Latest News
You are here: Home | Agroindustri | Perancis Terapkan Pajak Regresif CPO, Harga Berpotensi Terdistorsi
Perancis Terapkan Pajak Regresif CPO, Harga Berpotensi Terdistorsi

Perancis Terapkan Pajak Regresif CPO, Harga Berpotensi Terdistorsi

Duniaindustri.com (Februari 2016) – Pemerintah Perancis memberlakukan peraturan terkait pungutan pajak regresif terhadap impor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang masuk ke negara tersebut. Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mengaku keberatan terkait kebijakan Pemerintah Perancis tersebut karena dapat mendistorsi harga di pasar internasional.

Ketua Umum Apkasindo Anizar Simanjuntak berpendapat, hal itu merupakan bentuk penjajah gaya baru atau neokolonialisme. Pasalnya, pajak regresif CPO tersebut dianggap membebankan para petani kelapa sawit nasional.

“Ini neokolonialisme berbentuk persaingan dagang, agar CPO kita lebih mahal dari minyak nabati yang diproduksi negara Perancis,” kata Anizar melalui keterangan tertulisnya.

Dia menilai, pemerintah Perancis sudah keterlaluan dengan mengenakan pajak tersebut guna membiayai kesehatan masyarakat dan petani di negaranya. “Masak kita, petani sawit disuruh memfasilitasi kesehatan masyarakat dan petani Perancis,” imbuhnya.

Anizar mengatakan, Pemerintah Perancis memang sangat dikenal protektif terhadap produk pertanian dan beberapa sektor produksi lainnya. Dengan adanya pajak tersebut maka produk CPO Indonesia akan kalah bersaing di sana.

Berdasarkan hal itu, Apkasindo mengimbau pemerintah Indonesia agar membuka pasar ekspor baru untuk CPO ke negara belahan dunia lainnya. Menurutnya apabila Perancis jadi menerapkan aturan pungutan pajak regresif tersebut maka akan menular ke negara eropa lainnya. “Kita buka pasar baru ke negara-negara seperti Uzbekiztan, Turki dan negara Balkan lainnya,” usulnya.

Namun Anizar juga mengimbau agar pemerintah juga menghimbau agar pemerintah terlebih dahulu melakukan negosiasi dengan pihak pemerintah Perancis untuk membatalkan aturan pungutan pajak regresif tersebut. Jika tidak, dia mengancam akan mengerahkan masa untuk melakukan demonstrasi di Kedutaan Perancis di Indonesia.

“Apabila tidak ada pembatalan terkait aturan tersebut, kami para petani sawit siap turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi ke kedutaan Perancis di Indonesia,” tegasnya.

Menurut catatan Apkasindo, Perancis berencana mengenakan pajak terhadap produsen sawit impor yang masuk ke negara itu secara bertahap. Untuk tahun 2017 sebesar 300 euro per ton, kemudian tahun 2018 sebesar 500 euro per ton. Lalu pada tahun 2019 sebesar 700 euro per ton dan menjadi 900 euro per ton pada 2020.

Outlook Komoditas
Pada 2016, outlook harga komoditas dunia berpotensi terangkat ke level positif (perbaikan jangka pendek), meski masih dalam tahap stabilisasi. Demikian hasil survei Bloomberg terhadap 108 pedagang, analis, ekonom dan ahli strategi di Asia, Eropa dan Amerika, yang mengindikasikan akan ada perbaikan harga emas, gas alam, dan gandum pada 2016.

Namun, tak semua jenis komoditas bakal mencatatkan kenaikan harga. Harga minyak mentah yang sudah terpuruk sejak 1998, menurut sejumlah responden, malah bisa lebih terperosok lagi. Sementara itu, hasil survei memperlihatkan pesimisme yang besar terhadap harga tembaga.
Pelemahan yang terjadi sepanjang 2015, menekan harga hampir semua jenis komoditas, merontokkan keuntungan perusahaan, termasuk perusahaan tambang Anglo Amrican Plc, Afrika Selatan dan produsen energi Royal Dutch Shell Plc. Dunia terperangkap dalam surplus bahan mentah setelah tahun-tahun ekspansi yang berujung pada melambatnya ekonomi China.

Quincy M Krosby, ahli strategi pasar Prudential Financial Inc, di New Jersey, melihat akan banyak sekali terjadi zig-zag, namun di 2016 ada peluang untuk mulai tercapainya level terendah, atau stabilisasi, dari harga komoditas.

“Ini bukanlah petunjuk bahwa akan terjadi letupan di suatu tempat, tapi saat ini, banyak investor mulai mencari lebih sedikit berita buruk. Ada sejumlah sinyal bahwa kita akan masuk ke jalur yang sedikit lebih positif,” katanya seperti dikutip Bloomberg.

Indeks Komoditas Bloomberg, yang mengukur keuntungan dari 22 komponen komoditas, anjlok 24% pada 2015, mengarah pada kerugian tahunan selama tiga tahun berturut-turut, sekaligus penurunan terpanjang sejak dimulainya pengumpulan data pada 1991. Hanya kapas dan gula yang membuahkan keuntungan.
Nikel berkinerja paling buruk, terjungkal 43% karena spekulasi bahwa pemangkasan pasokan masih belum cukup besar untuk mengurangi berlimpahnya pasokan global. Perdagangan minyak pemanas (heating oil) di New York mengalami kerugian terburuk kedua, sebesar 34%.

Outlook Harga CPO
Sejumlah analis terkemuka memperkirakan harga CPO (minyak sawit mentah/crude palm oil) bisa melonjak 40% menjadi US$ 700 per ton pada pertengahan 2016. Pola cuaca El Nino dan peningkatan pengunaan biodiesel berbasis sawit di Indonesia akan menekan pasokan CPO ke pasar global dan harga CPO akan meroket.

Prediksi optimistis itu diungkapkan analis terkemuka industri sawit, James Fry, seperti dilansir Reuters. Kenaikan harga tersebut disebabkan pola cuaca El Nino tahun ini yang menekan produksi dan potensi peningkatan penggunaan biodiesel berbasis sawit di Indonesia.

Fry menjelaskan, dua negara produsen CPO terbesar, Indonesia dan Malaysia, mendapatkan curah hujan lebih rendah dari normal tahun ini karena El Nino. Hal ini memicu kekhawatiran berkurangnya produksi sawit sehingga mendorong harga acuan berjangka untuk CPO naik lebih dari 25% dari posisi harga acuan Agustus yang di angka terendah 6,5 tahun.

Sebagai perbandingan, harga acuan berjangka CPO meningkat 57% pada 2009, terutama karena terjadinya El Nino, yang secara tipikal membuat musim kering di Asia dan timur Afrika dan sebaliknya memicu banjir di Amerika Latin.

“El Nino akan membawa harga CPO di atas US$ 700 per ton (free-on-board/FOB) pada pertengahan tahun depan, dengan produksi CPO dunia pada 2016 di bawah 2015,” papar Fry, yang merupakan Chairman di LMC International, perusahaan konsultan komoditas. CPO pada akhir September 2015 diperdagangkan sekitar US$ 500 per ton FOB.

Thomas Mielke, editor Oil World berbasis di Hamburg, juga memperkirakan El Nino akan menekan produksi CPO Malaysia pada September dibandingkan produksi Agustus.

Selain karena pola cuaca yang menekan produksi, Fry juga menunjuk pada potensi peningkatan penggunaan biodiesel berbasis sawit di Indonesia, yang akan memperketat pasokan CPO dari Indonesia sebagai produsen terbesar dunia ke pasar internasional.

Fry memaparkan bahwa Presiden Joko Widodo telah meneken keputusan presiden yang mengenakan retribusi ekspor CPO sebesar US$ 50 per ton. Sebagian dana pungutan itu akan digunakan untuk subsidi biodiesel. “Penjualan biodiesel tak layak (secara industri) di harga saat ini. Tetapi, jika ada subsidi, dampaknya (terhadap penggunaan biodiesel) bisa besar,” kata Fry, yang berbicara di konferensi GlobOil India.

Bahkan, lanjut Fry, tanpa El Nino sekalipun, harga akan melonjak di atas US$ 600 per ton pada kuartal I 2016 seiring peningkatan penggunaan biodiesel di Indonesia. “Dengan asumsi, dana pungutan ekspor CPO Indonesia digunakan secara penuh.”

Selain El Nino dan penggunaan biodiesel di Indonesia, Fry juga menunjuk pada kemungkinan bahwa petani sawit cenderung mengurangi penggunaan pupuk dalam beberapa bulan terakhir, demi menekan pengeluaran karena harga CPO yang rendah. “Ini juga akan memukul produksi setelah November,” ungkapnya.(*/berbagai sumber/tim redaksi 04)

datapedia

DIVESTAMA2 (1)

desainbagus kecil

d-store

CONTACT US BY SOCIAL MEDIA:

TwitterLogo Like-us-on-Facebook

logo slideshare google-plus-logo

watch_us_on_youtube

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top