Duniaindustri.com (November 2013) – Permintaan baja global diperkirakan meningkat 3,1% menjadi 1,47 miliar ton pada 2013 dibandingkan tahun lalu. Sementara pertumbuhan permintaan baja global tahun depan sekitar 3,3% menjadi 1,52 miliar ton.
Worldsteel Association (Asosiasi Baja Dunia/WSA) menyebutkan hal itu dalam sebuah laporan yang dirilis bulan lalu. Worldsteel merupakan kelompok 170 produsen baja di dunia.
“Negara-negara berkembang utama, khususnya India dan Brazil, belum berkinerja sebagaimana yang diharapkan terutama karena masalah struktural penting. Faktor-faktor ini telah menyebabkan kinerja permintaan baja lebih rendah dari yang diperkirakan di seluruh dunia, dengan Cina menjadi satu pengecualian,” kata Jurgen Kerkhoff, Ketua Komite Ekonomi Worldsteel.
Dia menerangkan, pada 2014, kami berharap untuk melihat berlanjutnya pemulihan permintaan baja global karena negara maju secara keseluruhan kembali ke pertumbuhan positif. “Pada saat yang sama kami perkirakan pertumbuhan lebih lambat di China,” tambah Kerkhoff.
Direktur Jenderal Worldsteel Edwin Basson mengatakan, industri ini akan melalui fase yang sangat sulit. “Permintaan di banyak bagian dunia telah berkembang jauh lebih lambat daripada yang diantisipasi dan pada saat yang sama kita melihat bahwa kondisi produksi, dalam hal produktivitas, juga sulit di banyak bagian dunia,” paparnya.
Permintaan baja di China akan tumbuh 6% pada tahun ini, namun diprediksi melambat menjadi hanya 3% pada 2014. Di Amerika Serikat, permintaan baja akan meningkat hanya 0,7% tahun ini setelah tumbuh 7,8% pada tahun lalu.
Pada Oktober 2013, permintaan baja global mencapai 134 juta ton, naik 6,6% dibanding Oktober 2012. Produksi baja kasar (crude steel) di China pada Oktober 2013 mencapai 65,1 juta ton, naik 9,2% dari periode yang sama tahun lalu. Sementara produksi baja Jepang mencapai 9,5 juta ton, naik 7,7%. Korea Selatan memproduksi baja 5,9 juta ton pada Oktober 2013, naik 5,2%.
Di Eropa, Jerman memproduksi 3,8 juta ton baja kasar pada Oktober 2013, naik 1,9%. Sedangkan produksi baja Itali turun 10% menjadi hanya 2,2 juta ton pada Oktober 2013.
Penurunan produksi juga terjadi di Rusia sebesar -1,5% menjadi 5,7 juta ton. Di AS, produksi baja pada Oktober 2013 tetap naik 8,7% menjadi 7,4 juta ton dibanding periode yang sama tahun lalu.
Pasar Baja di Indonesia
Pasar baja Indonesia pada 2013 ditaksir mencapai Rp 71,05 triliun, naik 7% dari 2012 sebesar Rp 66,4 triliun. Tim duniaindustri.com memperhitungkan nilai pasar baja Indonesia di 2013 sesuai prediksi Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) yang menargetkan konsumsi baja di dalam negeri pada 2013 meningkat 7% menjadi 10,97 juta ton dari 10,25 juta ton pada 2012.
Namun, harga baja dunia (baja canai panas/HRC yang menjadi patokan harga baja dunia) di akhir 2012 turun ke level US$ 570-590 per ton dari posisi akhir 2011 sebesar US$ 690-720 per ton. Penurunan harga baja dunia bisa mempengaruhi nilai pasar baja Indonesia di 2013.
Prediksi peningkatan konsumsi baja di Indonesia didasarkan pada peningkatan investasi di sektor manufaktur, otomotif dan realisasi pembangunan sejumlah proyek infrastruktur pemerintah. Pertumbuhan industri baja pada tahun depan masih prospektif sepanjang industri dan kondisi ekonomi global terus membaik.
“Bertambahnya realisasi investasi di bidang manufaktur dan meningkatnya konsumsi kendaraan bermotor serta proyek infrastruktur yang terus berjalan sangat mempengaruhi pertumbuhan industri baja di 2013,” kata Ketua IISIA, Irvan Kamal Hakim.
Dengan adanya perlambatan ekonomi di China akibat krisis global, menurut Irvan, harga jual baja tertekan seiring over supply akibat penurunan permintaan. “Jika kondisi ekonomi China pada tahun depan dapat kembali rebound, pasar baja nasional ikut membaik. Diproyeksikan konsumsi baja di 2013 bisa meningkat 7%,” paparnya.
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, pemerintah akan memperkuat sektor industri baja nasional untuk mengurangi impor bahan baku industri. “Kami akan memperkuat industri dengan memperkuat sektor hulu hingga hilir dengan memperkuat sektor baja agar produksi meningkat. Diharapkan produk baja bisa mensubtitusi barang impor,” ujarnya.
Hidayat menambahkan, krisis yang melanda Amerika dan Eropa tidak akan memberikan dampak yang signifikan jika industri di dalam negeri terus tumbuh. “Kinerja ekspor yang akan menurun akibat krisis di Amerika dan Eropa bisa diantisipasi dengan penguatan industri dalam negeri,” tandasnya.
Pasar baja di Indonesia diperkirakan naik 7,9% di 2012 menjadi 10,25 juta ton dibanding 2011. Jika harga baja dunia—menurut Middle East Steel—mencapai US$ 690-720 per ton di Januari 2012, maka pasar baja di Indonesia ditaksir senilai US$ 7,38 miliar atau Rp 66,4 triliun pada tahun ini.
Nilai pasar baja di Indonesia dihitung tim redaksi duniaindustri.com berdasarkan data World Steel yang disesuaikan dengan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA). Harga baja yang digunakan merujuk pada data Middle East Steel—lembaga riset baja—yang menyebutkan harga baja canai panas (hot rolled coils/HRC) yang menjadi patokan harga baja dunia mencapai US$ 690-720 per ton.
Nilai pasar baja di Indonesia di 2012 diperkirakan naik 4,2% dibanding 2011 sebesar Rp 63,7 triliun. Peningkatan dipicu oleh konsumsi baja di sektor konstruksi dan manufaktur yang diperkirakan naik sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang diramalkan bisa mencapai 6,5%. Sektor konstruksi diperkirakan tumbuh 7,3%, sedangkan dan sektor manufaktur ditargetkan tumbuh di atas 6,5%.
Khusus kebutuhan baja di dalam negeri, selain ditopang pertumbuhan ekonomi, konsumsi baja juga didorong oleh peningkatan produksi otomotif. Indonesia termasuk salah satu konsumen sekaligus produsen baja yang besar. Namun yang terjadi saat ini, produksi baja nasional tidak pernah seimbang dengan konsumsi kebutuhan dalam negeri.
World Steel Association menyatakan produksi baja di Indonesia berkisar antara 3,5 – 4,2 juta ton per tahun sepanjang 2005-2009. Dengan produksi sebesar itu, Indonesia menempati urutan ke-34 produsen baja terbesar di dunia.
Asosiasi Baja Dunia merekap data produksi baja dari 170 perusahaan baja skala besar, termasuk 18 dari 20 perusahaan baja terbesar di dunia. Data produksi baja dari Asosiasi Baja Dunia merepresentasikan 85% produksi baja global.
Pada tahun ini, Kementerian Perindustrian menargetkan produksi baja nasional diperkirakan mencapai 6-6,5 juta ton. Sehingga masih terjadi defisit pasokan baja di dalam negeri mencapai 3-3,5 juta ton. Defisit pasokan itu terpaksa harus dipenuhi dari impor.(Tim redaksi 01)