Duniaindustri (Maret 2012) – LG International Corp, perusahaan Korea Selatan yang bergerak di perdagangan dan menjadi anak usaha LG Group, bakal membangun pabrik petrokimia di Tangguh, Papua Barat, dengan nilai investasi US$ 3 miliar atau setara Rp 27,3 triliun. Guna mewujudkan ambisi tersebut, LG International Corp yang terdaftar di Bursa Korea Selatan (001120:Korea SE) akan merangkul PT Duta Firza (Indonesia).
LG International Corp akan membentuk joint venture company dengan Duta Firza untuk merealisasikan proyek tersebut. Chief Executive Officer Duta Firza, Firlie Gandinduto dalam keterangan tertulis menyatakan, LG International Corp telah menjalin head of agreement (HoA) dengan Duta Firza yang dilakukan Rabu (28/3/2012) di Seoul, Korea Selatan, disaksikan langsung oleh Menteri Perindustrian MS Hidayat dan Menteri Perdagangan/Kepala BKPM Gita Wiryawan dan dihadiri Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono.
LG Internasional dan Duta Firza dalam HoA sepakat bekerja sama dalam hal pre-planning dan pre-feasibility study hingga tahapan permbangunan konstruksi pabrik petrokimia. Tahap awal antara lain melakukan perencanaan dan studi kelayakan pasokan gas dari lapangan Tangguh, pendanaan proyek, kepastian pembeli produk petrokimia, dan kepastian penunjukkan kontraktor EPC untuk proyek tersebut.
Proses pembangunan fasilitas pabrik petrokimia diharapkan dimulai pertengahan 2014. “Test produksi pertama ditargetkan pada kuartal-IV 2017 atau awal 2018,” tulis keterangan tertulis tersebut.
LG International Corporation merupakan investor Korea Selatan ketiga, setelah Lotte Group dan Honam Petrochemical Corp, yang berambisi membenamkan investasi megaproyek di sektor petrokimia di Indonesia. Menperin MS Hidayat pernah mengungkapkan Indonesia berpeluang menarik investasi hingga US$ 26,8 miliar di sektor petrokimia sampai 2013.
Rencana investasi tersebut di antaranya, Honam Petrochemical Corp asal Korea Selatan akan membangun refinery senilai US$ 5 miliar. Selanjutnya, proyek kerjasama investasi PT Chandra Asri Petrochemical Tbk dengan Siam Cement Group senilai US$ 1,5 miliar di industri petrokimia.
Kemudian, investasi Aramco dan Kuwait Petroleum Corporation (KPC) membangun refinery masing-masing senilai US$ 8 miliar. “Tahun ini atau tahun depan, beberapa konstruksi sudah bisa dimulai. Urusan KPC di Kementerian Keuangan sudah selesai. Soal negosiasi dengan Kementerian Energi akan saya kawal. Untuk Aramco kemungkingan bisa memulai tahun depan,” kata Menperin.
Pemerintah juga sedang menyusun rancangan kawasan industri petrokimia berbasis gas di Tangguh, Papua Barat. Saat ini sedang dilakukan studi lanjut atas rencana tersebut. Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian Dedi Mulyadi mengungkapkan, British Petroleum (BP) sudah menyampaikan minatnya ikut serta dalam investasi di kawasan industri petrokimia Tangguh tersebut.
“Kami baru menyusun master plan untuk pembangunan dan pengembangan kawasan itu. Kemungkinan, Oktober 2012 baru bisa selesai. Investor, saat ini yang berminat ada BP,” kata Dedi.
Dirjen Basis Industri Manufaktur Kemenperin Panggah Susanto mengatakan, pengembangan kawasan industri Tangguh tinggal menunggu kepastian pasokan gas dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Kami sudah menyurati ESDM. Begitu ada jawaban kepastian soal gas, proyek ini bisa jalan. Total investasi yang potensial masuk ada sekitar US$ 4,3 miliar,” kata Panggah.
Dia menuturkan, pembangunan tahap pertama industri petrokimia di wilayah tersebut butuh pasokan gas minimal 382 mmscfd. Dia memproyeksikan, untuk industri metanol dibutuhkan pasokan gas sekitar 138 mmscfd, urea sekitar 182 mmscfd, serta amoniak sekitar 60 mmscfd.
“Pembangunan pabrik methanol kira-kira butuh investasi US$ 800 juta. Ditambah dengan hilirnya, pabrik polipropilena yang butuh investasi US$ 500 juta, jadi total US$ 1,3 miliar. Kemudian, untuk dua pabrik amoniak dan urea diperkirakan menelan investasi US$ 2 miliar. Sedangkan, utilisasi dan sarana pelabuhan butuh US$ 1 miliar. Jadi, total US$ 4,3 miliar,” papar Panggah.(Tim redaksi 05)