Latest News
You are here: Home | Kimia | Pemerintah Bayar US$ 558 Juta untuk Ambil Alih Inalum
Pemerintah Bayar US$ 558 Juta untuk Ambil Alih Inalum

Pemerintah Bayar US$ 558 Juta untuk Ambil Alih Inalum

Duniaindustri.com (November 2013) — Pemerintah Indonesia menargetkan mampu mengembalikan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dari tangan Nippon Asahan Aluminium (NAA) pada 1 November 2013. Untuk memuluskan rencana tersebut, pemerintah menawarkan harga US$ 558 juta atau sekitar Rp 6,14 triliun (kurs Rp 11.000 per dolar AS) kepada Nippon Asahan Aluminium (NAA).

“Bukan kurang lebih, tapi di bawah US$ 558 juta. Jadi di bawah, tidak lebih,” ujar Menteri Perindustrian MS Hidayat.

MS Hidayat menjelaskan, anggaran tersebut adalah tawaran terakhir yang diberikan Pemerintah Indonesia kepada Jepang. Anggaran tersebut telah disepakati Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) dan Kementerian Keuangan.

Jika Jepang tidak sepakat dengan tawaran Pemerintah Indonesia dalam membeli Inalum, maka pemerintah akan mengadu ke DPR. Pasalnya Inalum akan dijadikan perusahaan BUMN yang bergerak mengelola aluminium dalam negeri.

Selama ini, proses pengambilalihan Inalum masih terkendala perbedaan nilai valuasi antara Pemerintah Indonesia yang mengajukan nilai buku senilai US$ 424 juta, sementara pihak Jepang mematok US$ 626 juta.

Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) resmi menjadi milik Indonesia melalui skema transfer aset.

“Inalum sudah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Memang mendebarkan karena dulu skema yang dipakai dalam perundingan ini dengan cara mengambil saham, namun detik-detik terakhir Jepang (konsorsium Nippon Asahan Aluminum) memutuskan tidak jadi menggunakan skema share transfer tetapi asset transfer,” ungkap Dahlan.

Menurut Dahlan, perubahan skema ini terjadi pada 30 Oktober 2013. Sebelumnya, pihak Jepang meminta perpanjangan waktu perundingan kepada pemerintah selama tiga hari guna menentukan skema pengambilalihan tersebut.

“Skema transfer aset memang sesuai dengan master agreement sebab dalam master agreement-nya disebutkan transfer aset, bukan saham,” tuturnya.

Oleh sebab itu, sesuai dengan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), nilai pengambilalihan sekitar US$558 juta. Namun, pihak Jepang mengajukan nilai yang lebih tinggi, sekitar US$650 juta.

“Namun, kita harus sesuai dengan BPKP karena kita negara bukan swasta. Kalau swasta, hitung-hitungan saja masuk akal ya sudah. Sepertinya mereka mengindikasikan arbitrase,” ungkapnya.

Kendati demikian, Dahlan menganggap keinginan arbitrase yang diajukan pihak Jepang merupakan bisnis biasa.

Selain penyerahan aset 100% kepada pemerintah, pihak Jepang juga menghendaki agar tidak ada pengajuan klaim.

“Misalnya begini, bila ada kerusakan di pembangkit atau lainnya, kita tidak bisa mengajukan biaya penggantian kepada Jepang,” imbuhnya.

Pasca pengambilalihan, Inalum bertransformasi menjadi BUMN, yakni PT Inalum Persero. Untuk merealisasikannya dibutuhkan Peraturan Pemerintah (PP). Saat ini, jajaran direksi dan komisaris tengah diseleksi.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top