Duniaindustri (2012) – Raksasa BUMN migas asal Indonesia, PT Pertamina (Persero), bekerjasama dengan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, produsen petrokimia, mengembangkan dan membangun pabrik polypropylene di Indonesia sebesar US$ 200 juta. Kerjasama investasi kedua perusahaan skala besar itu menambah panjang daftar penanaman modal di industri kimia.
Kementerian Perindustrian mencatat Indonesia berpeluang menarik investasi hingga US$ 26,8 miliar di sektor petrokimia sampai 2013.
Direktur Pengolahan PT Pertamina (Persero) Chrisna Damayanto mengatakan dari nilai itu, 49%-51% investasi yang ditanam berasal dari Pertamina. Ini merupakan joint venture dalam pembangunan kilang dan produksi polypropylene.
Menurut dia, kerjasama dua perusahaan besar ini akan menghasilkan 250.000 ton polypropylene per tahun dan akan memenuhi permintaan plastik dalam negeri. Selama ini kebutuhan polypropylene Indonesia sebesar 600.000 ton dan selama ini masih dipenuhi dari impor.
Kerjasama Pertamina-Chandra Asri ini akan selesai 2015 sehingga kebutuhan dalam negeri bisa dipenuhi. Dalam kerjasama itu yang diuntungkan adalah Indonesia karena dua perusahaan itu bergabung dalam memproduksi polypropylene.
Presiden Direktur Chandra Asri Petrochemical Erwin Ciputra mengatakan kerjasama tersebut bisa mengurangi impor polypropylene dan mengembangkannya di dalam negeri. Kerjasama itu merupakan tahap awal untuk ditindaklanjuti dalam bentuk joint venture di antara kedua perusahaan.
Menurut dia, kerja sama tersebut akan memberikan dampak yang baik bagi perusahaan tersebut. Kerja sama kedua perusahaan ini akan membangun pabrik polypropylene yang dirancang untuk memproduksi berbagai tingkat produk itu dan berlokasi di Unit Pengolahan VI Pertamina di Balongan.
Pertamina menilai kerjasama itu mempercepat ekspansi perusahaan itu di bidang hilir serta mempertegas komitmennya untuk meningkatkan perekonomian Indonesia melalui pengembangan industri petrokimia.
Menurut Menteri Perindustrian MS Hidayat, Indonesia berpeluang menarik investasi hingga US$ 26,8 miliar di sektor petrokimia sampai 2013. Beberapa rencana investasi itu diharapkan terealisasi paruh kedua tahun ini atau tahun 2013.
Rencana investasi tersebut di antaranya, Honam Petrochemical Corp asal Korea Selatan akan membangun refinery senilai US$ 5 miliar. Selanjutnya, proyek kerjasama investasi PT Chandra Asri Petrochemical Tbk dengan Siam Cement Group senilai US$ 1,5 miliar di industri petrokimia.
Kemudian, investasi Aramco dan Kuwait Petroleum Corporation (KPC) membangun refinery masing-masing senilai US$ 8 miliar. “Tahun ini atau tahun depan, beberapa konstruksi sudah bisa dimulai. Urusan KPC di Kementerian Keuangan sudah selesai. Soal negosiasi dengan Kementerian Energi akan saya kawal. Untuk Aramco kemungkingan bisa memulai tahun depan,” kata Menperin.
Pemerintah juga sedang menyusun rancangan kawasan industri petrokimia berbasis gas di Tangguh, Papua Barat. Saat ini sedang dilakukan studi lanjut atas rencana tersebut. Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian Dedi Mulyadi mengungkapkan, British Petroleum (BP) sudah menyampaikan minatnya ikut serta dalam investasi di kawasan industri petrokimia Tangguh tersebut.
“Kami baru menyusun master plan untuk pembangunan dan pengembangan kawasan itu. Kemungkinan, Oktober 2012 baru bisa selesai. Investor, saat ini yang berminat ada BP,” kata Dedi.
Dirjen Basis Industri Manufaktur Kemenperin Panggah Susanto mengatakan, pengembangan kawasan industri Tangguh tinggal menunggu kepastian pasokan gas dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). “Kami sudah menyurati ESDM. Begitu ada jawaban kepastian soal gas, proyek ini bisa jalan. Total investasi yang potensial masuk ada sekitar US$ 4,3 miliar,” kata Panggah.
Dia menuturkan, pembangunan tahap pertama industri petrokimia di wilayah tersebut butuh pasokan gas minimal 382 mmscfd. Dia memproyeksikan, untuk industri metanol dibutuhkan pasokan gas sekitar 138 mmscfd, urea sekitar 182 mmscfd, serta amoniak sekitar 60 mmscfd.
“Pembangunan pabrik methanol kira-kira butuh investasi US$ 800 juta. Ditambah dengan hilirnya, pabrik polipropilena yang butuh investasi US$ 500 juta, jadi total US$ 1,3 miliar. Kemudian, untuk dua pabrik amoniak dan urea diperkirakan menelan investasi US$ 2 miliar. Sedangkan, utilisasi dan sarana pelabuhan butuh US$ 1 miliar. Jadi, total US$ 4,3 miliar,” papar Panggah.(Tim redaksi 05)
KABAR BAIK!!!
Nama saya Mia.S. Saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati karena ada penipuan di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial, dan putus asa, saya telah scammed oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai seorang teman saya merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 JUTA) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dengan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah saya diterapkan untuk dikirim langsung ke rekening saya tanpa penundaan. Karena aku berjanji padanya bahwa aku akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman dalam bentuk apapun, silahkan hubungi dia melalui emailnya: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya ladymia383@gmail.com dan miss Sety yang saya diperkenalkan dan diberitahu tentang Ibu Cynthia dia juga mendapat pinjaman dari Ibu Cynthia baru Anda juga dapat menghubungi dia melalui email nya: arissetymin@gmail.com Sekarang, semua yang saya lakukan adalah mencoba untuk bertemu dengan pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening bulanan.