Duniaindustri.com — Pemerintah akan memperketat verifikasi produk impor, mencakup produk pangan, kosmetik, dan alat kesehatan, untuk melindungi pasar domestik. Kebijakan itu akan dilakukan dengan memperketat analisa resiko barang impor yang masuk.
Wakil Kementerian Perdagangan Bayu Krisnamurthi menyampaikan hal tersebut sesuai dengan amanat yang diberikan Presiden kepada Kementerian Perdagangan. “Kami telah merumuskan, untuk semua yang terkait dengan pangan, kosmetik, kesehatan dan pangan segar, akan diterapkan analisa resiko,” ujar Bayu.
Menurut dia, risk analisis itu meliputi sertifikasi pertanian di negara asal. “Misalnya produk alas kaki impor diperiksa sampai detail,” ucapnya.
Metode yang akan diterapkan berbeda antara satu produk dengan produk lainnya. Misalkan impor hanya dilakukan melalui pelabuhan yang dapat menguji baik atau tidak barang impor tersebut. Kemudian pemerintah akan melakukan verifikasi di pelabuhan asal.
Untuk mendukung kebijakan tersebut, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) juga akan menggandeng PT Surveyor Indonesia (PTSI) untuk melakukan verifikasi terhadap produk pangan olahan yang akan diperdagangkan di pasar modern Indonesia.
Dengan verifikasi tersebut, diharapkan tidak ada lagi ditemukan produk pangan olahan (makanan dan minuman) kedaluwarsa yang diperjualbelikan di pasar modern, khususnya pasar modern milik anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
Direktur Operasi II PT Surveyor Indonesia Mirma Fadjarwati Malik mengatakan pihaknya akan melaksanakan verifikasi produk makanan minuman itu sesuai instruksi pemerintah. “Kepercayaan pemerintah akan kami dilaksanakan sebaik mungkin,” katanya.
Menurut dia, PT Surveyor Indonesia sebagai BUMN yang mempunyai fungsi untuk menjalankan dan mengamankan regulasi pemerintah. Sebagai independence assurance, perseroan memastikan kesesuaian penyelenggaraan layanan sesuai regulasi BPOM untuk memastikan penanganan retail practice secara baik dan benar. “PT SI siap berperan serta untuk mengamankan program-program BPOM,” kata Mirma Fadjarwati.
Dia menilai, yang lebih esensial lagi adalah bahwa peritel harus menaati peraturan dan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 7/1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan.
Kepala Badan POM Kustantinah optimistis, dengan keterlibatan PT SI, peredaran produk pangan (makanan dan minuman) kedaluwarsa di mal, supermarket, dan hipermarket bisa diminimalisasi. “Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota bisa memberikan sertifikasi kepada industri pangan olahan,” katanya di Jakarta.
Dia juga mengatakan, barang-barang kedaluwarsa yang sudah rusak, busuk, dan warnanya sudah berubah tak diedarkan. Produsen dan peritel harus memastikan produk yang di tangan konsumen itu mutunya bagus, bergizi, dan aman dikonsumsi. “Dengan verifikasi ketat dari PT SI, kasus-kasus yang selama ini ditemukan, saya yakin bisa diminimalisasi,” tegasnya.
Kustantinah mengimbau peritel agar barang-barang yang dijual adalah yang sesuai standar, sesuai merek dalam negeri (MD) dan merek luar (ML). Tanpa memenuhi hal tersebut, pengusaha bisa dipidana lima tahun penjara dan denda Rp 2 miliar sesuai Undang-Undang No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.(Tim redaksi 02)