(Duniaindustri.com) — Menjadi orang terkaya nomor satu di Indonesia selama beberapa tahun berturut-turut itulah Robert Budi Hartono yang merupakan pemilik Grup Djarum, dilahirkan dengan nama lengkap Robert Budi Hartono pada tanggal 28 April 1941 di Kota Semarang, Ayahnya bernama Oei Wie Gwan pemilik usaha kecil Djarum Gramophon namanya diubah menjadi Djarum yang kelak menjadi sebuah perusahaan rokok terbesar di dunia. Robert Budi Hartono yang memiliki nama Tionghoa Oei Hwie Tjhong oleh Majalah Forbes dicatat memiliki kekayaan sebesar US$ 8,5 miliar atau Rp 82.50 triliun dan merupakan Orang terkaya nomor satu selama beberapa tahun di Indonesia dan urutan 131 terkaya di dunia.
Catatan duniaindustri.com menyebutkan dari sekian banyak sektor usaha yang ada di Indonesia, ternyata sektor industri rokok menyumbang dua nama orang terkaya di negeri ini versi Forbes. Adalah Budi & Michael Hartono (pemilik Grup Djarum) dengan total kekayaan US$ 14 miliar menjadi orang terkaya di Indonesia menurut Forbes. Sedangkan Susilo Wonowidjojo (pemilik Gudang Garam) menempati urutan kedua dengan total kekayaan US$10 miliar.
Selama bertahun-tahun, pemilik Grup Djarum tidak pernah absen dari daftar orang terkaya di Indonesia. Kelompok bisnis ini memang sangat agresif dalam mengembangkan bisnis. Grup Djarum diperkirakan memiliki 65 unit usaha yang tersebar di 13 sektor industri, seperti rokok, agribisnis, elektronik, perbankan, properti, kimia, dan lainnya.
Sektor usaha rokok dan bank menjadi sumber pemasukan utama bagi Grup Djarum. Di sektor rokok, Grup Djarum menjadi perusahaan ketiga terbesar setelah HM Sampoerna dan Gudang Garam. Di sektor perbankan, Grup Djarum menjadi pemilik PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Djarum menjadi pemegang saham mayoritas (51%) di BCA lewat Faralon Capital Management pada 2012 dengan nilai akuisisi senilai Rp 5,3 triliun. Di sektor elektronik, Djarum mengusung PT Hartono Istana Teknologi, produsen elektronik lokal bermerek Polytron.
Semua berawal dari Mr. Oei Wie Gwan yang membeli usaha kecil dalam bidang kretek bernama Djarum Gramophon pada tahun 1951 dann kemudian mengubah namanya menjadi Djarum. Oei mulai memasarkan kretek dengan merek “Djarum” yang ternyata sukses di pasaran.
Setelah kebakaran hampir memusnahkan perusahaan pada tahun 1963, Djarum kembali bangkit dan memodernisasikan peralatan di pabriknya. Robert dan kakaknya yaitu Michael Budi Hartono menerima warisan ini setelah ayahnya meninggal. Pada saat itu pabrik perusahaan Djarum baru saja terbakar dan mengalami kondisi yang tidak stabil. Namun kemudian di tangan dua bersaudara Hartono, Perusahaan Djarum bisa bertumbuh menjadi perusahaan raksasa. Pada tahun 1972 Djarum mulai mengeskpor produk rokoknya ke luar negeri. Tiga tahun kemudian Djarum memasarkan Djarum Filter, merek pertamanya yang diproduksi menggunakan mesin, diikuti merek Djarum Super yang diperkenalkan pada tahun 1981. Saat ini, Di Amerika Serikat pun perusahaan rokok ini memilki pangsa pasar yang besar. Dan di negeri asalnya sendiri, Indonesia, produksi Djarum mencapai 48 milyar batang pertahun atau 20% dari total produksi nasional. Seiring dengan pertumbuhannya, perusahaan rokok ini menjelma dari perusahaan rokok menjadi Group Bisnis yang berinvestasi di berbagai sektor. Djarum mereka, dilarang di Amerika Serikat sejak 2009 bersama dengan rokok kretek lainnya, karena telah diluncurkannya Dos Hermanos, sebuah cerutu premium pencampuran tembakau Brasil dan Indonesia.
Robert Budi Hartono dengan Grup Djarum yang dipimpinnya pun melebarkan sayap ke banyak sektor antara lain perbankan, properti, agrobisnis, elektronik dan multimedia. Diversifikasi bisnis dan investasi yang dilakukan Group Djarum ini memperkokoh Imperium Bisnisnya yang berawal di tahun 1951. Di bidang Agribisnis, Robert bersama Michael memiliki perkebunan sawit seluas 65.000 hektar yang terletak di provinsi Kalimantan Barat dari tahun 2008. Mereka bergerak di bawah payung Hartono Plantations Indonesia, salah satu bagian dari Group Djarum. Di bidang properti, banyak proyek yang dijalankan di bawah kendali CEO Djarum ini, R. Budi Hartono, dan yang paling besar adalah mega proyek Grand Indonesia yang ditantangani pada tahun 2004 dan selesai pada tahun 2008. Proyek ini mencakup hotel (renovasi dari Hotel Indonesia), pusat belanja, gedung perkantoran 57 lantai dan apartemen. Total nilai investasinya 1,3 Triliun rupiah.
Majalah Globe Asia menyatakan Robert sebagai orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan 4,2 miliar dolar AS atau sekitar 37,8 triliun rupiah. Pada tahun yang sama, R. Budi Hartono bersama kakaknya, Michael Hartono di bawah bendera Group Djarum melebarkan investasi ke sektot perbankan. Dan mereka menjadi pemegang saham utama, menguasai 51% saham, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) yang merupakan salah satu bank terbesar di Indonesia saat ini. Berdasarkan data dari Bank Indonesia akhir tahun 2011 nilai aset BCA sebesar Rp 380,927 Triliun (tiga ratus delapan puluh koma sembilan ratus dua puluh tujuh rupiah). BCA yang secara resmi berdiri pada tanggal 21 Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia NV. Banyak hal telah dilalui sejak saat berdirinya itu, dan barangkali yang paling signifikan adalah krisis moneter yang terjadi di tahun 1997. Dan bukti eksistensi grup Djarum adalah gedung pencakar langit di kompleks mega proyek Grand Indonesia diberi nama Menara BCA. Karena bank BCA menjadi penyewa utamanya dari tahun 2007 hingga 2035. Dengan demikian tergabunglah lingkungan operasional dua raksasa bisnis Indonesia di tengah-tengah pusat ibukota yang menjadi bukti keberkuasaan Djarum di kancah bisnis Indonesia.
Robert Budi Hartono menikah seorang wanita bernama Widowati Hartono atau lebih akrab dengan nama Giok Hartono. Bersamanya Widowati Hartono, Pemilik PT Djarum ini memiliki tiga orang putra yang kesemuanya telah menyelesaikan pendidikan. Mereka adalah Victor Hartono, Martin Hartono, dan Armand Hartono. Disisi lain, Robert Budi Hartono Sangat menyukai olahraga bulutangkis yang bermula dari sekedar hobi lalu mendirikan Perkumpulan Bulutangkis (PB) Djarum pada tahun 1969. Dari lapangan bulutangkis di tempat melinting kretek, Robert Budi Hartono menemukan talenta anak muda berbakat asli Kudus. Anak muda itu dimatanya, memiliki semangat juang yang tinggi, mental yang hebat dan fisik yang prima. Tak salah intuisinya, karena dalam kurun waktu yang tidak lama, anak itu mengharumkan nama bangsa di pentas dunia. Anak muda itu adalah Liem Swie King, yang terkenal dengan julukan “King Smash”.
Disamping itu bersama kakaknya yaitu Michael Budi Hartono,mereka menjadi pemilik Grand Indonesia dan perusahaan elektronik. Salah satu bisnis Group Djarum di sektor ini bergerak di bawah bendera Polytron yang telah beroperasi lebih dari 30 tahun. Perusahaan Polytron ini kini juga memproduksi ponsel yang sebelumnya hanya meproduksi AC, kulkas, produk video dan audio, dan dispenser. Melalui perusahaan yang baru dibuat yakni Ventures Global Prima Digital, mereka juga membeli Kaskus, yang merupakan salah satu situs terbesar di Indonesia.(*/berbagai sumber)
Referensi :
– http://id.wikipedia.org/wiki/Robert_Budi_Hartono
– http://www.harianjogja.com/baca/2013/07/11/orang-terkaya-dunia-2013-di-indonesia-r-budi-hartono-bos-djarum-terkaya-aset-rp825-triliun-424707
– https://duniaindustri.com/pemilik-grup-djarum-orang-terkaya-indonesia/