Duniaindustri.com (Oktober 2015) – Nilai pasar industri penerbangan nasional pada tahun ini diperkirakan mencapai Rp 105 triliun, tumbuh 5% dibanding tahun lalu Rp 100 triliun, menurut perkiraan asosiasi industri. Paket kebijakan ekonomi pemerintah yang membebaskan pajak pertambahan nilai (PPN) impor alat angkutan pesawat udara dan suku cadang dinilai sangat membantu industri penerbangan dalam negeri.
Arif Wibowo, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional (Indonesia National Air Carries Association/INACA), menjelaskan tahun ini industri penerbangan lokal diproyeksi tumbuh single digit, sekitar 5% tahun ini, stagnan dibanding tahun lalu. Seiring dengan itu, tekanan kurs yang mempengaruhi biaya operasional juga masih membayangi industri ini.
Menurut dia, secara nilai pendapatan (pasar) industri penerbangan nasional diperkirakan mencapai Rp 100 triliun pada 2014, dan diprediksi tumbuh 5% tahun ini. “Kalau PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) saja sampai Rp 40 triliun, dengan yang lainnya mungkin ada sekitar Rp 100 triliun,” jelasnya.
Meski pertumbuhan industri penerbangan stagnan tahun ini, lanjut dia, perusahaan maskapai masih akan menambah pesawat untuk mengimbangi pertumbuhan jumlah penumpang. “Tahun lalu tercatat industri penerbangan dalam negeri telah memiliki 875 pesawat. Dengan penambahan order baru, maka akan menjadi 1.000 pesawat tahun ini,” tuturnya.
Arif yang juga Dirut Garuda Indonesia menambahkan paket kebijakan ekonomi yang membebaskan pajak pertambahan nilai (PPN) impor alat angkutan pesawat udara dan suku cadang dinilai sangat membantu industri penerbangan dalam negeri. Hal itu karena bisa menekan biaya operasional dan perawatan pesawat.
“Kami menyambut baik kebijakan ekonomi ini. Dengan menjadikan PPN impor alat angkut pesawat udara dan suku cadang nol persen, bisa membangkitkan industri penerbangan nasional karena dapat memicu efisiensi biaya non fuel,” katanya.
Menurut Arif, di tengah situasi ekonomi seperti sekarang ini, paket kebijakan ekonomi tahap dua tersebut dapat membangkitkan industri penerbangan dalam negeri. Ia menyebutkan, salah satu dampak terbesar dari pembebasan PPN adalah bisa menurunkan biaya perawatan sehingga biaya operasional perusahaan menjadi lebih efisien.
“Biaya perawatan pesawat biasanya mencapai 15% dari total biaya operasional Garuda yang mencapai sebesar US$ 3,8 miliar per tahun. Pos biaya perawatan ini salah satu cost operational yang cukup besar,” ujar dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Sumantri Brojonegoro mengumumkan bahwa Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah No 69/2015 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut PPN. Dalam pasal 1 PP butir c, disebutkan PPN impor dibebaskan untuk pesawat udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh perusahaan angkutan udara niaga nasional.(*/berbagai sumber)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: