Duniaindustri.com (Agustus 2016) – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) sedang mengkaji usulan kenaikan harga rokok hingga dua kali lipat atau menjadi Rp 50 ribu per bungkus. Pro dan kontra pun timbul. Bahkan, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ade Komarudin sepakat dengan usulan kenaikan harga rokok hingga Rp50 ribu per bungkus.
Ade Komarudin menilai kenaikan harga rokok itu bisa memberikan dampak positif seperti mengurangi jumlah perokok di Indonesia. “Saya setuju dengan kenaikan harga rokok itu. Sekaligus untuk mengurangi masyarakat agar rokok tidak lagi jadi musuh bangsa ini, dan semua kita menyadari bahwa hal itu tentu kalau bisa semakin hari semakin kita kurangi (jumlah perokok),” ujarnya.
Selain itu, kenaikan jumlah rokok ini bisa menaikkan pendapatan negara melalui cukai rokok. “Dengan kenaikan itu bisa bertambah pendapatan negara tentu dan akan menambah penerimaan negara,” paparnya.
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf juga mengisyaratkan sepakat dengan isu kenaikan harga rokok sebesar Rp 50.000 per bungkus yang saat ini masih menjadi polemik di kalangan masyarakat. Menurut Dede, dalam konteks kesehatan masyarakat yang tidak merokok, pemerintah wajib melindungi hak mereka. Meski demikian, juga perlu ada proteksi terhadap para petani tembakau Indonesia.
“Saya mengusulkan posisinya kita harus melindungi yang sehat, yang tidak merokok. Tapi kita memberikan juga proteksi kepada petani tembakau kita,” ujar Dede.
Nilai pasar (market size) industri rokok di Indonesia pada 2015 diestimasi berkisar Rp 222,7 triliun – Rp 224,2 triliun, menurut data duniaindustri.com. Perhitungan nilai pasar industri rokok tersebut berdasarkan nilai volume penjualan dikali harga rata-rata dan mempertimbangkan penerimaan cukai negara.
Volume produksi rokok pada 2015 diperkirakan tumbuh tipis dibanding 2014, dari 314 miliar batang menjadi 315 miliar batang. Sementara konsumsi rokok di Indonesia meningkat rata-rata per tahun (CAGR) sebesar 6% periode 2008-2014. Harga rokok di Indonesia paling rendah di kawasan Asia Tenggara sebesar US$ 1,4 per pack rokok.
Saat ini jumlah perokok di Indonesia pada 2015 mencapai 62,7 juta jiwa dengan rasio 63% dari seluruh pria merupakan perokok, sedangkan 5% wanita merupakan perokok.
Menanggapi wacana kenaikan harga rokok hingga Rp 50.000 per bungkus, market leader industri rokok di Indonesia, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), menilai wacana harga rokok naik ini lebih baik jika dilakukan pertimbangan banyak hal secara menyeluruh.
“Menurut kami kenaikan harga begitu drastis atau kenaikan harga cukai secara eksesif bagi kami itu merupakan langkah yang tidak bijaksana.,” kata Head of Regulatory Affairs, International Trade, and Communications Sampoerna, Elvira Lianita.
Elvira mengatakan banyak aspek yang harus diperhatikan ketika pemerintah berencana menaikkan harga rokok mulai dari petani, pekerja, pabrik, pedagang, bahkan sampai konsumen.
Dia menyakini bahwa jika harga cukai nantinya terlalu tinggi ini akan berpotensi mendorong naiknya harga rokok sehingga ini akan menurunkan kemampuan daya beli masyarakat itu sendiri.
“Jika kenaikan cukai rokok ini dilakukan maka harus ada pertimbangan terhadap kondisi industri dan kemampuan daya beli masyarakat,” kata Elvira.
PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), emiten produsen rokok pemegang pangsa pasar terbesar di Indonesia, menjadi pembayar pajak terbesar di Indonesia pada 2015 dengan total pembayaran kepada pemerintah sekitar Rp 67 triliun. Pada Januari 2016, Kementerian Keuangan RI memberikan penghargaan kepada perusahaan atas kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan cukai negara.
Sepanjang 2015, HM Sampoerna mencatatkan laba bersih sepanjang 2015 sebesar Rp 10,4 triliun, tumbuh 1,8% dibanding tahun sebelumnya Rp 10,2 triliun. Perusahaan rokok tersebut melaporkan pendapatan bersih (di luar cukai) sebesar Rp 11,6 triliun pada kuartal ke-4 2015, mengalami kenaikan sebesar 11,5% dari Rp 10,4 triliun pada kuartal ke-4 tahun 2014.
Di sepanjang 2015, HM Sampoerna mencatatkan pendapatan bersih (di luar cukai) sebesar Rp 42,1 triliun, mengalami kenaikan sebesar 8,9% dari Rp. 38,7 triliun pada 2014. Pada kuartal ke-4 tahun 2015, perusahaan mencatatkan total laba bersih sebesar Rp 2,8 triliun, naik sebesar 9,6% dari Rp. 2,5 triliun pada kuartal ke-4 tahun 2014.(*/berbagai sumber/tim redaksi 03)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: