Latest News
You are here: Home | World | Pendapatan Bunga dan Syariah BCA Tumbuh 8,4%
Pendapatan Bunga dan Syariah BCA Tumbuh 8,4%

Pendapatan Bunga dan Syariah BCA Tumbuh 8,4%

Duniaindustri.com (Oktober 2015) – Pendapatan bunga dan syariah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) pada Januari-September 2015 tumbuh 8,4% menjadi Rp 34,88 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu Rp 32,17 triliun, berdasarkan laporan keuangan konsolidasian perseroan yang tidak diaudit. Kenaikan pendapatan itu berasal dari peningkatan kredit yang diberikan, efek-efek untuk tujuan investasi, pembiayaan konsumen, serta bagi hasil syariah.

Menurut laporan keuangan BCA, kredit yang diberikan perseroan tumbuh 9,75% menjadi Rp 27 triliun hingga kuartal III 2015 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp 24,6 triliun. Efek-efek untuk tujuan investasi juga meningkat 32% menjadi Rp 3,17 triliun dibanding sebelumnya Rp 2,4 triliun. Demikian juga pembiayaan konsumen serta investasi sewa pembiayaan meningkat 2,87% menjadi Rp 2,15 triliun dari sebelumnya Rp 2,09 triliun. Bagi hasil syariah BCA juga tumbuh 75,3% menjadi Rp 270 miliar dari sebelumnya Rp 154 miliar.

Kenaikan pendapatan bunga dan syariah BCA dibarengi beban bunga dan syariah yang relatif stagnan sebesar Rp 8,6 triliun. Dengan demikian, pendapatan bunga dan syariah bersih BCA naik 11,48% menjadi Rp 26,25 triliun dari sebelumnya Rp 23,56 triliun.

Sementara pendapatan provisi dan komisi BCA pada periode tersebut naik 16,2% menjadi Rp 6,16 triliun dibanding sebelumnya Rp 5,3 triliun. Selain itu, BCA juga membukukan pendapatan transaksi perdagangan bersih yang tumbuh signifikan, hampir dua kali lipat, menjadi Rp 908 miliar dari Rp 488 miliar.

Di sisi lain, BCA mencatatkan peningkatan beban operasional sebesar 20,3% menjadi Rp 16 triliun dibanding sebelumnya Rp 13,3 triliun. Beban operasional itu antara lain berasal dari beban karyawan yang naik 17% menjadi Rp 7,79 triliun dari sebelumnya Rp 6,65 triliun.

Kenaikan beban operasional yang cukup signifikan itu ikut mempengaruhi laba bersih BCA. Hingga kuartal III 2015, laba bersih BCA tumbuh 9,6% menjadi Rp 13,38 triliun dari sebelumnya Rp 12,21 triliun.

Syariah Tertinggal
Meski penduduk muslim di Indonesia lebih besar dibanding Malaysia, kondisi perkembangan industri perbankan syariah jauh terbalik. Industri perbankan syariah di Indonesia masih tertinggal dari Malaysia.

Hal itu terlihat dari perkembangan aset industri syariah di negeri ini. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa aset perbankan syariah nasional turun 27% menjadi Rp200 triliun (US$ 14,7 miliar) pada periode Januari-Agustus 2015, dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan aset perbankan syariah Malaysia pada periode yang sama meningkat 13,7% menuju rekor 672,6 miliar ringgit (U$158 miliar). Di pihak lain, penjualan sukuk korporasi di Malaysia dalam hitungan miliaran dolar, sedangkan di Indonesia baru dalam hitungan jutaan dolar.

Dalam penilaian manajemen OCBC Al-Amin Bank Bhd, seperti dilansir Bloomberg, industri keuangan syariah di Indonesia terlalu fokus ke perbankan ritel, sehingga lebih rentan terhadap perlambatan ekonomi global yang saat ini tengah berlangsung.

“Kita belum melihat insentif yang dijanjikan Indonesia pada akhir tahun lalu,” ujar CEO Amanah Capital Group Ltd, Abas A Jalil, di Kuala Lumpur.

“Berlanjutnya insentif bagi keuangan syariah yang diberitakan pemerintah Malaysia merupakan faktor kunci pertumbuhan industri syariah (di Malaysia).”

Kedua negara saat ini sama-sama memiliki program investasi infrastruktur, namun Malaysia selangkah di depan dalam mendorong pendanaan proyek melalui sukuk, dengan memperluas keringanan pajak sukuk pada anggaran 2016. Adapun di Indonesia, insentif sejenis tidak terlihat.

Sebagai gambaran, pemerintah Indonesia menargetkan belanja program infrastruktur Rp5.519 triliun, namun korporasi di Indonesia baru tercatat merilis sukuk denominasi rupiah senilai US$ 81 juta tahun ini. Bandingkan dengan Malaysia yang pada 2015 sudah mencetak penjualan sukuk US$ 8 miliar dalam mendukung rencana investasi PM Najib Razak di infrastruktur senilai US$ 444 miliar.

Lebih dari lima tahun sejak Bank Indonesia meminta otoritas pajak menyelesaikan masalah pajak ganda pada sukuk – yakni dari capital gains dan pendapatan underlying asset – perusahaan keuangan syariah masih gamang dalam mengaku harus berkonsultasi dengan regulator dengan dasar kasus per kasus. Di lain pihak, pemerintah Malaysia telah melangkah jauh dengan memberi potongan biaya dalam penjualan sejumlah obligai syariah hingga 2018.

Perhatian saat ini tertuju pada paket kebijakan yang dijadwalkan akan dirilis OJK pada bulan depan, yang mungkin akan memasukkan pelonggaran regulasi sukuk dan promosi indeks saham syariah demi mendorong partisipasi luas masyarakat, seperti pernah disampaikan Ketua OJK Muliaman Hadad.(*/berbagai sumber)

datapedia

DIVESTAMA2 (1)

desainbagus kecil

CONTACT US BY SOCIAL MEDIA:

TwitterLogo Like-us-on-Facebook

logo slideshare google-plus-logo

watch_us_on_youtube

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top