Duniaindustri.com (September 2015) – Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan merevisi tarif batas atas dan tarif batas bawah pesawat. Hal itu dilakukan menyusul kenaikan biaya operasional maskapai terpengaruh depresiasi rupiah. Maskapai di Indonesia membeli avtur dengan kurs dolar AS.
“Terdapat kenaikan 10% untuk tarif batas yaitu tarif maksimal yang harus dibayar penumpang dari tarif sebelumnya karena biaya operasional naik karena perubahan nilai tukar,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Suprasetyo saat konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya melakukan revisi Peraturan Menteri Perhubungan dari Nomor 51 tahun 2014 menjadi nomor 126 tahun 2015 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Bawah Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Suprasetyo mengatakan pihaknya telah menyesuaikan batas atas sebesar 10%, sementara tarif batas bawah menjadi 30% dari tarif batas atas.
Sebelumnya, Ditjen Perhubungan Udara menetapkan tarif batas bawah dalam aturan Nomor 51 tahun 2009 sebesar 40% dari tarif batas atas. “Tarif baru ini berlaku setelah satu bulan terhitung sejak tanggal diundangkan. Diundangkan pada 26 Agustus 2015,” katanya.
Kenaikan tarif ini berpotensi meningkatkan kinerja keuangan emiten maskapai. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) pada semester I 2015 membukukan laba bersih tahun berjalan sebesar US$ 29,3 juta, meningkat 114,5% dibanding periode yang sama tahun lalu yang mengalami kerugian sebesar US$ 201,3 juta.
Peningkatan kinerja dicapai berkat penerapan berbagai strategi pengembangan bisnis serta melalui berbagai upaya efisiensi berkelanjutan. Garuda juga berhasil meningkatkan pendapatan usaha sebesar US$ 1,84 miliar, naik sebesar 4,7% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 1,76 miliar. Sementara beban usaha (operating expenses) berhasil diturunkan sebesar 11,6% dari US$ 1,99 miliar menjadi US$ 1,76 miliar.
Seiring dengan pengembangan jaringan penerbangan yang dilaksanakan secara berkelanjutan, Garuda Indonesia (termasuk Citilink) juga berhasil mengangkut sebanyak 15.900.961 penumpang, meningkat 19,5% dibanding periode yang sama tahun lalu sebanyak 13.307.351 penumpang. Garuda berhasil mengangkut sebanyak 11.555.319 juta penumpang (terdiri dari 9.432.349 penumpang domestik dan 2.122.979 penumpang internasional) atau meningkat 15,3%, sementara Citilink berhasil mengangkut 4.345.642 juta penumpang atau meningkat 32% dari 3.282.844 penumpang pada periode yang sama tahun lalu. Sementara, muatan kargo yang diangkut pada semester I tahun ini mencapai 176.123 ton kargo dari sebelumnya 193.508 ton.
Frekuensi penerbangan Garuda Indonesia (domestik dan internasional) juga mengalami peningkatan mencapai 122.446 penerbangan, meningkat 13,8% dibanding tahun lalu yang sebanyak 107.568 penerbangan. Kapasitas produksi (availability seat kilometer/ASK) juga meningkat sebesar 7,2% menjadi 26,08 miliar dari 24,32 miliar seat kilometer pada semester I/2014.
Di samping itu, Garuda Indonesia juga berhasil meningkatkan market share baik di pasar domestik maupun internasional. Pada periode semester I 2015 ini, market share Garuda di pasar domestik mencapai 44%, meningkat dibanding periode yang sama tahun lalu yang sebesar 37%. Sementara market share di pasar internasional pada periode ini mencapai 28%, meningkat dari tahun lalu sebesar 21%.
Hingga semester I 2015, Garuda mengoperasikan total 180 pesawat (Garuda dan Citilink) terdiri dari Boeing 777-300ER (7), Airbus A330-200/300 (22), Boeing 747-400 (2), Airbus A320 (35), Boeing 737-500/800NG (89), Bombardier CRJ1000 NextGen (15), dan ATR72-600 (10) dengan usia rata-rata pesawat 4,8 tahun. Sampai akhir 2015, Garuda akan mengoperasikan total 190 pesawat, dengan rata-rata usia pesawat 4,3 tahun.(*/berbagai sumber)