Duniaindustri.com (Agustus 2016) – Volume penjualan industri rokok turun 0,5% menjadi 142 miliar batang pada semester I 2016 dibanding periode yang sama tahun lalu, menurut data PT Gudang Garam Tbk (GGRM) yang bersumber dari Nielsen. Seiring dengan penurunan itu, volume penjualan Gudang Garam juga turun lebih dalam, sekitar 1,8% menjadi 37,7 miliar batang di semester I 2016 dari sebelumnya 38,4 miliar batang.
Meski volume penjualan turun, Gudang Garam (emiten produsen rokok dengan pangsa pasar terbesar kedua di Indonesia) masih dapat mencatatkan peningkatan pendapatan sebesar 11,2% menjadi Rp 37 triliun dari sebelumnya Rp 33,2 triliun, ditopang kenaikan harga jual.
“Volume penjualan industri rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM) full flavor, yang merupakan 77% dari total volume penjualan perseroan, turun sebesar 2,4% menjadi 28,9 miliar batang. Di kategori SKM rendah tar dan nikotin (SKM LTN), volume penjualan turun sebesar 1,6% menjadi 4,6 miliar batang, sementara volume penjualan SKT (sigaret kretek tangan) meningkat sebesar 1,9% menjadi 4,2 miliar batang,” tulis manajemen Gudang Garam dalam keterangan tertulis.
Margin laba bruto Gudang Garam meningkat dari 20,7% menjadi 21,7% meskipun biaya pita cukai, PPN dan pajak
rokok yang merupakan 73% dari total biaya pokok penjualan dibandingkan dengan 71% pada periode yang sama tahun 2015, meningkat 12% menjadi Rp 21,0 triliun. Sementara biaya bahan baku yang digunakan (pada biaya pokok penjualan) naik sebesar 6,4% menjadi Rp 6,7 triliun.
Margin laba usaha berhasil dipertahankan pada level 12%. Beban bunga yang lebih rendah seiring dengan penurunan suku bunga pinjaman secara bertahap mampu mempertahankan jumlah penghasilan komprehensif. Jumlah penghasilan komprehensif Gudang Garam tumbuh 19,2% menjadi Rp 2,9 triliun dari sebelumnya Rp 2,4 triliun.
Selain itu, Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan yang diadakan pada tahun 2016 menyetujui pembagian dividen sebesar Rp 2.600 per saham.
Nilai Pasar Rokok
Nilai pasar (market size) industri rokok di Indonesia pada 2015 diestimasi berkisar Rp 222,7 triliun – Rp 224,2 triliun, menurut data duniaindustri.com. Perhitungan nilai pasar industri rokok tersebut berdasarkan nilai volume penjualan industri rokok dikali harga rata-rata dan mempertimbangkan penerimaan cukai negara.
Volume produksi rokok pada 2015 diperkirakan tumbuh tipis dibanding 2014, dari 314 miliar batang menjadi 315 miliar batang. Sementara konsumsi rokok di Indonesia meningkat rata-rata per tahun (CAGR) sebesar 6% periode 2008-2014. Harga rokok di Indonesia paling rendah di kawasan Asia Tenggara sebesar US$ 1,4 per pack rokok.
Saat ini jumlah perokok di Indonesia pada 2015 mencapai 62,7 juta jiwa dengan rasio 63% dari seluruh pria merupakan perokok, sedangkan 5% wanita merupakan perokok.
Sejak kuartal I 2007, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dengan dukungan Philip Morris merajai industri rokok nasional. Pada 2010, market share HM Sampoerna sebesar 30,9% dan pada 2015 sekitar 35,2%.
Padahal sejak 1989-2007, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mendominasi pasar dengan pangsa sekitar 28%-47%. Namun tahta market leader Gudang Garam harus diserahkan kepada HM Sampoerna pada 2007.
HM Sampoerna pemimpin pasar rokok di Indonesia memiliki merek produk yang kuat dan cenderung mendominasi pasar. HM Sampoerna merajai di segmen SKM 31%, SKT 39%, dan SPM 81% dengan portofolio produk yakni A Mild, Dji Sam Soe, Malboro, U mild, dan Sampoerna Kretek.(*/tim redaksi 03)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: