KEPEMILIKAN ASING DI INDUSTRI FARMASI BISA MENCAPAI 85%
Duniaindustri.com (November 2013) — Pemerintah akhirnya menyelesaikan draft revisi Daftar Negatif Investasi (DNI). Dari keputusannya kali ini, pemerintah menetapkan lima sektor baru yang dibuka bagi kepemilikan asing serta 10 bidang masuk dalam relaksasi (kelonggaran) DNI.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar, menjelaskan sektor usaha yang kini dibuka untuk pemodal asing tersebut berkaitan dengan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) untuk kepemilikan asing.
Di antara sektor bisnis yang dibuka untuk pemodal asing adalah kebandaraan, pelabuhan yang terbatas pada aspek pengelolaan bukan kepemilikan aset, serta penyelenggaraan terminal darat dan terminal barang.
“Sektor terminal darat dan terminal barang dibuka dengan porsi kepemilikan asing bisa 49% dari sebelumnya tidak ada. Kalau bandara dan pelabuhan pengelolaannya bisa KPS, tapi kepemilikannya oleh Pelindo, Angkasa Pura,” kata Mahendra.
Selain lima sektor usaha yang baru dibuka tersebut, pemerintah juga menetapkan kelonggaran kebijakan dengan menaikkan porsi saham kepemilikan asing di 10 bidang usaha. Kesepuluh sektor usaha itu di antaranya industri farmasi, wisata alam, distribusi film, bidang keuangan, pengujian kendaraan bermotor (KIR).
“Industri farmasi sudah terbuka tapi setelah melihat perkembangan dan farmasi nasional kita tidak kuat, maka persyaratan asing yang tadinya 75% menjadi 85%,” lanjut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa.
Pada daftar kali ini, pemerintah juga mengalihkan dua sektor usaha ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Sektor pertama adalah industri wisata alam yang sebelumnya masuk ranah sektor kehutanan. Pemerintah ingin mendorong kepemilikan asing dari 45% menjadi 70%. Sektor usaha lainnya adalah distribusi film yang sebelumnya dibawah naungan sektor perdagangan.
Sementara itu, Hatta bilang, industri telekomunikasi untuk jaringan penyelenggaraan jaringan telepon dari 49% kini seragam menjadi 65%.
“Tadinya 100% milik kita, tapi nanti asing bisa masuk dengan porsi 49%. Dan untuk ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) dilonggarkan menjadi 51%. Sedangkan di bidang keuangan untuk lembaga pembiayaan tadinya 80% menjadi 85% (modal ventura),” ujar Hatta.
Diakuinya, draft revisi DNI tersebut masih harus kembali diselesaikan pekan depan. Sehingga relaksasi DNI yang mendukung investasi tersebut dapat berlaku pada tahun ini.
“Sangat penting menjaga hal-hal yang menyangkut investasi dan mendorong sektor usaha kecil dan menengah bisa lebih berkembang. Investasi lebih ramah dengan tetap menjaga kepentingan nasional,” pungkas dia.
Lebih Rinci
Hatta Rajasa menambahkan beberapa sektor baru yang dibuka untuk pihak asing, antara lain pertama bisnis distribusi film termasuk di dalamnya ada bisnis bioskop. Sektor kedua yang diperbolehkan asing masuk adalah sektor periklanan, pemodal asing diperbolehkan hingga 51%, khususnya untuk negara-negara ASEAN.
“Di sektor periklanan asing hanya boleh masuk 51%, sebelumnya tertutup, itupun hanya untuk negara-negara di ASEAN saja,” ucapnya.
Hatta menegaskan apa yang disampaikannya ini belum resmi ditetapkan. “Kita masih akan melakukan koordinasi sekali lagi, pengusaha juga akan koordinasi lagi, kita rakor lagi minggu depan, selanjutnya baru kita rapikan,” tutup Hatta.
Sektor ketiga bidang pengujian kendaraan bermotor atau KIR. Sektor keempat yang sebelumnya ditutup untuk asing dan bakal dibuka untuk asing adalah bisnis terminal barang darat. “Untuk sektor ini pengelolaannya diperbolehkan dikuasai asing hingga 49%,” ucapnya.
Mahendra mengungkapkan dua sektor lainnya yang dibuka untuk asing adalah pengelolaan bandara dan pelabuhan. “Bandara dan pelabuhan diperbolehkan pemodal asing bisa mengelolanya hingga 100%, sedangkan aset tetap tidak boleh, harus dikuasai dalam negeri seperti Angkasa Pura dan Pelindo,” tutupnya.(*)
Rekomendasi
Kebijakan pelonggaran DNI menunjukkan upaya pemerintah untuk menarik lebih banyak investasi asing masuk ke Indonesia. Hal itu ditujukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional yang cenderung melambat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2013 hanya mencapai 5,62% (year on year), melambat dibanding kuartal II-2013 yang mampu mencapai 5,8%. Perlambatan itu dipengaruhi kurs rupiah yang berada di atas Rp 11.000/US$, kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) menjadi 7,25%, dan inflasi yang melonjak di atas 4% pada bulan Agustus 2013. Nah, untuk mengantisipasi perlambatan itu berlangsung lebih lama, pemerintah menggenjot investasi asing. Seperti diketahui, realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) triwulan III tahun 2013 tercatat dalam data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencapai Rp100,5 triliun. Angka ini merupakan pertama kalinya realisasi investasi di negeri ini melebihi angka Rp100 triliun. Realisasi penanaman modal dalam Negeri (PMDN) triwulan III tahun 2013 mencapai angka Rp33,5 Triliun atau naik 32,9% dari angka realisasi periode yang sama di tahun 2012. Sedangkan untuk Penanaman Modal Asing (PMA) mencapai Rp67 triliun.