Duniaindustri (Oktober 2011) – Raksasa produsen minuman asal Swiss, Nestle SA, melalui anak usahanya di Indonesia, PT Nestle Indonesia, agresif menambah investasi di negeri ini. Nestle menambah investasi hingga US$ 390 juta mulai tahun ini sampai 2015, dengan perincian pembangunan pabrik baru di Karawang menelan investasi US$ 200 juta dan ekspansi di Jawa Timur senilai US$ 190 juta.
Presiden Direktur PT Nestle Indonesia Arshad Chaudhry mengatakan Indonesia akan menjadi basis produksi minuman Nestle khusus untuk di kawasan Asia Tenggara. “Pabrik di Karawang mampu mengolah produk olahan susu dengan kapasitas 65 ribu ton per tahun,” katanya.
Selain itu, menurut Arshad, pabrik di Karawang akan menyerap tenaga kerja sebanyak 600 orang. Pendirian pabrik Nestle keempat di Indonesia ini diperkirakan akan mulai dapat beroperasi pada tahun 2013. Rencananya, pabrik dengan luas sekitar 28 hektare tersebut akan menghasilkan beragam produk Nestle seperti untuk produk bubur bayi serta produk susu bubuk.
Nestle juga menambah kapasitas produksi pabriknya di Jawa Timur 650 ton per hari menjadi 1.000 ton per hari. Dengan adanya investasi tambahan itu, Nestle diperkirakan menyerap 33 ribu tenaga kerja.
Investasi Nestle yang cukup besar diperkirakan karena pasar minuman yang potensial di Indonesia, ditambah upah buruh murah, serta ketersediaan bahan baku. Pada tahun lalu, menurut data International Cocoa Organization (ICCO), Indonesia menempati ranking ketiga produsen biji kakao di dunia dengan pangsa pasar 13,6%.
Pemasok utama biji kakao dunia adalah Pantai Gading (38,3%), Ghana (20,2%) dan Indonesia (13,6%). Pemasok lainnya adalah Kamerun (5,1%), Brasil (4,4%), Nigeria (4,9%) dan Ekuador (3,1%).
Walapun sebagai pemasok utama kakao dunia, selama tahun 2002-2010 rata-rata pertumbuhan produksi biji kakao Pantai Gading relatif rendah yakni hanya 1% per tahun, sebaliknya Ghana tumbuh sangat tinggi 10,5% per tahun. Sementara Indonesia dan Kamerun tumbuh moderat dengan masing-masing meningkat rata-rata 5,1% dan 4% per tahun.
Pantai Gading dan Ghana juga menghadapi kendala instabilitas politik yang dapat berdampak langsung terhadap produktivitas biji kakao di negara tersebut. Tahun 2011, ICCO memperkirakan produksi biji kakao dunia akan mencapai 4,05 juta ton, sementara konsumsi akan mencapai 4,1 juta ton, sehingga akan terjadi defisit sekitar 50 ribu ton per tahun. Hal ini diperkirakan akan terus berlangsung pada tahun-tahun selanjutnya. Pertumbuhan produksi kakao dunia relatif tinggi dengan rata-rata sebesar 5,8% per tahunnya, sementara konsumsi tumbuh 4,8% dengan kecenderungan terus meningkat.
Indonesia ditargetkan mampu memproduksi dua juta ton kakao pada 2020 mendatang. Pemerintah mencanangkan Indonesia sebagai penghasil biji kakao terbesar dunia pada 2014. Kementerian Pertanian menargetkan peningkatan produksi biji kakao hingga dua kali lipat pada 2014 dibanding 2010.
Tahun lalu, Indonesia hanya mampu memproduksi 800 ribu ton kakao, sedangkan di 2014 akan digenjot hingga 1,6 juta ton, atau 300 ribu ton lebih banyak dibandingkan rata-rata produksi Pantai Gading dan Ghana yang mencapai 1,3 juta ton biji kakao.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian yang diperoleh duniaindustri.com, prospek produksi biji kakao Indonesia cerah karena terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada 2009, produksi mencapai 700 ribu ton lalu meningkat jadi 800 ribu ton pada 2010. Sedangkan pada 2011 target produksi mencapai 1,074 juta ton. Untuk mencapai target ini, pemerintah akan melakukan tiga strategi, yaitu dengan peremajaan, rehabilitasi, serta intensifikasi.(Tim redaksi 01)