Duniaindustri.com (Januari 2016) – Untuk mempercepat pembebasan lahan bagi pembangunan infrastruktur umum, pemerintah merilis Peraturan Presiden (Perpres) No 148 Tahun 2015, yang merupakan perubahan keempat atas Peraturan Presiden No 71 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan umum. Dengan terbitnya Perpres ini diharapkan terjadi percepatan pembangunan infrastruktur karena masalah pembebasan lahan bisa teratasi.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Taufik Widjoyono menjelaskan, terbitnya perpres tersebut bertujuan untuk mempertegas batas waktu pelaksanaan di lapangan. Percepatan waktu pelaksanaan pengadaan lahan menjadi substansi dari perpres tersebut.
Seperti diketahui, pembebasan lahan acap kali menjadi kendala utama dalam proses pembangunan infrastruktur. Pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) kemudian merumuskan suatu aturan terkait percepatan pembebasan lahan untuk proyek infrastruktur.
Taufik mengatakan, jika dalam Perpres 72 Tahun 2012 gubernur membentuk tim persiapan pengadaan tanah dalam waktu maksimal 10 hari kerja, maka dalam Pasal 8 Ayat 2 Perpres 148 Tahun 2015 waktunya dipersingkat menjadi maksimal dua hari kerja sejak dokumen perencanaan pengadaan tanah diterima secara resmi oleh gubernur.
Begitu juga dengan waktu sosialisasi atau pemberitahuan rencana pembangunan kepada warga, dari semula dilakukan dalam waktu paling lama 20 hari kerja, dipangkas menjadi tiga hari kerja setelah terbentunya tim persiapan (Pasal 11 Ayat 2). Tak hanya itu, lanjut Taufik, penanganan keberatan warga terdampak oleh gubernur juga dipersingkat, dari semula paling lambat 14 hari kerja, kini menjadi tiga hari, sebagaimana tercantum dalam Pasal 39.
“Intinya Presiden ingin semuanya lebih cepat, sehingga waktunya dikontrol dengan perpres tadi. Maka semua pihak akan melakukan upaya dengan lebih cepat, dari kita sendiri otomatis persiapan desain yang lebih baik dan jangan berubah-ubah,” kata Taufik.
Pemerintah pusat, lanjut Taufik, saat ini juga secara tegas memberikan batas waktu bagi pemerintah daerah dalam menentukan penetapan lokasi (penlok). Jika sebelumnya gubernur dapat memutuskan penlok dapat dilakukan dalam masa maksimal 14 hari kerja, Pasal 41 Ayat 1 menyatakan penlok sudah harus diterbitkan dalam waktu tujuh hari kerja. Apabila batas waktu telah habis dan penlok belum juga diterbitkan, maka penetapan lokasi dianggap telah disetujui.
“Penlok kan dari bupati atau gubernur, bukan warga. Jadi pemda itu jangan mengulur-ulur. Ini lebih mendesak kepada gubernur atau walikota supaya tidak lama memutuskan penlok,” jelasnya.
Taufik menjelaskan, tantangan lain yang dihadapi terkait penyediaan lahan adalah menyediakan lokasi anggaran yang cukup guna menghindari tertundanya pembayaran ganti rugi kepada warga terdampak. Untuk itu, tahun ini Kementerian PUPR akan mengajukan dana landcapping sekitar Rp16 triliun kepada Kementerian Keuangan. Dana ini akan digunakan untuk proses pembebasan lahan proyek infrastruktur selama tiga tahun ke depan.
Anggaran Infrastruktur
Menurut data duniaindustri.com, anggaran belanja infrastruktur di Indonesia pada 2015-2019 mencapai US$ 433 miliar. Dana itu terdiri dari anggaran infrastruktur pemerintah pusat sebesar US$ 172 miliar, pemerintah daerah US$ 42 miliar, BUMN US$ 106 miliar, dan perusahaan swasta US$ 113 miliar. Percepatan pembangunan infrastruktur diestimasi mendorong konsumsi semen nasional.
Menurut proyeksi sejumlah pemain semen di Indonesia, konsumsi semen nasional tahun 2016 bisa tumbuh hingga 6% menjadi 65,8 juta ton dengan tingkat utilisasi nasional 87%. Total kapasitas produksi semen nasional pada 2016 diestimasi 75,5 juta ton.
Konsumsi semen per kapita di Indonesia tergolong rendah dibanding negara-negara di ASEAN. Konsumsi semen di Indonesia saat ini sebesar 238 kilogram per kapita, di bawah Singapura 1.104 kilogram per kapita, Malaysia 734 kilogram per kapita, Vietnam 540 kilogram per kapita, dan Thailand 505 kilogram per kapita.(*/berbagai sumber/tim redaksi 02)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: