Latest News
You are here: Home | Umum | Pasar Industri Kosmetik Diestimasi Tumbuh 9% Jadi Rp 64,3 Triliun
Pasar Industri Kosmetik Diestimasi Tumbuh 9% Jadi Rp 64,3 Triliun

Pasar Industri Kosmetik Diestimasi Tumbuh 9% Jadi Rp 64,3 Triliun

Duniaindustri.com (Desember 2015) – Nilai pasar (market size) industri kosmetik di Indonesia tahun ini diestimasi tumbuh 9% menjadi Rp 64,3 triliun dibanding 2014 sebesar Rp 59,03 triliun, menurut perhitungan data duniaindustri.com. Pertumbuhan tersebut dikategorikan relatif tinggi seiring perlambatan perekonomian nasional.

Pendorong pertumbuhan pasar industri kosmetik terutama karena adanya pergeseran tren kecantikan yang menumbuhkan diversifikasi produk kosmetik yang lebih luas serta peningkatan kesadaran terkait kecantikan untuk konsumen pria maupun wanita dalam berbagai kategori umum.

Nilai pasar industri kosmetik yang dihitung berdasarkan kompilasi dan estimasi duniaindustri.com mencakup produk kosmetik buatan lokal maupun impor. Produk kosmetik itu meliputi produk berbasis kecantikan mulai dari bedak dan produk make up, pelembab kulit, produk pemutih kulit, sabun kecantikan muka, krim wajah, produk spa, minyak wangi dan deodorant, produk perawatan tubuh, produk pewarna rambut, pil diet dan obat langsing, jamu kecantikan, hingga produk pewangi.

Market size industri kosmetik.

Market size industri kosmetik.

Perhitungan nilai pasar industri kosmetik ini lebih tinggi dibanding data dari Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (Perkosmi). Perkosmi sebelumnya memperkirakan pada 2013 penjualan kosmetik tumbuh 15% menjadi Rp 11,22 triliun dibanding 2012 sebesar Rp 9,76 triliun. Sementara produk kecantikan dan perawatan tubuh global pada 2012 mencapai US$ 348 miliar, tumbuh tipis US$ 12 miliar dibanding tahun sebelumnya, berdasarkan data Euro Monitor.

Nuning S Barwa, Ketua Umum Perkosmi, mengatakan pertumbuhan volume penjualan kosmetik ditopang oleh peningkatan permintaan, khususnya dari konsumen kelas menangah. Pertumbuhan penjualan kosmetik juga didorong oleh tren kenaikan penggunaan kosmetik oleh kaum pria. “Dulu pria tidak tertarik membeli produk perawatan kulit yang maskuhn, tapi sekarang ketertarikan mereka tinggi,” katanya.

Saat ini, industri kosmetik dalam negeri mendapat tantangan dengan peredaran produk kosmetik impor di pasar domestik. Hal ini disebabkan oleh tingginya permintaan pasar domestik premium (high branded). Menurut data Perkosmi, pada 2012 penjualan kosmetik impor mencapai Rp 2,44 triliun, naik 30% dibanding 2011 sebesar Rp 1,87 triliun. Tahun 2013, penjualan produk kosmetik impor diproyeksikan naik lagi 30% menjadi Rp 3,17 triliun. Peningkatan tersebut ditopang oleh kenaikan volume penjualan serta penurunan tarif bea masuk seiring perjanjian perdagangan bebas.

Pemain Besar
Di Indonesia, terdapat lima pemain di industri kosmetik yang telah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) listing pada 11 Januari 1982, PT Mandom Indonesia Tbk (TCID) listing pada 30 September 1993, PT Mustika Ratu Tbk (MRAT)listing pada 27 Juli 1995, dan PT Martina Berto Tbk (MBTO) lisitng pada 13 Januari 2013, serta PT Akasha Wira International Tbk (ADES) yang mendiversifikasi lini usaha ke industri kosmetik dengan mengusung brand Makarizo.

Kinerja lima emiten kosmetik tetap tumbuh positif pada semester I 2015. Secara rata-rata, pendapatan lima emiten kosmetik tumbuh 7,06% secara tahunan, dengan pertumbuhan laba rata-rata 14,45%.

Mandom membukukan kenaikan pendapatan tertinggi hingga 30,5% dari Rp 1,17 triliun pada Juni tahun lalu menjadi Rp 1,23 triliun pada akhir semester pertama tahun ini. Laba Mandom melonjak 432,75% dari Rp 94,41 miliar ke posisi Rp 505,97 miliar.

Namun, laba Akasha Wira turun 11,16% jadi Rp 18,54 miliar akibat gagal menekan beban. Kontribusi penjualan kosmetik Akasha Wira menurun dari 57% di semester pertama tahun lalu menjadi 49% di periode yang sama tahun ini.

Kepala Riset NH Korindo Reza Priyambada menuturkan produk kosmetik biasanya memiliki target pelanggan tertentu. Pelanggan ini cenderung loyal pada merek tertentu. Ini berbeda dengan produk makanan yang memiliki banyak substitusi, sehingga konsumen gampang beralih ke produk lain bila tidak puas. Karena itu, permintaan terhadap produk kosmetik relatif tetap terjaga.

Meskipun emiten mengalihkan beban ke konsumen dengan menaikkan harga produk, dampak ke penjualan kosmetik tidak akan besar. “Daya beli masyarakat terhadap produk kosmetik cukup tinggi,” kata Reza.(*/berbagai sumber/tim redaksi 02)

datapedia

DIVESTAMA2 (1)

desainbagus kecil

d-store

CONTACT US BY SOCIAL MEDIA:

TwitterLogo Like-us-on-Facebook

logo slideshare google-plus-logo

watch_us_on_youtube

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top