Duniaindustri.com (Februari 2016) – Produsen kertas asal Tiongkok dan Thailand diduga mengekspor produknya secara dumping ke Indonesia menyusul kelebihan pasokan (oversupply) di kedua negara tersebut. Akibatnya, industri kertas nasional pada kuartal II 2016 berpeluang kehilangan potensi pasar sebesar US$90 juta hingga US$120 juta per bulan akibat dumping kertas dari kedua negara itu.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), Rusli Tan, kepada pers menjelaskan harga kertas industri di dalam negeri saat ini US$ 900 per ton hingga US$ 1.200 per ton. “Jika impor kertas dari Tiongkok 100.000 ton per bulan, maka potensi pasar yang hilang mencapai US$90 juta sampai US$120 juta per bulan,” katanya.
Menurut dia, kondisi kelebihan pasokan (oversupply) kertas industri di Tiongkok terjadi karena pelemahan ekonomi di sejumlah negara, sehingga terjadi penurunan permintaan. Hal itu mendorong Tiongkok untuk mengekspor produknya ke Indonesia.
“Akibatnya, industri kertas di Indonesia juga harus menggenjot ekspor kertasnya jika tidak ingin terjadi kelebihan pasokan. Tetapi, hal itu tidak mudah karena kertas Tiongkok juga membanjiri pasar Asia,” papar dia.
Awalnya, lanjut Rusli, Indonesia bisa ekspor kertas industri hingga 1 juta ton per tahun, tetapi karena diambil Tiongkok, ekspor kita turun. “Kertas impor Tiongkok membanjiri pasar dalam negeri karena harganya hanya US$ 900 per ton sampai US$ 1.100 per ton. Sedangkan harga kertas industri nasional mencapai US$ 1.100 per ton,” ujarnya.
Kondisi itu sangat disayangkan karena saat ini seharusnya menjadi momen Indonesia untuk mengisi pasar di Asia Pasifik, Eropa, dan Amerika. Apalagi industri kertas nasional mempunyai sejumlah kelebihan. Di antaranya, bahan baku yang berkelanjutan, teknologi terbaru dan umur mesin yang relatif muda, sehingga industri di Indonesia sangat memungkinkan memproduksi kertas bermutu.
“Kami meminta agar pemerintah segera memberikan perhatian khusus kepada industri pulp dan kertas agar mampu bersaing di pasar dalam negeri dan global. Salah satunya adalah menjamin tersedianya bahan baku,” tutur Rusli.
Jumlah Perusahaan
Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) mencatat saat ini jumlah perusahaan pulp dan kertas di Indonesia sebanyak 14 industri pulp dan 79 industri kertas dengan kapasitas terpasang masing-masing 7,9 juta ton pulp per tahun dan 12,17 juta ton kertas per tahun yang mampu menghasilkan hampir seluruh jenis kertas, mulai dari kertas koran, kraft liner/medium, kertas kantong semen, kertas pembungkus, kertas tisu dan kertas sigaret. Dari 93 perusahaan itu, jumlah pekerja langsung dan tidak langsung yang diserap sebanyak 3,5 juta orang.
Duniaindustri.com mencatat industri pulp dan kertas Indonesia menempati peringkat kesembilan dunia dilihat dari kapasitas produksi. Hingga 2011, kapasitas produksi industri pulp dan kertas Indonesia menguasai 3,6% dari kapasitas produksi global.
Sinar Mas Group dan Raja Garuda Mas menjadi dua perusahaan raksasa kertas di Indonesia. Sinar Mas Group/Asia Pulp & Paper, melalui anak usaha PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk serta PT Lontar Papyrus, menguasai kapasitas pulp 40% dan kertas 31,8% nasional atau setara 2,68 juta ton. Sementara Raja Garuda Mas/Asia Pacific Resources International melalui anak usaha PT Riau Andalan Pulp & Paper menguasai 33,3% pulp dan kertas 7,8% nasional atau setara 2,21 juta ton. Kedua perusahaan itu menguasai 73,3% kapasitas pulp dan 39,6% kertas nasional.
Raja Garuda Mas didirikan oleh konglomerat Sukanto Tanoto, yang namanya masuk daftar orang terkaya di Indonesia pada 2011 menurut Forbes dengan taksiran kekayaan US$ 2,8 miliar. Bos Raja Garuda Mas International ini dilahirkan di Belawan, Sumatera Utara, 25 Desember 1949. Bernama asli Tan Kang Hoo, ia menjadi pengusaha yang sukses di lebih 10 negara. Usahanya, banyak bergerak di bidang agrikultur, mulai dari bubur kertas hingga kelapa sawit. Semuanya kelas dunia.
Sukanto Tanoto merintis usaha dengan mendirikan perusahaan kayu, CV Karya Pelita, pada 1972. Kemudian usaha ini berubah menjadi perusahaan kayu lapis dan mengubah nama menjadi PT Raja Garuda Mas.
Sukanto juga membuat PT Inti Indorayon Utama, perusahaan yang mengelola hutan tanaman industri dan pabrik bubur kertas. Indorayon sempat ditentang masyarakat dan aktivis lingkungan hidup karena ditengarai mencemari Danau Toba. Indorayon pun ditutup. Sukanto lantas membuka perusahaan pulp di Riau, yaitu PT Riau Pulp. Pabrik kertas terpadu ini merupakan pabrik terbesar di dunia.
Sementara Sinar Mas Group dibentuk oleh Eka Tjipta Widjaja yang lahir di Coan Ciu, Fujian, Republik Rakyat Cina dengan nama Oei Ek Tjhong, 3 Oktober 1923. Eka Tjipta Widjaja adalah pengusaha dan pendiri serta pengendali Grup Sinar Mas yang merupakan orang ke 3 terkaya di Indonesia pada 2011 menurut Forbes dengan taksiran kekayaan US$ 8 miliar.
Eka Tjipta dilahirkan dari keluarga miskin di Fujian, Republik Rakyat Cina. Pada tahun 1931. ia melakukan migrasi ke Makassar, Sulawesi Selatan. Ia juga merupakan pendiri dari Yayasan Eka Tjipta Foundation.
Berdasarkan data Asosiasi Pulp dan Kertas indonesia (APKI), saat ini total kapasitas terpasang produksi industri kertas Indonesia mencapai 12,9 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, produksi riil industri kertas Indonesia mencapai 11,5 juta ton pada 2010.
Sementara kapasitas terpasang industri pulp nasional mencapai 7,9 juta ton per tahun. Produksi riil industri pulp Indonesia mencapai 6,3 juta ton pada 2010. Volume ekspor kertas Indonesia pada 2010 meningkat 7,6% menjadi 4,2 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 3,9 juta ton. Sementara ekspor pulp tumbuh 18% menjadi 2,6 juta ton pada 2010 dari tahun sebelumnya sebesar 2,2 juta ton.(Tim redaksi 02)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: