Duniaindustri.com (Agustus 2015) – Pasar industri alat berat di Indonesia diestimasi terkoreksi hingga 40% tahun ini seiring kejatuhan harga komoditas serta perlambatan di sektor konstruksi dan infrastruktur. PT Trakindo Utama, pemasok alat berat merek Caterpillar, memperkirakan tahun ini penjualan alat berat secara nasional hanya akan mencapai 8 ribu unit atau anjlok sekitar 40 persen dari capaian industri tahun lalu yang ada di kisaran 14 ribu unit.
Chief Marketing Officer Trakindo Ivan Tulong mengatakan penjualan total industri tahun lalu untuk alat berat itu sekitar 14 ribuan unit. “Prediksi kami untuk overall tahun ini cuma sekitar 8 ribuan. Sampai dengan Juni 2015 itu baru sekitar 3 ribuan secara keseluruhan,” katanya.
Ivan menyebut penurunan penjualan alat berat disebabkan oleh lesunya perekonomian, lemahnya nilai tukar, dan masih belum pulihnya harga komoditas yang berdampak pada kinerja sektor pertambangan.
Kendati secara keseluruhan industri alat berat mengalami penurunan penjualan, Ivan menyebut Trakindo masih mengalami peningkatan pangsa pasar dari kisaran 20-25 persen menjadi 25-30 persen. Pasalnya, pelanggan Trakindo, lanjut Ivan, saat ini lebih banyak pelanggan retail yang berasal dari sektor konstruksi.
“Construction itu tidak seperti pertambangan atau mungkin perkebunan yang biasanya membeli dalam jumlah yang lebih besar,” kata Ivan.
Berdasarkan data Trakindo, kontribusi sektor konstruksi terhadap volume penjualan produk saat ini adalah 46,8 persen diikuti pertambangan 26,4 persen, pertanian 18,7 persen, kelautan 9,7 persen, kehutanan 7,1 persen, pembangkit listrik 3,8 persen, sektor sektor minyak dan gas 2,2 persen.
Director and Chief Operating Officer Trakindo Ali R. Alhabsyi pads Maret 2015 lulu sempat menyebut angka 2.500 unit sebagai target penjualan alat berat yang harus dicapai perusahaannya tahun ini. Angka itu naik 300 unit dibandingkan realisasi penjualan alat berat 2014 sebanyak 2.200 unit.
Ivan menambahkan, rencana pemerintah mengerjakan sejumlah proyek infrastruktur sampai saat ini belum begitu terasa. Oleh karenanya, ia berharap permintaan terhadap alat berat akan terdongkrak ketika sejumlah proyek dieksekusi.
Selain itu guna menyiasati lesunya pasar yang ada, manajemen juga melakukan riset yang mendalam ke pasar sehingga bisa menyediakan jenis produk dan harga yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
“Yang ujungnya tentunya produktivitas bisa lebih baik, lebih meningkat dan harganya bisa lebih masuk dan sesuai dengan anggaran yang ada,” kata Ivan.
Terkait dengan pelemahan nilai tukar, Ivan mengaku perusahaannya tidak bisa serta merta menaikkan harga jual ataupun sewa produk Caterpillar untuk menyesuaikan dengan nilai tukar yang ada. Pasalnya, daya beli pelaku usaha juga tengah menurun.
“Pelemahan nilai tukar rupiah dengan jumlah penjualan alat berat untuk industri pasti akan ada pengaruhnya tapi harapannya keadaan ini bisa lebih cepat diatasi sehingga industri bisa kembali normal,” tandas Ivan.(*/berbagai sumber)