Duniaindustri.com (September 2016) – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menaikkan tarif cukai sebesar 13,46 % untuk jenis hasil tembakau Sigaret Putih Mesin (SPM). Kebijakan tersebut ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.010/2016.
Sedangkan tarif cukai rokok terendah sebesar 0% untuk hasil tembakau Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan IIIB. Selain itu, kenaikan rata-rata tertimbang sebesar 10,54% dan kenaikan harga jual eceran (HJE) dengan rata-rata sebesar 12,26%.
“Kenaikan rata-rata tertimbang adalah sebesar 10,54%,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers.
Pertimbangan kenaikan tarif cukai rokok antara lain pengendalian produksi, tenaga kerja, rokok ilegal, dan penerimaan cukai. Pemerintah menyadari bahwa rokok merugikan kesehatan masyarakat sehingga harus dibatasi. Hal ini sejalan dengan prinsip pengenaan cukai yaitu untuk mengendalikan konsumsi dan mengawasi peredaran.
Selain aspek kesehatan, pemerintah juga perlu memperhatikan aspek lain dari rokok, yaitu tenaga kerja, peredaran rokok ilegal, petani tembakau, dan penerimaan negara. Oleh karena itu, seluruh aspek tersebut perlu dipertimbangkan secara komprehensif dan berimbang dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan harga dan cukai rokok.
Pada semester I 2016, volume penjualan industri rokok turun 0,5% menjadi 142 miliar batang dibanding periode yang sama tahun lalu, menurut data PT Gudang Garam Tbk (GGRM). Meski volume penjualan turun, Gudang Garam (emiten produsen rokok dengan pangsa pasar terbesar kedua di Indonesia) masih dapat mencatatkan peningkatan pendapatan sebesar 11,2% menjadi Rp 37 triliun dari sebelumnya Rp 33,2 triliun, ditopang kenaikan harga jual.
“Volume penjualan industri rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM) full flavor, yang merupakan 77% dari total volume penjualan perseroan, turun sebesar 2,4% menjadi 28,9 miliar batang. Di kategori SKM rendah tar dan nikotin (SKM LTN), volume penjualan turun sebesar 1,6% menjadi 4,6 miliar batang, sementara volume penjualan SKT (sigaret kretek tangan) meningkat sebesar 1,9% menjadi 4,2 miliar batang,” tulis manajemen Gudang Garam dalam keterangan tertulis.
Pangsa Tergerus
Pangsa pasar industri rokok berpotensi turun 1%-2% pada 2016 sebagai dampak kenaikan cukai rokok sebesar 15% berdasarkan perhitungan rata-rata tertimbang (weighted average) dan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) rokok menjadi 8,7%.
“Kami khawatir tambahan kenaikan tarif cukai atau PPN rokok dapat menyebabkan tekanan yang lebih dalam bagi industri (pangsa pasar industri rokok) serta menimbulkan dampak yang tidak baik bagi pekerja di segmen sigaret kretek tangan (SKT) yang saat ini memperkerjakan ratusan ribu karyawan dalam proses produksinya,” tutur Presiden Direktur Sampoerna Paul Janelle.
Menurut Janelle, kondisi perekonomian tahun ini masih lemah. Kendati Sampoerna masih mampu menguasai pangsa pasar industri rokok Indonesia sebesar 34,1 persen, kinerja industri rokok nasional sepanjang kuartal pertama 2016 mengalami penurunan sebesar 5,9 persen.
Janelle berharap pemerintah bisa menerapkan kebijakan cukai yang adil, bisa diprediksi, serta memberikan kepastian usaha dalam rangka melindungi usaha dalam negeri, baik untuk petani maupun industri secara umum.
Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 198/PMK.10/2015 yang diteken Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro pada 6 November 2015 Tentang Perubahan Kedua PMK 179/PMK.011/2012 Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, kenaikan tarif cukai rokok terbesar ada pada rokok sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih sebesar 12,96-16,47 persen, kemudian rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM) sebesar 11,48-15,66 persen, dan sigaret kretek tangan (SKT) sebesar 0-12 persen.
Naiknya tarif cukai rokok tersebut diharapkan dapat memenuhi target penerimaan negara dari cukai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 yang dipatok sebesar Rp 146,4 triliun.(*/berbagai sumber/tim redaksi 03)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: