Latest News
You are here: Home | Makanan & minuman | Sektor Pangan Dinilai Sensitif dengan Rencana Kenaikan PPN, Ekonom Sarankan Ubah Fokus Prioritas
Sektor Pangan Dinilai Sensitif dengan Rencana Kenaikan PPN, Ekonom Sarankan Ubah Fokus Prioritas

Sektor Pangan Dinilai Sensitif dengan Rencana Kenaikan PPN, Ekonom Sarankan Ubah Fokus Prioritas

Duniaindustri.com (Juni 2021) – Terkait rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, Ekonom Achmad Nur Hidayat mengingatkan pengenaan PPN 12% untuk sembako dan pengenaan PPN untuk jasa pendidikan, jasa kesehatan, akan berkaitan langsung dengan laju inflasi tahun ini dan tahun depan. Kondisi ini akan berakibat kontraproduktif bagi upaya pemulihan ekonomi nasional.

“Meski pemberlakukan kenaikan tarif PPN tidak diberlakukan tahun 2021, namun rencana kenaikan pajak tersebut dapat memicu inflasi 2021. Rencana kenaikan PPN terhadap bahan pangan terutama sembako akan mendorong masyarakat membeli sembako di luar kebutuhan karena takut harganya naik ulah PPN 12 persen. Potensi kenaikan inflasi 2021-nya berkisar naik 1 sampai 2,5 persen, sehingga inflasi 2021 bisa mencapai 2,18 persen sampai 4,68 persen,” ujar Achmad Nur Hidayat yang juga Direktur Eksekutif Narasi Institute dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (10/6).

Selain menimbulkan inflasi yang memberatkan konsumen secara umum, Menurut Achmad Nur Hidayat, kenaikan PPN 12% terhadap sembako dari produksi pertanian juga akan menyebabkan petani kecil kehilangan kesejahteraan dan akhirnya makin miskin di tengah pandemi.

“Kenaikan pajak PPN 12 persen terhadap sembako juga menyebabkan petani kecil makin miskin karena makin sulit menjual produknya disaat konsumen makin mengerem belanja imbas kenaikan PPN tersebut,” ujar Hidayat.

Achmad Nur Hidayat memberikan saran daripada pajak nanti menimbulkan inflasi di saat ekonomi masih lemah sebaiknya ide kenaikan PPN sembako, pendidikan dan kesehatan dibatalkan saja karena manfaatnya lebih kecil dibandingkan bahayanya. RUU KUP sebaiknya fokus kepada pemberlakuan pajak dari e-commerce dan perusahaan teknologi yang naik daun seperti TIK TOK China, Gojek, Google, Facebook dan Apple.

“Indonesia sebaiknya ikut G7 yang sudah menyepakati adanya pemberlakukan pajak yang lebih ketat terhadap perusahaan raksasa teknologi. Facebook yang memiliki instagram dan whatsapp menikmati keberlimpahan bigdata dari Indonesia, sementara pajak mereka masih rendah,” ujar Achmad Nur Hidayat.

Pemerintah merencanakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada kelompok bahan kebutuhan pokok atau sembako dari sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Sementara untuk kategori jasa, pemerintah akan mengenakan PPN pada 11 kelompok jasa yang saat ini masih bebas PPN. Salah satunya yaitu jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial; jasa pengiriman surat dengan prangko; jasa keuangan; jasa asuransi.

Achmad Nur Hidayat melihat pasar sembako Indonesia dan pasar retail sangat sensitif terhadap isu kenaikan harga akibat perpajakan ini. Pengusaha sembako dan retail mayoritas adalah pengusaha menengah kecil. Masyarakat kelas menengah kecil merasa RUU KUP ditargetkan untuk mereka padahal mereka sudah berkontribusi banyak untuk penerimaan pajak dan saatnya mereka menerima kelonggaran pajak di saat ekonomi sedang lesu.

“Sementara negara-negara maju G7 sibuk memburu kepatuhan pajak perusahaan multinasional raksasa di bidang teknologi dan informasi, sebaliknya di Indonesia memburu kelas menengah dengan kenaikan PPN sembako dan Jasa pendidikan, bila terpaksa tarif PPN final sembako cukup 1 persen saja,” ujar Achmad Nur Hidayat.

Ada tiga opsi tarif untuk pengenaan PPn barang kebutuhan pokok ini. Pertama, diberlakukan tarif PPN umum yang diusulkan sebesar 12 persen. Kedua, dikenakan tarif rendah sesuai dengan skema multitarif yakni sebesar 5 persen, yang dilegalisasi melalui penerbitan Peraturan Pemerintah. Ketiga, menggunakan tarif PPN final sebesar 1 persen. Achmad Nur Hidayat mempertanyakan aspek keadilan ekonomi dari rencana penerapan PPN sembako, pendidikan dan kesehatan tersebut.

“Kelompok kelas menengah atas yang pendidikan dan kesehatan di luar negeri mereka tidak terkena dampak rencana kenaikan PPN tersebut, sementara kelas menengah bawah yang belanja sembakonya, pendidikannya dan kesehatannya di dalam negeri malah yang paling terdampak dari rencana reformasi pajak tersebut. Dimana keadilan ekonominya jika begitu,” tanyanya.

Achmad Nur Hidayat menyarankan Menkeu Sri Mulyani untuk mentarget kelompok perusahaan teknologi global dan WNI berpendapatan top 1% yang masih menyimpan dananya repatriasinya di luar negeri. Patut diingat bahwa tax amnesty 2017 kemarin tidak diikuti dana repatriasi masuk ke dalam negeri dari target dana repatriasi Rp1000 triliun hanya terealisasi Rp147 triliun.

“Kelompok WNI berpenghasilan top 1% tidak semua ikut tax amnesty 2017 kemarin, bila audit pajak dilakukan terhadap kelompok WNI tersebut, pemerintah masih dapat tambahan penerimaan negara dari pemberlakuan sanksi sekitar 200 persen dari aset mereka,” paparnya. (*/berbagai sumber/tim redaksi 08/Safarudin/Indra)

Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:

Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database

* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 226 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini

Database Riset Data Spesifik Lainnya:

  • Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 226 database, klik di sini
  • Butuh 25 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
  • Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
  • Butuh 11 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
  • Butuh 17 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
  • Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
  • Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
  • Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
  • Butuh copywriter specialist, klik di sini
  • Butuh content provider (online branding), klik di sini
  • Butuh market report dan market research, klik di sini
  • Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
  • Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customize direktori database perusahaan, klik di sini

Duniaindustri Line Up:

detektif industri pencarian data spesifik

Portofolio lainnya:

Buku “Rahasia Sukses Marketing, Direktori 2.552 Perusahaan Industri”

Atau simak video berikut ini:

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top