Duniaindustri.com (Oktober 2015) – Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) akan memperketat importasi jagung guna menyelamatkan produksi dalam negeri. Kebijakan baru tersebut dibuat dengan mengendalikan impor pada masa panen agar petani jagung terlindungi.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Hasil Sembiring, menjelaskan kebijakan pengendalian impor jagung dimaksudkan untuk memperbaiki pola impor yang selama ini tidak mempedulikan terhadap produksi lokal.
“Kami akan tetap melakukan kebijakan pengendalian impor. Karena, biar bagaimana pun kebijakan impor tidaklah menguntungkan petani. Jadi kalau ada yang keberatan, ya, sah-sah saja. Tapi ini akan kita perbaiki. Kebijakan impor tidak boleh bentrok dengan masa panen,” ujar Hasil.
Selama ini, kata Hasil, kebijakan impor pangan hanya dibuka untuk komoditas yang benar-benar tak bisa terpenuhi oleh produksi di dalam negeri. “Kita inginkan kebijakan impor itu sesuai sejalan dengan kebutuhan dalam negeri. Jadi kalau kebutuhan bisa tercukupi, maka tidak perlu impor. Namun bila tak mencukupi, barulah impor,” terang Hasil.
Berdasarkan data Kementan periode Maret 2014 hingga Juni 2015, volume impor bulanan relatif tetap bahkan saat puncak panen raya. Padahal, ketersediaan jagung di dalam negeri mencukupi.
Menurut angka ramalan 2015, produksi jagung mencapai 20,6 juta ton. Sementara kebutuhan jagung nasional sebesar 19,43 juta ton. Artinya, masih ada surplus atas produksi jagung.
“Efektivitas kebijakan pengendalian impor tidak perlu diragukan. Justru kalau enggak ada pengendalian, harga jagung domestik pada 2015 akan lebih rendah di banding 2014. Apa mau, harga jagung lokal jatuh lagi,” tandas Hasil.
Atas pengetatan importasi jagung menuai protes dari kalangan importir serta asosiasi pakan ternak. Mereka menilai kebijakan Mentan Andi Amran Sulaiman yang menghentikan impor jagung, merugikan industri. Namun melindungi petani dalam negeri.
Target 2015
Kementerian Pertanian menargetkan produksi jagung mencapai 20 juta ton di tahun 2015. Target tersebut mengalami peningkatan dibanding tahun lalu sebesar 19,3 juta ton. Kepala Subdirektorat Jagung Direktorat Budidaya Serealis Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Bambang Sugiharto mengatakan, agar target tercapai maka Kementan akan menggenjot pergantian varietas benih jagung biasa ke hibrida. Dengan penggunaan varietas unggul maka produksi panen bisa meningkat hingga 5-10 ton per hektar. Adapun total lahan jagung di Indonesia mencapai 14 hektar.
Hanya saja saat ini baru sebanyak 56% tanaman jagung sudah menggunakan benih jagung hibrida. Selain itu benih jagung berkualitas tinggi masih tergolong mahal yakni di atas Rp 70.000 kg. Idealnya adalah Rp 50.000 atau 20 kali harga jagung pipilan.
Guna kepentingan tersebut, Kementan mengajak swasta untuk terlibat dalam produksi jagung unggulan melalui program kemitraan. Salah satunya PISAgro, program kemitraan bersama Monsanto, Cargill, PT Bank Rakyat Indonesia.
Proyek percontohan tersebut dimulai sejak Juni 2014 menggandeng 100 petani lokal dengan total lahan seluas 50 hektare. BRI menyediakan permodalan melalui skema kredit ketahanan pangan dan energi (KPPE) sebesar Rp305 juta dengan tingkat bunga 5,5% per tahun.
Dana tersebut salah satunya digunakan untuk membeli benih unggul dari Monsanto yang juga menyediakan pendampingan bagi petani. Harga benih jagung DEKALB 85 dipatok Rp73.000, sedangkan benih DEKALB 888 dijual Rp78.000 per kilogram.
Adapun dalam Cargill akan membali hasil panen jagung dengan harga di rentang Rp2.750 hingga Rp2.900 per kilogram. Perusahaan milik asing tersebut juga mendampingi petani untuk pengelolaan pascapanen. PISAgro mengklaim dari proyek percontohan tersebut petani meraih tambahan pendapatan hingga Rp2,9 juta per hektare.(*/berbagai sumber)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: