Latest News
You are here: Home | Baja | Struktur Industri Nasional Rapuh, Masih Bergantung Impor
Struktur Industri Nasional Rapuh, Masih Bergantung Impor

Struktur Industri Nasional Rapuh, Masih Bergantung Impor

Duniaindustri.com (Agustus 2015) – Salah satu dampak paling terlihat dari pelemahan kurs rupiah hingga sempat menembus Rp 14.140/US$ tentu di sektor industri nasional. Soalnya, struktur industri nasional masih sekitar 64% mengandalkan bahan baku, bahan penolong, dan bahan pendukung dari impor.

Mantan Menteri Keuangan era Soeharto, Fuad Bawazier, menilai struktur industri RI masih banyak ditopang komponen impor. “Struktur industri kita seperti tukang jahit, lebih banyak komponen impornya. Jadi kalau kurs rupiah tertekan, ekspor RI juga terpukul,” kata Fuad dalam sebuah diskusi di Jakarta.

Fuad mengatakan, memang seharusnya ketika terjadi gejolak rupiah, para pelaku usaha berorientasi ekspor mendapat keuntungan. Akan tetapi yang terjadi, di sektor industri manufaktur banyak sekali komponen impor. Di sisi lain, menjual hasil mentah pun tak semenarik ketika krisis 1998 silam. Hal tersebut disebabkan harga-harga komoditas dunia saat ini tengah alami penurunan.

“Tahun 1998, saya ingat betul petani kakao senang. Ketika dolar AS Rp 15.000/US$, mendadak mereka menjadi kaya,” kenang Fuad.

Salah satu industri yang kini sedang tertekan depresiasi kurs adalah industri ban. Ketua Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia, Aziz Pane dalam diskusi sama mengatakan, industri ban amat terpuruk dengan kurs rupiah yang menembus level Rp 14.000/US$.

“Local content industri ban hanya 15 persen. Oleh karena itu, dengan dollar AS naik, walaupun orientasinya ekspor, tapi kita banyak impornya. Artinya, bisnisnya bisa anjlok (gara-gara kurs),” sebut Aziz.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance, Enny Sri Hartati membenarkan pengakuan pelaku usaha, bahwa industri RI masih banyak didukung oleh impor.

Menurut Enny, perang mata uang hanya bisa dilakukan oleh negara yang manufakturnya tidak tergantung pada impor. “Indonesia penghasil karet alam terbesar. Bagaimana mungkin, struktur biaya produksinya dari dalam negeri hanya 15-17 persen? Ini kan artinya kita ekspor komoditas, lalu untuk membuat ban harus impor lagi,” ucap Enny.

Rata-rata 64%
Sekitar 64% dari total bahan baku, bahan penolong, serta barang modal dari industri nasional masih bergantung pada impor untuk mendukung proses produksi, menurut data Kementerian Perindustrian. Karena itu, mayoritas industri rentan terhadap fluktuasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Pada 25 Agustus 2015, kurs rupiah ditutup kian lemah, mencapai Rp14.096/US$, melemah 4 poin dari posisi sehari sebelumnya Rp14.054/US$. Itu berarti, kurs rupiah terhadap dolar AS pada posisi Rp 14.096/US$ telah melemah 20,3% dibanding hari yang sama tahun lalu (15/8/2014) di posisi Rp 11.714/US$, mengutip data Bloomberg.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian yang diperoleh Duniaindustri.com, rata-rata impor bahan baku, bahan penolong, serta barang modal itu berasal dari sembilan sektor industri yakni perrnesinan dan logam, otomotif, elektronik, kimia dasar, makanan dan minuman, pakan ternak, tekstil dan produk tekstil (TPT), barang kimia lain, serta pulp dan kertas.

Sekitar 64% industri itu mendominasi nilai produksi industri nasional sebesar 80% serta menyumbang 65% penyerapan tenaga kerja. Hal itu menunjukkan peran strategis dari sembilan sektor industri tersebut.
Data Kementerian Perindustrian menunjukkan, neraca perdagangan enam dari sembilan industri itu ternyata defisit karena impor lebih besar dibandingkan ekspor. Total impor bahan baku dan bahan penolong dari 64% industri nasional itu mencapai sekitar 67,9%, impor barang modalnya mencapai 24,6%, dan impor barang konsumsinya 7,5%.

Menyadari hal itu, pemerintah ingin segera mengatasi masalah tersebut karena menjadi prioritas Kementerian Perindustrian. Salah satu caranya mempercepat program hilirisasi agar ketergantungan bahan baku impor semakin kecil.

Selama ini, banyak sumber daya alam Indonesia baik di bidang agro maupun mineral diekspor dalam keadaan mentah, kemudian diolah di negara lain menjadi barang semijadi, dan diimpor ke Indonesia sebagai bahan baku atau bahan penolong. Karena itu, pemerintah mengamanatkan bahan mentah wajib diolah di dalam negeri agar industri hilirnya tumbuh dengan struktur yang kuat.(*/berbagai sumber)

autokilap kecil

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top