Duniaindustri.com (Agustus 2015) – Pasar industri peralatan minyak dan gas di Indonesia diperkirakan US$ 1,5 miliar, menurut data duniaindustri.com yang diolah dari Departemen Perdagangan AS. Pasar untuk peralatan minyak dan gas di Indonesia tetap menarik dan memiliki prospek jangka panjang yang menjanjikan.
Produksi minyak Indonesia menurun sebesar 12% per tahun karena ladang minyak mengalami penuaan dan kurangnya minyak baru ladang eksplorasi. Pada tahun 2011, produksi minyak negara ini adalah 903.000 barel per hari (bph), lebih rendah dari 2010 produksi 945.000 barel per hari. Pada 2012, diperkirakan bahwa produksi akan 930,000 barel per hari.
Indonesia masih memiliki cadangan yang signifikan untuk minyak dan gas tetapi membutuhkan investasi yang besar untuk eksplorasi. Pemerintah Indonesia baru-baru ini pergeseran paradigma dalam industri minyak dan gas. Sebelum tahun 2002, produksi minyak masih didominasi, tetapi sejak itu gas telah mendominasi produksi negara ini.
Pemerintah Indonesia telah mengalihkan fokus mereka dari minyak ke gas konvensional & gas konvensional (coal bed methane, gas serpih, pasir minyak, gas ketat dan gas biogenik) dan dari bagian barat ke bagian timur negara yang memiliki potensi cadangan besar minyak dan gas, terutama dalam wilayah laut.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan sumber daya terbesar gas alam di kawasan Asia Pasifik sebesar 594,4 TSCF. Produksi gas negara ini tahun 2011 adalah 8.935.000 standar kaki kubik per hari (MMSCFD), lebih rendah dari 2010 produksi 9,336 MMSCFD. Indonesia memiliki potensi besar sumber daya CBM sebesar 453,30 TSCF. Per Desember 2011, Pemerintah Indonesia telah memberikan 42 Kontrak Bagi Hasil (PSC) untuk CBM PSC. Pemerintah Indonesia juga telah melakukan studi tentang potensi shale gas di Indonesia (3 cekungan di Sumatera, 2 cekungan di Jawa, 2 cekungan di Kalimantan dan Papua).
Pada tahun 2010, investasi di industri minyak dan gas mencapai US$ 13,7 miliar, meningkat dari US$ 12,7 miliar pada tahun 2009. Investasi pada 2011 ditargetkan mencapai US$ 16,8 miliar. Total investasi di industri minyak & gas diperkirakan mencapai US$ 55,5 miliar pada 2012-2014.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian menilai kinerja industri penunjang untuk sektor minyak dan gas (migas) belum optimal. Padahal industri ini sangat penting untuk menopang industri migas yang diharapkan semakin berdaya saing di tingkat dunia.
Ada beberapa masalah yang dihadapi industri penunjang migas di antaranya sebagian besar bahan baku masih harus diimpor. Sehingga dalam proses pengadaannya seringkali dikendalikan oleh eksportir bahan baku di luar negeri yang juga merupakan produsen barang yang sama dengan barang yang diproduksi di dalam negeri. Hal ini menjadi ancaman serius pada industri dalam negeri akibat lonjakan impor produksi terjadi antara lain pada industri Casing Tubing, Pipa Salur, dan sebagainya.
Yang kedua, sampai saat ini struktur penunjang migas belum cukup sehingga daya saing produk penunjang Migas relatif rendah. Kemudian, ketersediaan energi masih kurang terutama gas untuk keperluan proses produksi seperti heat treatment dan selain itu harga gas juga masih mahal.
Jumlah Perusahaan
Jumlah perusahaan industri penunjang Migas dalam negeri yang telah beroperasi dalam kegiatan operasi Migas nasional mencapai 2.883 perusahaan. Terdiri dari 749 perusahaan jasa pemboran, inspeksi dan transportasi, 2.000 perusahaan jasa konsultan kegiatan operasi Migas serta 134 perusahaan yang memproduksi barang dan peralatan penunjang Migas seperti Wellhead, Christmastree, Chemical Pemboran, Pipa Salur, Rig, Platform, OCTGN, Pumping Unit, Valve, Ketel Uap, dan peralatan lainnya.
Dari 134 perusahaan yang memproduksi barang dan peralatan penunjang Migas tersebut, dari sisi kemampuan produksi, hampir semua perusahaan telah mampu memproduksi seluruh ‘spesifikasi produk minimal yang dibutuhkan dalam kegiatan operasi Migas.
Koordinator Ketua Dewan Pembina Gabungan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi, Pandri Prabowo, mengeluhkan lonjakan impor produk jadi sehingga menjadi ancaman serius bagi pengusaha lokal.
Pandri menuturkan ada beberapa jenis yang mengalami lonjakan impor produk jadi, antara lain selubung sumur, pipa produksi, pipa salur, dan sejumlah produk penunjang migas lainnya. “Produk kami mau tidak mau terganggu dengan kehadiran impor produk jadi beberapa tahun ini,” tuturnya.
Oleh karena itu, Pandri meminta pemerintah terkait menyelesaikan permasalahan tersebut, seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Pandri menambahkan pihaknya meminta komitmen penggunaan produksi dalam negeri pa’ da operasi migas, mulai dari eksplorasi hingga produksi.
Selama ini, Pandri mengungkapkan, industri migas belum optimal dalam menggunakan produk dalam negeri. Untuk itu, pihaknya meminta pemerintah merevisi Peraturan Menteri Perindustrian No.15/ 2011 mengenai barang yang wajib digunakan. “Kami meminta pemerintah industri mewajibkan industri migas menggunakan produk dalam negeri,” tutupnya.(*)