Duniaindustri.com (Maret 2017) – Persaingan ketat para pemain industri semen yang salah satunya disebabkan kelebihan kapasitas diduga mengarah ke skema konsolidasi antarpemain. Setelah PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) merger dengan PT Semen Andalas pada 2016, tampaknya isu dan skema konsolidasi di antara pemain industri semen masih berlanjut.
Merger Holcim dan Semen Andalas didorong oleh merger dua holding induk kedua produsen semen tersebut, yakni Holcim Ltd dan juga Lafarge SA, induk perusahaan Semen Andalas. Dengan integrasi lokal ini, Holcim mendapatkan tambahan kapasitas produksi sebesar 1,6 juta ton semen per tahun dari pabrik di Lhoknga, Aceh. Sehingga kapasitas total yang dimiliki saat ini mencapai 15 juta ton semen per tahun.
PT Holcim Indonesia Tbk akan menjadi badan hukum dan merek perusahaan yang memayungi semua kegiatan bisnis Holcim dan Lafarge di Indonesia. Namun perusahaan akan tetap mempertahankan merek produk-produknya yang ada saat ini, seperti “Holcim Semen Serba Guna” dan “Semen Andalas”.
Duniaindustri.com menilai langkah Holcim ini memperkuat kesatuan kekuatan dua pemain semen di pasar Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Dengan total kapasitas 15 juta ton, atau sekitar 15,4% dari total kapasitas semen nasional pada 2016. Salah satu keunggulan Semen Andalas adalah tingkat utilisasi pabrik yang di atas 90%, melampaui Semen Indonesia Group yang hanya 86%, menurut data yang dihimpun duniaindustri.com.
Setelah Holcim dan Semen Andalas, arah konsolidasi dari pemain semen makin mengemuka. Apalagi dilihat dari tren pasar semen nasional yang belum tumbuh signifikan. Penjualan semen secara nasional pada Januari-Februari 2017 masih turun -1% secara kumulatif tahunan. Di sisi lain kondisi kelebihan kapasitas (overcapacity) yang memicu kelebihan pasokan (oversupply) semen makin kritis, sekitar 50% dari total kapasitas terancam idle pada 2017.
Dengan kondisi seperti itu, ditambah lagi perang harga yang makin memanas antara market leader dan pemain-pemain baru, keberlanjutan dari para pemain tergantung dari strategi yang diterapkan. Strategi penetrasi pasar baru dan akuisisi pasar lama menjadi demikian penting, mengingat kue pasar yang ada tidak cukup untuk dibagi seluruh pemain.
Apalagi diketahui pemain baru juga gencar berekspansi untuk menambah basis pasar yang kuat, seperti dilakukan oleh Semen Conch (Anhui Conch) dan Semen Merah Putih (PT Cemindo Gemilang). Menurut informasi yang diperoleh Duniaindustri.com, Semen Conch berencana membuka pabrik baru dengan kapasitas 4 juta ton di Merak, Banten, pada 2018 dan di Maros, Sulawesi Selatan berkapasitas 1,5 juta ton juga pada 2018.
Kehadiran Semen Conch di Merak akan meramaikan persaingan pemain semen di Pulau Jawa, setelah isu PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) mengakuisisi Semen Merah Putih. Tampaknya baik Semen Conch dan Semen Indonesia sama-sama menyadari pasar semen di Pulau Jawa bagian barat (meliputi Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta) merupakan jantung dari pasar semen di Indonesia, berkontribusi 27% terhadap total pasar semen secara nasional.
Sampai sejauh mana isu konsolidasi akan terus bergulir, hanya waktu yang akan menjawabnya. Apalagi jika dilihat dari grup afiliasinya, ternyata pemain-pemain baru di industri semen merupakan perusahaan raksasa yang memiliki basis pendanaan yang kuat. Sebut saja, Semen Conch merupakan anak usaha Anhui Conch Cement (914 HK), BUMN raksasa semen asal China dengan kapitalisasi pasar US$ 16,8 miliar, hampir 3 kali lipat dari kapitalisasi pasar Indocement maupun Semen Indonesia. Sementara Semen Merah Putih terafiliasi dengan Wilmar International, raksasa perdagangan kelapa sawit di Asia Tenggara. Sedangkan Semen Jawa terafiliasi dengan Siam Cement, raksasa semen asal Thailand yang memiliki kapitalisasi pasar US$ 17,8 miliar.(*/tim redaksi 04)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: