Duniaindustri.com (Agustus 2015) – Penyaluran pembiayaan industri multifinance hanya tumbuh 4%-4,5% pada semester I 2015 di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan data industri pembiayaan periode Mei 2015 yang dipublikasikan Bank Indonesia (BI), total pembiayaan industri multifinance tumbuh 3,67% secara year on year (yoy) dari posisi Rp 357,06 triliun menjadi Rp 370,15 triliun.
Meski demikian, Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) masih optimistis penyaluran pembiayaan industri multifinance masih berpeluang tumbuh 8%-10% hingga akhir 2015. Faktor pendongkrak pertumbuhan antara lain ketentuan penurunan uang muka (down payment) kendaraan bermotor dan inovasi produk perusahaan pembiayaan.
Sekretaris Jenderal APPI Efrinal Sinaga mengatakan, APPI memprediksi industri pembiayaan masih mampu mencapai target pertumbuhan awal, yaitu maksimal 10%. “Mudah-mudahan efek ketentuan DP yang baru mulai terlihat pada semester II ini. Di sisi lain, mulai tahun ini kami sudah ada percobaan (trial) untuk pembiayaan maritim, koperasi, dan pendidikan,” ujar dia.
Adapun melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 29/POJK.5/2014, OJK sebagai regulator mengharapkan agar multifinance dapat mulai mendiversifikasi produk dan tidak hanya mengandalkan pembiayaan konsumen. Menindaklanjuti kebijakan OJK tersebut, sejumlah perusahaan pembiayaan mulai menggarap lini usaha lain seperti pembiayaan multiguna, perumahan, dan pembiayaan modal kerja.
Perusahaan yang mulai melakukan inovasi produk tersebut antara lain PT Federal International Finance (FIFGROUP), PT Indomobil Finance Indonesia, PT Mandiri Tunas Finance (MTF), dan PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOM Finance).
Minat Asing
Kelesuan yang terjadi di industri pembiayaan tidak menyurutkan minat investor asing untuk masuk ke sektor ini. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ada dua investor asing dari Jepang dan Korea Selatan yang menjajaki kemungkinan membuka bisnis multifinance di Indonesia, baik melalui akuisisi maupun perusahaan patungan (joint venture).
Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) juga menyatakan ada dua calon investor dari Jepang yang berminat menjadi pemain baru di industri embiayaan. Belum lagi calon-calon investor yang melakukan penjajakan secara tertutup kepada sejumlah perusahaan pembiayaan.
Seperti diketahui, batasan kepemilikan asing untuk perusahaan pembiayaan di Indonesia mencapai 85%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan batasan kepemilikan pada perusahaan asuransi dan reasuransi yang maksimal 80% atau di perbankan yang hanya 30%-40%. Selain itu, modal awal untuk mendirikan perusahaan pembiayaan di Indonesia relatif murah, yakni sebesar Rp 100 miliar.
Investor asing juga mempertimbangkan pertumbuhan pesat kelas menengah di Indonesia yang menjadi pendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan prediksi Bank Dunia, jumlah penduduk Indonesia yang memasuki kelas menengah pada 2030 diperkirakan mencapai 141 juta jiwa, meningkat dibandingkan dengan 130 juta jiwa pada 2011. Penduduk kelas menengah ini merupakan pasar yang empuk bagi perusahaan-perusahaan pembiayaan.(*/berbagai sumber)