Duniaindustri.com (April 2016) – Singapura menggeser posisi Hongkong sebagai pusat keuangan terbesar ketiga di dunia, berdasarkan survei lembaga riset yang berbasis di London, Z/Yen Group. Peringkat negara kecil di Asia Tenggara itu berada di bawah London dan New York, serta dua poin di atas Hong Kong dalam laporan Indeks Pusat Keuangan Global, yang dipublikasikan website perusahaan tersebut.
Indeks tersebut, yang memiliki skala seribu poin, didasarkan pada survei terhadap 2.520 jasa keuangan professional, menurut Z/Yen Group. Peringkat tersebut merefleksikan bidang kompetitif utama seperti lingkungan bisnis, pengembangan sektor keuangan dan infrastruktur dari 86 kota di seluruh dunia yang di-cover dalam survei itu.
Sementara, Tokyo menempati posisi kelima dan Zurich setingkat di bawahnya, menurut indeks tersebut. Z/Yen Group kali pertama mempublikasikan survei ini pada Maret 2007.
Data resmi terbaru menyebutkan, Singapura tertinggal dari Hong Kong dalam hal total dana kelolaan. Aset yang dimiliki industri pengelolaan dana Singapura melonjak 30 persen menjadi S$2,36 triliun (US$1,75 triliun) pada 2014, angka terakhir yang tersedia, menurut Monetary Authority of Singapore.
Sedangkan di Hong Kong mencapai HK$17,7 triliun (US$ 2,3 triliun) pada tahun itu, menurut Securities and Futures Commission setempat.
Pemodal Indonesia
Sementara itu, jumlah investor saham di Indonesia sepanjang 2015 mengalami pertumbuhan 19% dari 364.465 orang per akhir Desember 2014 menjadi 433.607 orang per 28 Desember 2015, menurut data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Kenaikan tersebut menjadi yang tertinggi sejak kewajiban penerapan kepemilikan single investor identification (SID) diterapkan di pasar modal pada 2012.
Direktur Utama KSEI Margeret M. Tang dalam siaran persnya menjelaskan, peningkatan jumlah investor tersebut merupakan hasil dari upaya yang telah dilakukan KSEI, dengan dukungan dan kerjasama yang baik dari OJK, BEI, KPEI, Perusahaan Efek, akademisi maupun emiten. Margaret menambahkan, program kerjasama dengan perusahaan efek dan emiten serta akademisi akan kembali digencarkan di tahun mendatang karena program seperti ini efektif menarik minat masyarakat untuk mengenal investasi di pasar modal. Program yang dijalankan mencakup pembukaan rekening efek yang dilanjutkan dengan sesi edukasi, khususnya mengenai Fasilitas AKSes.
Sejalan dengan peningkatan jumlah investor, KSEI selaku Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, melakukan serangkaian pengembangan infrastruktur untuk mendukung efisiensi bisnis operasional para pelaku di pasar modal. KSEI berhasil menyelesaikan salah satu milestone pasar modal Indonesia, yaitu fasilitas penyelesaian transaksi dana melalui sistem Bank Indonesia (BI-RTGS) yang memungkinkan Pemegang Rekening KSEI untuk melakukan penyelesaian dana secara lebih mudah dan cepat, karena menggunakan sistem bank sentral yang lebih terpusat.
Pengukuhan kerjasama untuk menambah jumlah Bank Administrator Rekening Dana Nasabah (Bank RDN) dari sebelumnya 6 bank menjadi 9 bank, termasuk bank syariah, merupakan langkah konkrit yang dilakukan KSEI untuk semakin mempermudah proses transaksi efek, sekaligus memperluas jaringan pasar modal dalam rangka menuju AKSes Financial Hub. “Apabila memang perlu dan memungkinkan, tidak tertutup kemungkinan jika KSEI akan menambah kembali jumlah bank RDN, agar sinergi pasar modal dan jaringan perbankan semakin luas, dimana kami harapkan kedepannya pembelian produk-produk pasar modal, seperti pembelian saham IPO dan reksadana dapat dilakukan melalui jaringan perbankan antara lain ATM, internet banking dan sebagainya,” kata Margeret.
Sinergi KSEI dengan infrastruktur Bank RDN ini dikembangkan melalui jaringan ATM, internet banking dan mobile banking, dengan demikian ke depannya investor dapat melakukan instruksi penarikan dana RDN, instruksi pembelian/penjualan unit penyertaan reksadana, pembelian IPO, dan lainnya.
Jumlah efek yang tercatat di C-BEST sampai dengan tanggal 28 Desember 2015 naik menjadi 1.335, dibanding tahun sebelumnya yaitu 1.249. Namun, total aset menurun 7% dibanding tahun sebelumnya, dari Rp 3.198,03 triliun menjadi Rp 2.984,76 triliun. Penurunan ini sejalan dengan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Walaupun terjadi penurunan aset, namun terjadi peningkatan frekuensi penyelesaian transaksi Efek dan instruksi harian.
Sampai dengan akhir tahun 2015, KSEI mencatat peningkatan frekuensi penyelesaian transaksi Efek sebesar 14% dari 3.100.600 (Januari – Desember 2014), dibandingkan dengan periode yang sama tahun ini yang mencapai 3.533.898 (Januari-28 Desember 2015). Rata-rata instruksi harian juga meningkat sekitar 14% dari 12.812 instruksi menjadi 14.543 (Januari-28 Desember 2015) instruksi dibanding periode yang sama tahun lalu.
Total saham yang tercatat di C-BEST sampai dengan tanggal 28 Desember 2015 masih didominasi kepemilikan investor asing. Secara presentasi, komposisi kepemilikan lokal maupun asing tidak mengalami perubahan namun secara nilai keduanya mengalami penurunan akibat penurunan IHSG. Investor lokal semakin mendominasi kepemilikan Obligasi Korporasi dan Sukuk.
Berdasarkan data yang tercatat di C-BEST per tanggal 28 Desember 2015, persentase kepemilikan investor lokal naik menjadi 93% dari sebelumnya 91%. Secara nilai, terdapat peningkatan baik pada kepemilikan investor asing maupun lokal.(*/berbagai sumber/tim redaksi 04)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: