Duniaindustri.com (Maret 2020) – Kebijakan relaksasi kredit bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) selama pandemik virus corona (covid-19) terjadi dinilai bisa mengguncang industri keuangan jika tidak dilakukan secara hati-hati. Apabila kebijakan tersebut diterapkan tidak tepat sasaran dan dimanfaatkan oleh debitur nakal, lembaga keuangan seperti bank bisa terancam merugi.
Hal itu ditegaskan oleh Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo, mengomentari kebijakan relaksasi kredit di Jakarta, Senin (30/3). Karena itu, Agus meminta pemerintah dan otoritas moneter untuk lebih cermat dalam menerapkan kebijakan relaksasi kredit bagi UMKM.
Menurut Agus, arahan Presiden Jokowi yang diwujudkan melalui POJK No 11/POJK.03/2020 untuk relaksasi kredit harus dicermati lebih dalam. Sebab relaksasi kredit tersebut hanya diperuntukkan untuk pelaku usaha, yang berdampak langsung terhadap daya beli yang menurun akibat penyebaran virus corona dan bukan untuk seluruh debitor.
“Relaksasi ini bukan bermakna penundaan cicilan secara keseluruhan. Kewajiban bunga pun perlu tetap dibayar,” kata Agus dalam keterangannya di Jakarta, Senin (30/3).
Sebelumnya, pada 24 Maret 2020, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa memberikan kelonggaran atau relaksasi kredit kepada pelaku UMKM untuk nilai di bawah Rp10 miliar, baik kredit maupun pembiayaan yang diberikan oleh bank dan industri keuangan non-bank kepada debitur berupa penundaan pembayaran sampai satu tahun dan penurunan bunga.
Menurut Agus yang juga mantan menteri keuangan, arahan Presiden bukan bermakna bahwa seluruh debitur diperkenankan tidak membayar kewajibannya (cicilannya). Sebab, perlu disadari, sumber dana bank adalah dana masyarakat yang berupa giro, tabungan dan deposito yang harus dibayarkan bunganya ke masyarakat.
Menurut Agus, kebijakan relaksasi berupa penundaan cicilan tersebut akan kembali pada kebijakan masing-masing bank dengan melihat profil risiko debitur. “Dengan begitu, debitur tidak serta merta dapat menangguhkan cicilannya. Namun, yang dilihat di sini adalah inisiatif baik dari bank dan debitur itu sendiri,” ucapnya.
Untuk itu, lanjut Agus, bank tentu harus melihat kondisi nasabah UMKM, untuk tujuan dunia usaha kalau seandainya perlu dilakukan restrukturisasi, rekondisi, atau rescedule. “Saya tekankan, kewajiban pembayaran bunga (debitor) harus selalu dipenuhi, seandainya terkait kredit sepeda motor namun pinjaman itu berdampak dan di bidang usaha (ojek online) bisa ditunda cicilan pokok, tetapi kewajiban bunga harus dibayar,” katanya.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengaku tak setuju jika kebijakan relaksasi kredit kepada pelaku usaha berupa penundaan pembayaran cicilan selama satu tahun, berlaku bagi semua debitor. Dia menyampaikan, dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No 11/POJK.03/2020 sudah jelas disebutkan bahwa restrukturisasi kredit ada mekanismenya, yaitu harus mengajukan untuk restrukturisasi dan tidak bisa otomatis begitu saja seperti isu yang beredar saat ini.
“Dan dicatat, ini tidak berlaku buat semua. Karena apa, kalau yang berpenghasilan tetap, itukan tidak ada masalah kecuali dia di PHK,” katanya.
Dengan demikian, relaksasi kredit yang perlu ditunda itu, sambung Aviliani, adalah orang-orang yang benar terkena dampak ekonomi yang nanti akan dilihat kembali oleh perbankan apakah layak atau tidak. Ia juga mengaku khawatir terhadap kesehatan perbankan itu sendiri. Kekhawatirannya tersebut sejalan dengan relaksasi kredit yang diberikan yakni dengan pinjaman di bawah Rp 10 miliar.
Sedangkan sektor-sektor yang terpengaruh dampak corona sebagian besar pinjaman mereka dibawah Rp 10 miliar. “Sebagian besar pinjaman mereka itu dibawah Rp 10 miliar, nah itu pasti akan terjadi masalah missmatch atau cashflow buat banknya sendiri,” sebutnya.
DPK Tumbuh Signifikan
Berdasarkan data yang dihimpun duniaindustri.com, dana pihak ketiga (DPK) hingga saat ini masih menjadi ‘urat nadi’ utama bagi perbankan di Indonesia. Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), DPK yang ditopang deposito menjadi sumber utama pendanaan bank dengan persentase yang dominan yakni 88,42% dari dana perbankan.
Laporan profil industri perbankan triwulan III 2019 yang dirilis OJK menyebutkan, DPK bank umum konvensional tumbuh 7,52% (yoy) meningkat dibanding tahun sebelumnya sebesar 6,53% (yoy). Pertumbuhan DPK didorong oleh pertumbuhan deposito yang tumbuh 7,95% (yoy), meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 3,24% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan giro dan tabungan justru tercatat melambat masing-masing tumbuh 8,53% (yoy) dan 6,14% (yoy).
Hal yang menarik, berdasarkan tiering, pertumbuhan DPK utamanya ditopang oleh pertumbuhan deposito nominal lebih besar dari Rp 2 miliar. Jumlah deposito dengan nominal di atas Rp 2 miliar mencapai 31,46% dari total DPK bank umum konvensional. Angka itu tumbuh sangat fantastis, dengan pertumbuhan mencapai 11,47% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 2,63% (yoy). Atau dengan kata lain, deposito di atas Rp 2 miliar tumbuh melampaui tiga kali lipat.
Hal ini menandakan, di tengah perlambatan ekonomi global yang menjalar ke ekonomi nasional, masyarakat Indonesia cenderung ‘bermain aman’ dengan menempatkan dananya di deposito, menurut analisis tim Duniaindustri.com. Ketidakpastian ekonomi global dan perlambatan ekonomi nasional mempengaruhi tingkat kepercayaan bisnis di tengah masyarakat, sehingga lebih memilih menempatkan dananya di instrument stabil seperti deposito, daripada harus memutarnya di sektor riil.(*/berbagai sumber/tim redaksi 07/Safarudin/Indra)
Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:
Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 180 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di siniDatabase Riset Data Spesifik Lainnya:
- Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 180 database, klik di sini
- Butuh 24 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
- Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
- Butuh 8 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
- Butuh 9 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
- Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
- Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
- Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
- Butuh copywriter specialist, klik di sini
- Butuh content provider (online branding), klik di sini
- Butuh market report dan market research, klik di sini
- Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
- Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customized direktori database perusahaan, klik di sini
Duniaindustri Line Up:
detektif industri pencarian data spesifik
Portofolio lainnya: