Latest News
You are here: Home | Farmasi | Polemik Dugaan Gratifikasi Dokter Seret Keterlibatan Industri Farmasi
Polemik Dugaan Gratifikasi Dokter Seret Keterlibatan Industri Farmasi

Polemik Dugaan Gratifikasi Dokter Seret Keterlibatan Industri Farmasi

Duniaindustri.com (November 2015) – Polemik dugaan gratifikasi dokter dari perusahaan farmasi terus meruncing. Tidak heran Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek, berkonsultasi dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai pengendalian gratifikasi. 

Dia tidak menampik bahwa sebetulnya fokus pembicaraan mengarah pada adanya dugaan oknum dokter yang menerima gratifikasi dari perusahaan farmasi.

“Ini akan kita benahi. Saya tentu harus bijak dalam hal ini. Bijak untuk dokter, bijak untuk masyarakat, bijak untuk keseluruhan. Terkait hal itu (dugaan gratifikasi terhadap dokter)‎ nanti kami serahkan ke IDI. Karena di sana ada majelis untuk kedokteran,” kata Menkes di gedung KPK.

Dalam kesempatan yang sama Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zainal Abidin yang ikut mendampingi Menkes Nila, tak menampik adanya praktik suap terhadap dokter dari perusahaan farmasi.

Namun Zainal menilai, saat ini hal tersebut sudah mulai dibenahi dengan meminimalisir kontak langsung antara dokter dan pihak farmasi.

“Kasus-kasus yang ada kan 2013, sistem jaminan sosial nanti akan mencegah kontak langsung antara dokter dan farmasi. Karena itu, semua perusahaan farmasi akan berhubungan dengan pemerintah,” jelas Zainal.

“Tadi kita sepakat membangun sistem untuk membangun pelayanan yang baik, dengan jaminan kesehatan yang bagus,” lanjutnya.

Selain itu Plt Pimpinan KPK, Johan Budi  juga mengatakan bahwa KPK bisa menindak para oknum dokter yang menerima gratifikasi. Namun, sebaiknya dari pihak Kemenkes sendiri harus membangun sistem pengendalian gratifikasi agar kejadian tersbut tak lagi terulang.

“Dokter itu masuk PNS, nah di luar itu KPK nggak bisa menjangkau. Tadi pemikiran apakah yang swasta juga bisa. Ada beberapa mekanisme atau sistem akan dibuat. KPK sedang bikin kajian bagaimana proses pemakaian obat baik di RS atau klinik terkait profesi dokter. Tentu kajiannya berkait praktik gratifikasi,” tegas Johan.

Struktur Biaya
Dalam ilmu ekonomi farmasi, setiap obat, dalam proses produksi hingga pemasaran, memiliki struktur biaya dengan proporsi yang relatif tetap. Perhitungan struktur biaya penting bagi produsen farmasi untuk melakukan investasi dalam research and development (RnD), menghitung biaya pemasaran, memperkirakan harga jual obat dan lain-lain.

Dalam buku Pharmaceutical Economics and Public Policy yang ditulis Ronald Vogel tahun 2007, disebutkan bahwa secara umum struktur biaya obat dapat digambarkan dalam beberapa faktor.

Biaya untuk marketing, general and administrative (“gratifikasi” kepada dokter diduga termasuk dalam biaya ini) perusahaan farmasi besar (Pfizer, Novartis, Boehringer Ingelhaim, etc) hanya menghabiskan tidak lebih dari 34,4% dari harga obat. Bahkan produsen obat generik hanya menghabiskan 21,4% dari harga obat untuk aktivitas ini.

Secara logika, tentu angka 34,4% dan 21,4% itu tidak semuanya digunakan untuk “gratifikasi” dokter. Ada biaya pemasaran lain misal mengirimkan sponsor kegiatan ilmiah kedokteran, media promosi lewat surat, hingga biaya menggaji medical representative untuk menyampaikan informasi obat terbaru. Dan biaya-biaya di atas jamak diketahui tidak murah.(*/berbagai sumber)
datapedia

DIVESTAMA2 (1)

desainbagus kecil

CONTACT US BY SOCIAL MEDIA:

TwitterLogo Like-us-on-Facebook

logo slideshare google-plus-logo

watch_us_on_youtube

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top