Duniaindustri (April 2012) – Honam Petrochemical Corporation, perusahaan kimia asal Korea Selatan, memiliki rencana membenamkan investasi US$ 5 miliar di Indonesia. Honam berminat membeli lahan seluas 60 hektare untuk membangun pabrik di negeri ini.
Menteri BUMN Dahlan Iskan mengungkapkan keinginan Honam Petrochemical Corporation untuk berinvestasi di Indonesia sangat besar walau masih terkendala lahan. Honam tidak berniat menyewa tanah seluas 60 hektare (Ha) milik PT Krakatau Steel Tbk, melainkan berencana membelinya. “Investasi Honam sangat besar sekitar US$ 5 miliar. Tapi, Honam perlu tanah untuk membangun pabrik petrokimia,” kata Dahlan.
Dahlan menambahkan keinginan Honam, perusahaan inti dari divisi Lotte Group dari Korea Selatan, membeli tanah tersebut karena perusahaan asal Korea itu lebih leluasa membangun pabrik petrokimia. Memang, awalnya Dahlan berniat untuk menyewakan lahan milik KS, namun Honam tidak menginginkannya. “Honam yang tidak mau kalau sewa. Mereka mau beli tanah itu,” tuturnya.
Dahlan menilai dengan penjualan tanah tersebut, KS mendapatkan dana untuk membeli tanah seluas 60 hektar di wilayah lainnya. “Dana yang diberikan Honam itu dapat dipakai oleh KS untuk beli tanah yang sama di tempat yang berbeda. Kalau tidak salah, tanah itu juga bukan punya KS melainkan HGB (hak guna bangunan),” imbuhnya.
Proyek pembangunan kompleks industri petrokimia seluas 60 hektar itu direncanakan memasuki tahap konstruksi pada kuartal I-2013, setelah mendapatkan kepastian lahan dan diperkirakan butuh waktu dua hingga tiga tahun untuk merampungkan pembangunan.
Wilayah industri tersebut akan memproduksi propilena dan etilen yang kemudian diolah menjadi polipropilena, polietilena, butadiena, monoethylene glycol, mixed C4, dan pygas.
Rencana investasi Honam menjadi bagian dari minat raksasa petrokimia global berinvestasi di negeri ini. Indonesia berpeluang menarik investasi hingga US$ 26,8 miliar di sektor petrokimia sampai 2013. Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, beberapa rencana investasi itu diharapkan terealisasi paruh kedua tahun ini atau tahun 2013.
Rencana investasi tersebut di antaranya, Honam Petrochemical Corp asal Korea Selatan akan membangun refinery senilai US$ 5 miliar. Selanjutnya, proyek kerjasama investasi PT Chandra Asri Petrochemical Tbk dengan Siam Cement Group senilai US$ 1,5 miliar di industri petrokimia.
Kemudian, investasi Aramco dan Kuwait Petroleum Corporation (KPC) membangun refinery masing-masing senilai US$ 8 miliar. “Tahun ini atau tahun depan, beberapa konstruksi sudah bisa dimulai. Urusan KPC di Kementerian Keuangan sudah selesai. Soal negosiasi dengan Kementerian Energi akan saya kawal. Untuk Aramco kemungkingan bisa memulai tahun depan,” kata Menperin.
Pemerintah juga sedang menyusun rancangan kawasan industri petrokimia berbasis gas di Tangguh, Papua Barat. Saat ini sedang dilakukan studi lanjut atas rencana tersebut. Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian Dedi Mulyadi mengungkapkan, British Petroleum (BP) sudah menyampaikan minatnya ikut serta dalam investasi di kawasan industri petrokimia Tangguh tersebut.
“Kami baru menyusun master plan untuk pembangunan dan pengembangan kawasan itu. Kemungkinan, Oktober 2012 baru bisa selesai. Investor, saat ini yang berminat ada BP,” kata Dedi.
Dirjen Basis Industri Manufaktur Kemenperin Panggah Susanto mengatakan, pengembangan kawasan industri Tangguh tinggal menunggu kepastian pasokan gas dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Kami sudah menyurati ESDM. Begitu ada jawaban kepastian soal gas, proyek ini bisa jalan. Total investasi yang potensial masuk ada sekitar US$ 4,3 miliar,” kata Panggah.
Dia menuturkan, pembangunan tahap pertama industri petrokimia di wilayah tersebut butuh pasokan gas minimal 382 mmscfd. Dia memproyeksikan, untuk industri metanol dibutuhkan pasokan gas sekitar 138 mmscfd, urea sekitar 182 mmscfd, serta amoniak sekitar 60 mmscfd.
“Pembangunan pabrik methanol kira-kira butuh investasi US$ 800 juta. Ditambah dengan hilirnya, pabrik polipropilena yang butuh investasi US$ 500 juta, jadi total US$ 1,3 miliar. Kemudian, untuk dua pabrik amoniak dan urea diperkirakan menelan investasi US$ 2 miliar. Sedangkan, utilisasi dan sarana pelabuhan butuh US$ 1 miliar. Jadi, total US$ 4,3 miliar,” papar Panggah.(Tim redaksi 05)