Duniaindustri.com (Januari 2021) — Bank Indonesia (BI) mengakui sistem pembayaran digital tumbuh signifikan di era pandemi. Otoritas itu kemudian menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.22/23/PBI/2020 tentang Sistem Pembayaran (PBI Sistem Pembayaran).
Aturan baru ini baru akan berlaku pada 1 Juli 2021 mendatang. PBI ini sebagai payung hukum bagi pelaksanaan bisnis di era digital khususnya berkaitan dengan sistem pembayaran digital.
Asisten Gubernur, Kepala Departemen Sistem Pembayaran, Filianingsih Hendarta menjelaskan bahwa perkembangan industri berbasis digital menjadikan kebutuhan pembayaran secara digital pun meningkat tajam. Namun tuntutan kemudahan dalam bertransaksi tersebut terdapat risiko besar yang juga turut mengikuti. Oleh sebab itu demi memaksimalkan peluang bisnis di era digital dan memitigasi potensi risiko besar dalam setiap transaksinya diperlukan aturan main yang komprehensif.
“Kita lihat namanya inovasi itu kesempatan tidak datang sendirian, dia datang bersama risikonya, jadi kita harus melihat bagaimana mengoptimalkan inovasi tetapi memitigasi risiko. Jadi BI tidak mau kehilangan potensi dan tidak ingin nantinya ada gangguan pada stabilitas sistem keuangan,” ujar Filianingsih dalam keterangan pers virtual bersama awak media, pekan lalu.
Menurut dia, PBI yang baru ini diluncurkan untuk mengharmonisasi 135 ketentuan atau aturan terkait dengan sistem pembayaran digital. Banyaknya aturan yang selama ini diterbitkan oleh BI karena mengikuti pola dan perkembangan bisnis di era digital yang begitu masif dan sangat cepat perkembangannya.
Namun dengan ratusan ketentuan yang telah ada, membuat para pelaku usaha kerap kesulitan dalam memahami aturan-aturan yang sesuai dengan aktifitas usahanya. Oleh karenanya demi simplifikasi dan mempermudah para investor atau pelaku usaha, maka aturan ini dikeluarkan.
“Kalau ketentuannya saja selama ini ada 135 makanya itu kita perlu lakukan reformasi karena tentu itu membuat pusing pelaku usaha. Kita berusaha mencari titik temu, jadi apa yang kita lakukan kita lakukan reformasi pengaturan, ditata, struktur industri,” sambungnya.
Adapun pokok-pokok yang diatur dalam PBI Sistem Pembayaran ini antara lain; i) visi sistem pembayaran Indonesia, ii) kewenangan BI di bidang sistem pembayaran, iii) tujuan dan ruang lingkup penyelenggaraan sistem pembayaran, iv) komponen sistem pembayaran, v) penyelenggara jasa sistem pembayaran, vi) perizinan Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) dan penetapan Penyelenggara Infrastruktur sistem pembayaran (PIP), vii) Aktivitas PJP, PIP, dan Penyelenggara Penunjang, viii) inovasi teknologi sistem pembayaran, ix) pengawasan penyelenggaraan sistem pembayaran, x) pengelolaan data dan/atau informasi terkait sistem pembayaran.
Penerbitan PBI Sistem Pembayaran akan ditindaklanjuti dengan penyusunan peraturan pelaksanaan untuk mendukung implementasi reformasi pengaturan. “Pada saat PBI ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai sistem pembayaran di BI dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam PBI,” pungkasnya.
Tumbuh Pesat
Inovasi keuangan digital termasuk digital banking tumbuh pesat di era pandemi, mengingat karakteristik yang sesuai dengan pembatasan aktivitas fisik untuk mencegah penyebaran virus Covid-19. Menjamurnya financial technology (fintech), penggunaan e-money, serta sistem pembayaran digital menjadi trend yang terus meroket dalam beberapa tahun terakhir.
Salah satu pemicu maraknya pertumbuhan inovasi keuangan digital ini disebabkan adanya kesenjangan pembiayaan yang tak mampu disentuh oleh lembaga keuangan tradisional. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan adanya kesenjangan finansial (financial gap) yang terjadi di Indonesia sebesar US$ 165 miliar, karena belum mampu tersentuh dukungan pembiayaan dari perbankan maupun lembaga keuangan lainnya.
Seperti diungkapkan Dino Milano Siregar, Direktur Inovasi Digital Finansial Otoritas Jasa Keuangan (OJK), baru-baru ini dalam diskusi virtual di Jakarta. “Potensi di Indonesia memang luar biasa, dengan peringkat 16 ekonomi terbesar secara global, dan ada kurang lebih 175 juta pengguna internet saat ini. Kemudian, ada financing gap sebesar US$ 165 miliar yang memang perlu kita sentuh, supaya ini bisa masuk menjadi suatu benefit buat negara kita,” ujarnya.
Besarnya financial gap, menurut Dino, juga dapat terlihat dari banyaknya usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang belum tersentuh dukungan dari lembaga keuangan dan perbankan. “Ada 70% UMKM di negeri ini yang masuk belum tersentuh lembaga keuangan, apalagi digital keuangan. Padahal kurangnya akses kredit dinilai menjadi salah satu kendala utama dalam pertumbuhan UMKM,” jelasnya.
Karena itu, lanjut dia, tidak heran kehadiran fintech berkembang sangat pesat. “Fintech bisa menjadi solusi untuk mengisi kesenjangan pembiayaan, karena lebih hemat biaya dan saluran yang efisien untuk menjangkau jarak jauh komunitas yang tidak terlayani oleh tradisional lembaga keuangan,” ujarnya.
Menurut dia, OJK telah mengidentifikasi sekitar 84 jenis inovasi keuangan digital yang terbagi dalam 15 kluster. Sampai saat ini, sudah ada 155 peer to peer lending yang sudah tercatat di OJK, dan 33 di antaranya sudah memiliki izin. Selain itu ada 3 equity crowd funding yang sudah diberi izin oleh OJK. Di sisi lain Bank Indonesia juga mengeluarkan perizinan terhadap 37 fintech yang terkait dengan sistem pembayaran.
Untuk mengantisipasi pertumbuhan yang pesat dari fintech, OJK menerapkan smart regulatory approach untuk inovasi fintech. Hal itu dilakukan sebagai jembatan terkait upaya OJK mengatur fintech. “Fintech kalau diatur secara ketat, dia akan sangat terbatas, kalau tidak diatur maka dia akan berkembang secara liar. Kami mengatur secara pelan, tapi kemudian berharap seiring dengan bertumbuhnya itu maka keamanan bertransaksi dengan pengembangan pelayanannya juga bisa berkembang semakin baik,” jelasnya.(*/berbagai sumber/tim redaksi 04 & 05/Safarudin/Indra)
Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:
Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 215 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di siniDatabase Riset Data Spesifik Lainnya:
- Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 215 database, klik di sini
- Butuh 25 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
- Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
- Butuh 16 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
- Butuh 11 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
- Butuh 17 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
- Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
- Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
- Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
- Butuh copywriter specialist, klik di sini
- Butuh content provider (online branding), klik di sini
- Butuh market report dan market research, klik di sini
- Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
- Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customized direktori database perusahaan, klik di sini
Duniaindustri Line Up:
detektif industri pencarian data spesifik
Portofolio lainnya:
Atau simak video berikut ini: