Duniaindustri.com (Mei 2016) – PT Trisula International Tbk (TRIS), emiten produsen garmen, melakukan penjualan 2 bidang tanah dan bangunan yang terletak di Kompleks Pergudangan Bandara Mas Blok A.2/1 seluas total 745 m2 di Tangerang. Informasi tersebut disampaikan perseroan dalam siaran persnya di Jakarta, kemarin
Direktur Utama Trisula Internatonal, Tjhoi Lisa Tjahjadi mengatakan, penjualan tanah dan bangunan dilakukan ke PT Chitose International Tbk. Adapun harga transaksi mencapai Rp7.170.000.000 sesuai dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah dan Bangunan pada 11 Februari 2016. Dana hasil penjualan tanah dan bangunan ini akan digunakan untuk membangun kantor dan gudang baru.
Tahun ini, Trisula targetkan penjualan sebesar Rp 1 triliun dan laba bersih Rp 24,8 miliar. Untuk memenuhi target tersebut, emiten produsen garmen itu akan fokus kepada penjualan di tiga merek utamanya, yaitu JOBB, Jack Nicklaus, dan G2000. Hal tersebut dilakukan untuk menghemat biaya impor perseroan maka perseroan beralih kepada produksi lokal. ”Dalam pasar internasional kami akan fokus ke customer service, peningkatan kualitas, serta konsolidasi back office dan fasilitas produksi sebagai bagian dari efisiensi dan efektivitas,” kata Lisa Tjahjadi.
Selain itu, perseroan juga telah melaksanakan pengalihan 94% saham di PT Trisula Garmindo Manufacturing (TGM) kepada PT Trisco Tailored Apparel Manufacturing (TAM) di mana keduanya merupakan anak usaha perseroan. Kemudian, perseroan juga telah melakukan akuisisi sebesar 50 persen saham senilai Rp3,3 miliar di PT Nissiel Garment Manufacturer, perusahaan yang bergerak dalam bidang industri manufaktur garmen terutama untuk wanita khususnya blazer dan blouse untuk pangsa pasar internasional.
Sementara itu, PT Ever Shine Tex Tbk (ESTI), emiten produsen tekstil, justru memilih strategi berbeda yakni menjual aset senilai Rp208,5 miliar untuk membayar utang ke CTBC Bank.
Berdasarkan prospektus perseroan, dana hasil penjualan aset itu akan digunakan untuk membayar utang perseroan dalam dolar AS kepada CTBC Bank cabang Singapura. “Jika ada kelebihan dana, maka akan digunakan untuk membayar utang PT Primajuli Sukses ke CTBC,” papar manajemen dalam prospektus tersebut.
Penjualan aset dilakukan dalam rangka melakukan restrukturisasi operasional dan keuangan perseroan. Perseroan menderita kerugian komprehensif sejak 2012 akibat turunnya penjualan seiring produksi kain yang tidak lancar sejak terjadinya rasionalisasi karyawan pabrik pada 2011.
“Dengan tingkat produksi yang hanya 30% dari kapasitas terpasang, maka biaya produksi per unit jadi tinggi, karena biaya tetap termasuk biaya energi dan pengelolaan pabrik,” kutip manajemen dalam prospektus.
Aset yang akan dijual berupa tanah dan bangunan seluas 12,6 hektare yang terletak di Jl. Raya Jakarta Bogor, termasuk bangunan pabrik dan kantor yang berada di atas tanah tersebut. Aset tersebut dijual kepada PT Gunung Bengawan Makmur yang merupakan perusahaan terafiliasi.
Market Size
Nilai pasar industri tekstil dan produk fashion di Indonesia pada 2015 diestimasi mencapai US$ 15,19 miliar atau setara Rp 208 triliun (kurs Rp 13.700/US$), menurut perhitungan tim riset duniaindustri.com. Nilai pasar tersebut tumbuh 4,7% dibanding 2014 sebesar US$ 14,51 miliar, meski dengan pertumbuhan yang jauh lebih rendah dibanding tahun lalu sebesar 7,2% dibanding 2013.
Perlambatan pertumbuhan pada 2015 antara lain disebabkan pelemahan daya beli konsumen lokal menyusul depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, perlambatan perekonomian Indonesia, serta anjloknya harga komoditas dunia.
Dari nilai pasar tersebut, sekitar 20% dipasok produk impor dan 80% masih dikuasai produsen lokal, menurut data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Produk impor sebagian besar didominasi produk ilegal yang masuk secara selundupan untuk menghindari bea masuk, sehingga harganya 40% lebih murah dibanding produk lokal.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam 5 tahun terakhir, rata-rata impor TPT naik 19,9%, ekspor naik 6,8%, sedangkan konsumsi masyarakat naik 18,3%. Kondisi ini dapat bahwa pasar pertumbuhan dipasar domestik digerogoti barang impor, sedangkan ekspor tidak tumbuh signifikan.
Sementara menurut data kalkulasi Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI) yang bersumber dari Bank Indonesia, daya beli masyarakat dalam 5 tahun terakhir terus meningkat dimana konsumsi tekstil naik dari 1,21 juta ton ditahun 2009 menjadi 1,75 juta ton ditahun 2014. Selain didorong oleh peningkatan jumlah penduduk, konsumsi masyarakat juga disebabkan oleh peningkatan konsumsi perkapita yang naik dari 5,03 kg ditahun 2009 menjadi 6,82 kg di tahun 2014.(*/berbagai sumber/tim redaksi 04)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: