Latest News
You are here: Home | Rokok | Pemerintah Terapkan Pembatasan, Industri Rokok Terpukul
Pemerintah Terapkan Pembatasan, Industri Rokok Terpukul

Pemerintah Terapkan Pembatasan, Industri Rokok Terpukul

Pemerintah mulai 24 Desember 2012 menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. PP Tembakau ini mengatur kewajiban pencantuman kandungan nikotin, tar serta bahan lainnya dalam kemasan rokok, termasuk peringatan kesehatan, kawasan tanpa rokok, perlindungan anak dan wanita hamil, pengendalian dan pengawasan iklan rokok.

Bagi perusahaan-perusahaan rokok yang melanggar peraturan ini akan dikenai sanksi mulai dari teguran hingga hingga penghentian sementara kegiatan produksi. Pemberlakuan PP Tembakau ini paling lambat 18 bulan setelah diundangkan.

Produsen rokok sepertinya harus bersiap-siap untuk membatasi iklan dan promosi produk tembakau yang menjadi sponsor kegiatan. Pembatasan untuk iklan rokok ini mulai berlaku Juni 2014.

Pasal 61 PP No. 109/2012 menyebutkan, ketentuan mengenai pencantuman peringatan kesehatan paling lambat 18 bulan terhitung sejak PP ini diundangkan yaitu tanggal 24 Desember 2012. Adapun ketentuan mengenai pembatasan iklan dan promosi Produk Tembakau atau menjadi sponsor kegiatan diberlakukan paling lambat 12 bulan sejak PP ini diundangkan.

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan PP ini merupakan turunan dari Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 yang sudah diatur dan dibantu oleh sosialisi bersama-sama oleh pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masyarakat.
“Kami juga melakukan sosialisasi melalui media sosial seperti Youtube, Twitter dan iklan layanan masyarakat. Selain itu, saya cukup optimistis hal ini bisa menurunkan jumlah perokok,” katanya.

Pembatasan iklan rokok diatur dalam Pasal 27 PP 109/2012 yang beberapa di antaranya berisi kewajiban mencantumkan peringatan kesehatan dalam bentuk gambar dan tulisan sebesar paling sedikit 10% dari total durasi iklan atau 15% dari total luas iklan, kemudian kewajiban mencantumkan tulisan “18+” dalam iklan produk tembakau.

“Dalam film juga tidak boleh lagi ada kata-kata yang mengandung promosi rokok,” jelas Nafsiah.

Pasal 28 PP Tembakau diatur ketentuan bahwa iklan produk tembakau di media cetak tidak boleh diletakkan di sampul depan atau belakang media cetak, dan halaman depan surat kabar. Tidak boleh diletakkan berdekatan dengan iklan makanan. Luas kolom iklan tidak boleh memenuhi seluruh halaman dan tidak dimuat di media cetak untuk anak, remaja dan perempuan.

Untuk media penyiaran, ada pembatasan siaran yang diatur pada pasal 29 yaitu iklan produk tembakau hanya boleh ditayangkan di jam tayang setelah pukul 21.30 hingga pukul 05.00 pagi.

Iklan produk tembakau di media ruang juga harus memenuhi ketentuan dengan tidak diletakkan di kawasan tanpa rokok, tidak diletakkan jalan utama atau protokol, harus diletakkan sejajar dengan bahu jalan dan tidak boleh memotong jalan atau melintang dan tidak boleh melebihi ukuran 72 meter persegi.

Selama 3 tahun lalu mulai 2010 pemerintah telah mulai menyusun PP Tembakau dengan melakukan koordinasi dengan berbagai sektor dan melibatkan masyarakat serta pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk pelaku industri rokok itu sendiri.

Pemerintah menghitung bahwa sepanjang 2010 tak kurang dari Rp 231,27 triliun dikeluarkan pemerintah dan masyarakat terkait tembakau. Penjualan rokok di 2010 sebesar Rp138 triliun, sementara untuk biaya perawatan kesehatan termasuk rawat inap dan jalan bagi penderita gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh rokok sebesar Rp2,11 triliun. Sekitar Rp 91,16 triliun untuk kehilangan produktivitas karena kematian prematur dan morbiditas disabilitas. Sementara pendapatan negara dari cukai tembakau sepanjang 2010 hanya mencapai Rp 55 triliun.(Tim redaksi 02/berbagai sumber)

Rekomendasi
Pembatasan peredaran, iklan, promosi, dan sponsor yang dilakukan pemerintah akan menghantam industri rokok nasional. Penjualan rokok di Indonesia yang pada 2010 sebesar Rp138 triliun akan turun signifikan mengingat produsen dibatasi promosi dan iklannya. Kondisi itu bisa mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di sektor rokok dan penerimaan cukai negara. Jumlah perusahaan rokok terancam menurun, serta devisa ekspor hasil tembakau juga anjlok.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top