Duniaindustri.com (September 2015) – Posisi rupiah kian kritis terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sehingga membuat pelaku pasar pesimis. Pelemahan rupiah terus berlanjut, hingga posisi Rp 14.459/US$ turun 50,7 poin (0,35%%) dibanding sehari sebelumnya, menurut data Bloomberg.com.
Data neraca perdagangan yang positif tidak juga mampu mendongkrak valuasi mata uang Garuda ini.
Tonny Mariano, Analis PT Esandar Arthamas Berjangka menuturkan, saat ini secara psikologis memang rupiah sangat rentan. Posisinya yang terus merosot menjadikan pelaku pasar semakin pesimis dengan rupiah.
Faktor internal sebenarnya cukup menyajikan data yang positif. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik Selasa (15/9), neraca perdagangan Agustus 2015 surplus US$ 433,8 juta dengan kenaikan impor dan ekspor yang beriringan.
Namun level surplus ini di bawah Juli 2015 yakni US$ 1,33 miliar. “Namun saat ini penggerak utama di pasar itu berkaca sama US$ dan langkah The Fed,” kata Tonny.
Dengan melihat peluang The Fed untuk menaikkan suku bunga dan perekonomian yang lebih solid tidak mengherankan pelaku pasar memilih mengumpulkan the greenback.
Faktor ini yang kemudian menjadi penekan utama rupiah. Selain memang, “pelaku pasar menanti pergerakan dan realisasi dari pemerintah Indonesia untuk menggenjot perekonomian dalam negeri,” tambah Tonny.
Bagi Tonny, untuk jangka pendek tekanan rupiah memang besar. Semua aturan yang ada hanya akan mendukung penguatan rupiah di jangka panjang. “Prosesnya masih panjang,” paparnya.
Depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih belum terbendung oleh paket kebijakan ekonomi yang telah diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Presiden Joko Widodo mengumumkan paket kebijakan ekonomi yang berisi tiga langkah di Istana Merdeka, Rabu (9/9). Ketiga langkah tersebut mencakup dorongan terhadap daya saing industri nasional melalui deregulasi, penegakan hukum, dan kepastian usaha.
Jokowi mengatakan terdapat 89 peraturan yang dirombak dari 154 yang diajukan. “Ini bisa memperkuat konsistensi dan memangkas peraturan yang menghambat industri,” ujar presiden.
Langkah kedua ialah mempercepat proyek strategis nasional menghilangkan sumbatan, penyediaan izin, penyelesaian tata ruang, dan percepatan barang jasa. Terakhir, presiden berupaya meningkatkan investasi di sektor properti. “Paket kebijakan ekonomi ini akan menggerakkan sektor riil. Saya meyakini paket kebijakan ekonomi tahap pertama akan memperkuat industri nasional, mengembangkan industri mikro, memperlancar perdagangan antar daerah, menggairahkan wisata, meningkatkan kesejahteraan nelayan,” paparnya.
Presiden mengatakan paket kebijakan ekonomi ini adalah paket pertama yang diluncurkan. Paket kedua, menurut Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, akan diumumkan pada pekan keempat September.
Di antara sejumlah langkah yang disebut presiden, terdapat upaya menggerakkan ekonomi pedesaan dengan mempercepat pencairan dan penyederhanaan pemanfaatan dana desa untuk pembangunan infrastruktur secara padat karya.
Sebelumnya, dalam penyampaian Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-undang tentang RAPBN 2016 di hadapan para anggota MPR/DPR, Agustus lalu, alokasi anggaran transfer ke daerah dan dan desa akan ditingkatkan sehingga lebih besar dari anggaran belanja kementerian dan lembaga.
Dalam RAPBN 2016, belanja pemerintah pusat akan mencapai sebesar Rp 1.339,1 triliun dengan rincian belanja kementerian dan lembaga mencapai Rp780,4 triliun dan belanja non kementerian dan lembaga sebesar Rp558,7 triliun.
Adapun transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp 782, 2 triliun. Dana tersebut terdiri dari anggaran transfer daerah sebesar Rp735,2 triliun dan dana desa mencapai Rp47 triliun.(*/berbagai sumber)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: