Duniaindustri.com (Agustus 2015) – Dalam beberapa waktu terakhir, kata krisis ekonomi santer terdengar dari berbagai pelosok negara, dari Amerika Serikat hingga China, bahkan dari Inggris hingga Argentina. Indonesia juga tidak ketinggalan dari dampak tersebut, terlihat dari nilai tukar rupiah yang terjun bebas ke level di atas Rp 14.000/US$, fluktuasi tajam bursa saham (IHSG), dan gelombang PHK yang menghantui sektor industri nasional.
Gejolak nilai tukar mempengaruhi hampir seluruh sendi perekonomian nasional. Hal itu jelas terlihat di sektor-sektor industri yang masih bergantung pada bahan baku impor. Sebut saja, industri baja masih membutuhkan scrab impor hingga 70%, industri farmasi butuh bahan baku obat sekitar 70%-75%, industri makanan membutuhkan impor gandum 95%, industri tekstil membutuhkan impor kapas 75%, industri petrokimia membutuhkan impor nafta sekitar 60%, industri elektronik dan otomotif membutuhkan impor special steel sekitar 35%. Ketergantungan impor bahan baku ini mendongkrak biaya produksi yang akhirnya harus diteruskan ke konsumen.
Namun, saat krisis di mana daya beli konsumen melemah, kenaikan biaya produksi yang diwujudkan dalam kenaikan harga jual justru jadi bumerang. Penurunan penjualan menjadi hal yang wajar di kala krisis. Target yang semula dibuat dengan persentase pertumbuhan tinggi, terpaksa harus dikoreksi untuk menyesuaikan pasar. Persaingan di pasar makin ketat karena pesaing mulai menurunkan harga untuk mempertahankan kelangsungan bisnis. Efisiensi ditingkatkan hingga batas maksimum, sebelum mengurangi tenaga kerja.
Menurut Duniaindustri.com, gambaran di atas menunjukkan rentannya pelaku industri di seluruh sektor untuk terjangkit dampak negatif krisis ekonomi. Untuk itu, pemerintah perlu memberikan stimulus untuk menggerakkan roda sektor produksi.
Duniaindustri.com menilai krisis ekonomi pasti terjadi, kapanpun itu. Selama 10 tahun terakhir ini, Indonesia telah diguncang dua krisis ekonomi skala global yang membuat tatanan ekonomi berantakan. Namun, pada saat yang bersamaan, krisis juga bisa melahirkan pelaku industri baru yang mampu menjawab tantangan zaman.
Krisis ekonomi tahun 1997-1998 membawa akibat positif bagi dunia bisnis Indonesia karena munculnya pengusaha-pengusaha baru dari dalam negeri. Kemunculan pengusaha baru ini menguntungkan pemerintah Indonesia karena membantu menciptakan lapangan kerja baru dan mengurangi pengangguran.
Sedangkan krisis finansial global tahun 2008 baru akan dirasakan akibatnya di Indonesia pada tahun 2009. Gelombang PHK terjadi dimana-mana. Angka pengangguran yang belum terserap lapangan kerja saja masih jutaan. Ditambah pengangguran akibat PHK yang mencapai jutaan juta. Hal ini diperparah lagi dengan kondisi perusahaan yang belum mampu membuka lapangan kerja baru. Akhirnya dari kesulitan ini, muncullah peluang baru, berupa bisnis-bisnis tahan krisis.
Salah satu jenis bisnis tahan krisis adalah industri kreatif. Bahkan Pemerintah Indonesia sendiri mencanangkan tahun 2009 sebagai Tahun Industri Kreatif. Sedangkan target yang ditetapkan pemerintah sepanjang tahun 2009, industri kreatif ini mampu mencetak omzet Rp 112 triliun. Sebuah angka yang fantastis tentunya ditengah terpuruknya kondisi perekonomian kita. Industri kreatif dianggap tahan krisis karena industri ini bermodal kreativitas. Dengan jumlah penduduk mencapai 252 juta jiwa, negara kita tentu sangat potensial untuk tumbuh kembangnya industri yang bermodal kreativitas.
Berikut ini 7 upaya pelaku industri untuk bertahan dari krisis:
1. Intuisi Pengusaha
Intuisi adalah modal paling utama pada industri kreatif. Intuisi ini hanya dapat dirasakan oleh kita. Seringkali orang awam menyebutnya “feeling”. Banyak pengusaha yang mengandalkan intuisi untuk membangun dan membesarkan usahanya. Seringkali usahanya menjadi besar tanpa perhitungan yang rumit sehingga membuat orang terkagum-kagum dibuatnya.
Namun sebagian pengusaha yang lain musti berupaya keras untuk memahami intuisinya. Pengusaha jenis ini seringkali ketinggalan moment untuk melakukan eksekusi bisnis karena terlalu banyak pertimbangan. Untuk dapat menguasai intuisi secara cepat, dapat dilakukan dengan melakukan latihan rutin setiap hari. Coba istirahatkah pikiran. Gunakan perasaan untuk menilai baik buruknya melakukan eksekusi bisnis. Jika perasaan sudah tidak enak atau tidak cocok, segera tinggalkan. Jika kita merasa cocok atau yakin, segera lakukan meskipun perhitungan diatas kertas tidak mendukung. Begitu seterusnya diulang-ulang sampai akhirnya kita terbiasa menggunakan intuisi kita.
2. Produk yang memiliki lifetime lama, bisa dijual dalam kondisi apapun
Bagian ini akan memukul telak para pelaku bisnis latah alias pebisnis yang suka meniru pebisnis lain. Untuk dapat menjadi bisnis yang tahan krisis, produk yang kita miliki haruslah spesifik, lifetime-nya lama, dan bisa dijual dalam kondisi apapun. Contohnya adalah iklan dinamis. Produk yang satu ini akan disukai orang banyak, apalagi jika sifatnya orisinil. Bahkan banyak pula biro iklan yang akhirnya meniru, meskipun mereka nantinya hanya akan bertahan sebentar saja.
Melahirkan produk yang spesifik, lifetime-nya lama dan bisa dijual dalam kondisi apapun itu membutuhkan kreatifitas luar biasa tinggi. Setidaknya kita juga harus berpikir jauh ke depan untuk melihat kemungkinan produk kita tetap disukai konsumen dalam waktu 10 tahun mendatang. Anda berani berpikir seperti ini?
3. Strategi tahan krisis
Salah satu strategi tahan krisis adalah membuat organisasi bisnis yang ramping dan lentur menghadapi berbagai perubahan. PHK banyak terjadi karena perusahaan tidak mampu membiayai organisasi bisnisnya yang tambun. Membentuk organisasi bisnis yang ramping dan lentur pun masih belum cukup. Harus ditambah dengan fleksibilitas, yakni dapat beroperasi dimana saja dalam keadaan apa saja (misalnya beroperasi tanpa kantor dan gaji masing-masing karyawan hanya tinggal separuhnya). Disini kita harus menyusun sistem yang mendukung sistem operasi seperti ini.
4. Kecerdasan Pengusaha
Tidak seperti karyawan yang dipersyaratkan lulus pendidikan formal tertentu, pengusaha itu bisa berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari yang tidak makan sekolahan sampai yang pendidikannya tinggi. Tingkat kecerdasan pengusaha pun bermacam-macam. Namun yang paling beruntung adalah pengusaha yang mampu menguasai teknologi informasi dan informasi faktual dengan baik dan benar. Jenis pengusaha seperti ini tidak akan tergantung pada kecerdasan karyawannya, sehingga beroperasi seorang diri pun ia akan sanggup. Ini menjadikannya seorang pengusaha yang fleksibel dan berpotensi tinggi untuk tahan krisis.
5. Mencermati & Mempelajari Fakta Tren Saat Ini
Seringkali kita mengabaikan tren yang terjadi pada saat ini. Padahal tren saat ini akan mempengaruhi tren kedepan. Contohnya adalah tren menipisnya cadangan minyak dunia. Sudah jelas bahwa cadangan minyak dunia akan habis. Jika kita tetap bertahan di bisnis itu, apakah kita akan mendapatkan keuntungan di masa depan? Kita hanya akan mendapatkan keuntungan jika mampu menciptakan bahan bakar alternatif.
6. Tren ke Depan
Banyak pengusaha yang hanya berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini dan mengikuti arus saja. Padahal banyak perusahaan besar yang mati-matian melakukan riset untuk membuat tren kedepan. Pada akhirnya, yang bertahan adalah perusahaan yang mampu menciptakan tren kedepan. Misalnya tren masa depan orang melakukan transportasi melalui udara (karena jalanan di darat penuh sesak), maka hanya perusahaan yang mampu menciptakan alat transportasi melalui udara sajalah yang akan bertahan di masa depan.
7. Mampu Mendobrak Pasar
Pasar itu diciptakan! Bukan kita berbisnis hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar. Lihatlah contohnya air minum dalam kemasan (AMDK). Tahun 1970-an, orang mungkin akan mencibir ketika kita minum AMDK. Tapi sekarang, saat pencemaran ada dimana-mana dan air bersih sulit didapat, maka orang membutuhkan air bersih yang bisa dikonsumsi setiap saat. Pada saat jaman makin maju dan waktu pribadi makin tersita, maka orang makin membutuhkan AMDK. Itulah mengapa perusahaan AMDK bisa berjaya saat ini. Bukan tidak mungkin 30 tahun lagi kita membutuhkan UDK (Udara Dalam Kemasan) karena makin parahnya polusi udara di kota-kota besar. Mampukah Anda mendobrak pasar dengan produk seperti ini?
Bisnis tahan krisis itu diciptakan, bukan muncul karena keberuntungan. Sedangkan krisis ekonomi itu pasti akan terjadi, kapanpun dapat terjadi.(*/berbagai sumber)