Duniaindustri.com (Juni 2017) — PT Pertamina (Persero), BUMN minyak dan gas terbesar di Indonesia, berencana menahan sejumlah proyek baru dan proyek peningkatan kapasitas kilang — termasuk proyek yang melibatkan Rosneft (Rusia) dan Saudi Aramco — karena masalah pendanaan.
Dengan penundaan ini, Indonesia yang selama ini menjadi negara importir bahan bakar terbesar Asia Tenggara, berarti harus mengimpor lebih besar produk-produk bahan bakar minyak dari yang telah direncanakan untuk satu dekade ke depan.
Rachmad Hardadi, Direktur Megaproyek dan Petrokimia Pertamina, seperti dikutip Reuters, mengungkapkan bahwa waktu penyelesaian yang ditargetkan dimundurkan demi memastikan bahwa biaya yang dikeluarkan tidak menjadi beban pada tahun-tahun yang sama.
Menurut dia, penjadwalan ulang diperlukan sehingga proyek-proyek yang dikerjakan sejalan dengan kesiapan akuisisi dan infrastruktur.
Secara rinci, Rachmad mengungkapkan penyelesaian proyek kilang Balikpapan, yang bertujuan meningkatkan kapasitas kilang dari 260 ribu barel perhari (bpd) menjadi 360 ribu bpd, akan dimundurkan menjadi 2020 dari sebelumnya 2019. Lalu pada tahap kedua, berupa peningkatan kualitas produk bahan bakar, ditunda menjadi 2021.
Pertamina juga tengah menunggu lampu hijau dari pihak Saudi Aramco untuk rencananya menunda penyelesaian peningkatan kapasitas kilang Cilacap dari 348 ribu bpd saat ini menjadi 400 ribu bpd, dari semula pada 2021 menjadi 2023.
Pertamina juga merencanakan untuk mendiskusikan dengan Rosneft untuk menunda penyelesaian proyek kilang baru di Tuban dari 2021 menjadi 2023-2024.(*/berbagai sumber/tim redaksi 06)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: