Duniaindustri.com – Kabar gembira bagi industri manufaktur nasional. Manufaktur menorehkan rekor pada semester I 2011 dengan mencatatkan pertumbuhan di atas perekonomian nasionl, pertama kali sejak krisis moneter 1997-1998.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang diolah dari Badan Pusat Statistik (BPS), industri manufaktur nasional tumbuh 6,61% pada periode Januari-Juni 2011, melampaui laju perekonomian nasional yang tercatat 6,5% di periode yang sama.
Anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN) yang sekaligus Co-Founder Recapital Advisors dan Saratoga Capital Sandiaga S Uno menilai terjadi migrasi arus modal ke sektor manufaktur nasional yang cukup deras di semester I 2011 sehingga mampu mem-push pertumbuhan di atas perekonomian nasional.
“Pertumbuhan manufaktur bisa melampaui perekonomian, itu patut diapresiasi. Apalagi kondisi tersebut terjadi sebelum raksasa dunia (perusahaan multinasional besar) datang ke Indonesia,” ujarnya.
Menurut dia, sektor manufaktur yang tumbuh tinggi akan menopang laju perekonomian nasional di periode berikutnya. Terlebih lagi faktor eksternal mendukung hal tersebut.
Meski demikian, Sandiaga mengakui pemerintah dan dunia industri perlu memperkuat pembenahan di sektor infrastruktur dan birokrasi untuk mendukung pertumbuhan pesat sektor manufaktur. Dua hambatan itu masih menjadi masalah klasik yang menghantui dunia industri nasional. “Mestinya bisa, karena itu semata masalah internal,” kilah pria yang akrab dipanggil Sandi itu.
BPS mencatat indeks pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang di kuartal II 2011 naik 4,79% dari kuartal II 2010. Mesin listrik dan perlengkapannya tumbuh paling tinggi 19,96%, disusul logam dasar yang naik 18,3%, kimia naik 14,6%, kulit dan alas kaki (14,3%), kertas (11,47%), pengolahan tembakau (11,06%), makanan dan minuman (8,7%), dan tekstil (7,25%).
Tren Industrial Wave
Duniaindustri mencatat Indonesia diperkirakan memasuki fase industrial wave dunia seiring pelemahan manufaktur Jepang akibat gempa dan tsunami serta penurunan penetrasi manufaktur China. Seiring dengan itu, rebound pertumbuhan industri manufaktur nasional pada 2010 setelah terpuruk pada 2009 akan terus berlanjut pada 2011.
Kajian tim redaksi duniaindustri menunjukkan, penerapan tax holiday yang dijadwalkan berlaku tahun ini akan mendorong fase industrial wave (gelombang booming industri manufaktur yang mengarah pada masuknya investasi asing serta berkembangnya basis produksi di suatu negara). Indonesia pernah mengalami industrial wave saat Orde Lama dan Orde Baru dengan beberapa megaproyek industri yang mendorong investasi di sektor manufaktur.
Faktor eksternal seperti pelemahan manufaktur Jepang, terutama di sektor otomotif, alat berat, dan elektronik, tampaknya akan berlanjut pada relokasi basis produksi negara itu ke Indonesia. Sedangkan penurunan penetrasi manufaktur China juga disebabkan ketergantungan negeri itu kepada Jepang, serta penguatan nilai mata uang yuan terhadap dolar Amerika Serikat.
Di internal, lonjakan pertumbuhan industri manufaktur nasional dari 2,2% pada 2009 menjadi di atas 5% pada 2010 menunjukkan potensi yang besar, terutama bagi investor asing. Sejumlah principal raksasa dunia pun sudah menjajaki untuk membangun basis produksi di Indonesia, antara lan Pohang Steel Corp (baja), Hankook Corp (ban), Indorama Group (tekstil), Kuwait Petroleum (petrokimia).
Menteri Perindustrian MS Hidayat memproyeksikan, pertumbuhan industri manufaktur nasional akan mencapai 5,2% sampai 6,1% pada 2011 yang bertumpu pada enam kelompok industri prioritas, yaitu industri padat karya, industri kecil dan menengah, industri barang modal, industri berbasis sumber daya alam, industri pertumbuhan tinggi, dan industri prioritas khusus.
Kecenderungan membaiknya perekonomian nasional, regional, dana global, menjadi faktor pendorong pertumbuhan sektor industri, sehingga Kementerian Perindustrian menargetkan pertumbuhan industri nasional sebesar 5,2% sampai 6,1% pada 2011. Untuk mencapai pertumbuhan industri pengolahan nonmigas tersebut, Kementerian Perindustrian memperkirakan membutuhkan investasi sebesar Rp124,6 triliun.(Tim redaksi/01)