Latest News
You are here: Home | Kimia | Pemerintah Siapkan Jurus Baru Paket Penyelamat Industri
Pemerintah Siapkan Jurus Baru Paket Penyelamat Industri

Pemerintah Siapkan Jurus Baru Paket Penyelamat Industri

Duniaindustri.com (September 2015) – Pemerintah langsung merespons pelemahan rupiah yang nyaris menyentuh Rp 14.300/US$ dengan menyiapkan jurus baru penyelamat industri. Bagaimana tidak, duniaindustri.com mencatat 64% industri masih bergantung bahan baku impor sehingga rentan terdampak gejolak kurs.

Paket kebijakan baru itu juga diharapkan menyelamatkan industri dari penurunan produksi yang berujung layoff massal.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan paket kebijakan ekonomi yang disusun oleh Kabinet Kerja akan dirilis pada Rabu (9/9) setelah sehari sebelumnya akan dilaporkan terlebih dahulu kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Untuk paket kebijakan kami akan sampaikan kepada Presiden Jokowi besok, sehingga Rabu bisa segera diumumkan kepada publik,” ujar Darmin dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Paket Kebijakan itu adalah penyederhanaan 154 aturan (deregulasi) yang selama ini dinilai menghambat kegiatan ekonomi. Menurut dia, paket kebijakan tersebut akan efektif menstimulus ekonomi nasional yang ikut melemah terseret perekonomian global.

“Tema besarnya kami akan membuka ruang untuk mendukung perkembangan industri. Kemudian akan ada kebijakan baru di bidang perumahan, pertambangan dan energi, pertanian dan sebagainya,” lanjut Darmin.

Di bidang perumahan, Darmin pernah berujar pemerintah akan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 (PP 41 tahun 1996) tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia.

Aturan ini memberikan hak pada orang asing untuk membeli apartemen selama bangunanannya berdiri di atas tanah yang berstatus.

“Itu akan kita revisi, sebagai upaya mendongkrak pertumbuhan properti,” ujar Darmin.

Direktur Eksekutif Mandiri Institute, Destry Damayanti menilai kebijakan moneter bank sentral yang mempertahankan BI rate di level 7,5 persen sudah tidak lagi efektif untuk mengendalikan nilai tukar rupiah. Pasalnya, selisih BI rate dengan bunga acuan bank sentral AS (the Fed rate) terlampau jauh sehingga upaya apapun yang dilakukan BI tetap tak akan mengurangi imbas normalisasi kebijakan moneter AS terhadap rupiah.

“Terkait suku bunga, dalam kondisi seperti ini memang pelemahan rupiah lebih banyak yang di luar kontrol pemerintah dan BI. Suku bunga diturunkan juga tidak masalah, karena kita butuh suatu stimulus dan pengakuan bahwa ekonomi sedang berat dan perlu adanya dorongan,” ujarnya.

Sementara dari sisi fiskal, Destry menilai pemerintah perlu mengimbangi kebijakan moneter tersebut dengan memberikan insentif pajak yang tepat sasaran. Karenanya, kebijakan yang diusung harus lebih mengutamakan keringanan bagi wajib pajak ketimbang menggenjot penerimaan pajak untuk mencapai target yang terlalu tinggi.

“Kalau pemerintah berani turunin pajak, ya turunin saja. Dalam kondisi seperti ini penerimaan pajak pasti menurun. Income rate diturunkan, target pajak ya sudah harus diturunkan,  tidak realistis di saat seperti ini. Daya beli masyarakat terkena efek nantinya,” jelas Destry.

Namun, Destry mengingatkan agar keringanan pajak tidak hanya difokuskan bagi pemodal besar melalui fasilitas pembebasan pajak penghasilan (tax holiday). Catatanya adalah agar tingkat pengembalian pajak (restitusi) yang harus ditanggung pemerintah tidak terlalu besar di kemudian hari.(*/berbagai sumber)

datapedia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top