik Lainnya:

  • Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 171 database, klik di sini
  • Butuh 23 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
  • Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
  • Butuh 8 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
  • Butuh 9 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
  • Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
  • Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
  • Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
  • Butuh copywriter specialist, klik di sini
  • Butuh content provider (online branding), klik di sini
  • Butuh market report dan market research, klik di sini
  • Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini

Duniaindustri Line Up:

detektif industri pencarian data spesifik
Riset Pasar dan Data Outlook Kosmetik 2014-2020 (Top 10 Perusahaan Kosmetik & Market Analysis)
Riset Data Populasi Mobil 1950-2025 (Market Analysis Persaingan Pangsa Pasar Mobil)

Pemasok alkes berkualitas dan termurah:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top