Duniaindustri.com (September 2018) — Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah lagi, menembus level Rp14.900 atau nyaris Rp15.000 per dolar Amerika Serikat. Menurut data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Rabu 26 September 2018 nilai tukar rupiah rata-rata berada di level Rp14.938/US$.
Menanggapi hal itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya akan selalu melihat dinamika global yang terjadi dan berupaya menyesuaikannya. “Kami akan terus melihat dinamika yang terjadi, selalu trigger (pemicu)-nya kalau yang berasal dari luar maka kita harus coba untuk adjust atau sesuaikan,” ujar Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu juga tak memungkiri adanya faktor dari dalam negeri yang berkontribusi melemahkan rupiah. Untuk itu, pihaknya akan berupaya menyelesaikan segala persoalan di dalam negeri.
Sebelumnya, gejolak pelemahan rupiah terhadap dolar AS sempat mengejutkan publik pada akhir Agustus hingga minggu pertama September 2018. Berbagai kalangan kemudian membandingkan kondisi mata uang Garuda serupa saat krisis moneter 1998.
Namun, kinerja perekonomian saat ini jauh berbeda dengan 1998. Hal itu dilihat dari fundamental ekonomi negeri ini yang jauh lebih baik, dari mulai rating outlook investasi, kinerja pertumbuhan ekonomi, cadangan devisa. Sebagai perbandingan, tahun 1996 sebelum krisis cadangan devisa RI berada di angka US$ 18,3 miliar. Saat ini cadangan devisa di kisaran US$ 118,3 miliar.
Meskipun beberapa indikator menunjukkan perbaikan, tapi pemerintah harus mewaspadai defisit transaksi berjalan yang menembus 3% pada kuartal II 2018. Negara dengan defisit transaksi berjalan sangat rentan terpapar krisis ekonomi, seperti Turki dan Argentina yang keduanya memiliki defisit transaksi berjalan yang cukup lebar.
Merespons pelemahan rupiah, pemerintah pun bertindak cepat dengan menghambat produk impor, baik itu yang diperuntukkan bagi konsumsi ataupun dalam proyek infrastruktur. Pemerintah menunda proyek pembangkit 15.200 megawatt yang belum mencapai financial close. Langkah ini dalam rangka menekan impor komponen di sektor energi. Nilai investasi dari proyek-proyek yang ditunda tersebut mencapai US$ 25 miliar. Dengan adanya penundaan ini diharapkan dapat menekan beban impor, khususnya di tengah pelemahan rupiah seperti sat ini.
“Dengan pergeseran ini tentu tekanan untuk pengadaan untuk barang impor berkurang. TKDN di proyek pembangkit 15.200 MW itu hanya 20%-40%. Kapasitas pembangkit yang ditunda mungkin bisa kurangi beban impor kira-kira sampai US$ 8 miliar-US$ 10 miliar,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan.(*/berbagai sumber/tim redaksi 04/danang)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: