Duniaindustri.com (Maret 2019) — Pemerintah tengah mempersiapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru terkait besaran tarif pungutan ekspor kelapa sawit.
“Yang dicarikan mekanismenya yang lebih representatif terhadap harga yang aktual,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan di Jakarta, Rabu.
Oke menyampaikan mekanisme PMK untuk pungutan tersebut akan berbeda dengan sebelumnya. Di dalam PMK tersebut, lanjutnya, akan diatur mengenai batas harga sawit yang akan dikenakan pungutan ekspor.
Sementara pada aturan sebelumnya, yakni PMK 152 Tahun 2018 pungutan ekspor sawit didasarkan pada harga referensi 570 dolar AS. “PMK untuk pungutan itu akan beda,” ujar Oke. Mengenai besaran referensi harga sawit lebih lanjut diatur di dalam PMK yang akan diterbitkan.
Industri sawit mulai bangkit dari keterpurukan karena rendahnya harga CPO global yang mencapai harga rata-rata terendah sejak Agustus 2006. Harga CPO global mulai merangkak naik, tercatat harga CPO global pada Januari 2019 bergerak antara US$ 520 – 542.50/ton dengan harga rata-rata US$ 530,7/ton.
Sebelumnya pada Desember 2018, harga CPO global bergerak di kisaran US$ 470 – 507,50/ton dengan harga rata-rata US$ 490,5/ton. “Harga yang mulai bergeliat ini dipengaruhi stok minyak sawit Indonesia dan Malaysia yang mulai menipis dan permintaan pasar global yang mulai bergeliat,” kata Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Mukti Sardjono, dalam keterangan resmi.
Sementara itu untuk perluasan mandatori biodiesel 20% (B20) kepada non-PSO sejak diberlakukan September 2018 terus berjalan secara konsisten dengan trend yang cenderung meningkat. Pada awal tahun ini, penyerapan biodiesel di dalam negeri mencapai 552 ribu ton atau naik 9% dibandingkan Desember 2018 yang hanya mencapai 507 ribu ton.
Di awal tahun 2019 ini Pemerintah berencana untuk melakukan uji coba pencampuran B30, diharapkan hasil uji coba B30 ini dapat mengakselerasi program mandatori B30 sehingga penyerapan minyak sawit di dalam negeri dapat digenjot lebih tinggi. Program mandatori biodiesel ini selain menghemat pengeluaran negara untuk impor solar dapat juga menggenjot harga minyak sawit global akibat pengurangan pasokan ke pasar global.
“Hal ini juga membuat Indonesia menjadi lebih kokoh dalam ketahanan energi dan tidak perlu lagi bergantung kepada negara tujuan ekspor yang menerapkan berbagai persyaratan yang berat,” tandas Mukti.
Sepanjang 2018, produksi CPO Indonesia pada 2018 mencapai 47,6 juta ton, terdiri atas CPO 43 juta ton dan Palm Kernel Oil (PKO) 4,2 juta ton. Angka tersebut naik sekitar 12,5% dibandingkan dengan produksi 2017, yaitu 38 juta ton.
“Secara produksi, kita tumbuh signifikan. Dan ini (47,6 juta ton) rekor tertinggi,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (6/2/2019).
Sementara ekspor CPO dan produk turunannya pada 2018 mencapai 34,71 juta ton. Angka ini meningkat 8% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 32,18 juta ton.
“Di tengah berbagai tekanan negatif terhadap industri sawit, kinerja ekspor minyak sawit dan produk turunannya meningkat 8%,” ucapnya.
Namun, ekspor CPO dan produk turunannya ke beberapa negara mengalami penurunan, misalnya India turun 12% dari 7,63 juta ton pada 2017 menjadi 6,71 juta ton. Negara-negara kawasan Timur Tengah mengalami penurunan dari 2,12 juta ton pada 2017 menjadi 1,94 juta ton pada 2018, dan Eropa turun 5% dari 5,03 juta ton pada 2017 menjadi 4,78 juta ton tahun lalu.
Joko mengatakan, penurunan ekspor CPO dan produk turunannya ke India disebabkan oleh kebijakan pemerintah di negara itu yang menaikkan bea masuk impor CPO sebesar 44% dan produk turunannya sebesar 54%.(*/berbagai sumber/tim redaksi 05/Safarudin)
Duniaindustri Line Up:
Pemasok alkes berkualitas dan termurah: